3141 : The Dark Momentum [Sel...

By A-Sanusi

64.6K 9.9K 681

[Sci-fi/Mystery/Thriller] 3141, tahun di mana akan tercatat sejarah perubahan dunia. Sebuah alat teleportasi... More

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Quantum
3. Quantum II
4. Glitch
5. Good Night
6. Perfect World
7. Perfect World II
8. Perfect World III
9. Circle
10. Cogito Ergo Sum
11. Cogito Ergo Sum II
12. Cogito Ergo Sum III
13. World of the Damned
14. World of the Damned II
15.World of the Damned III
16. Infinite Infinity
17. Infinite Infinity II
18. The Day the World Went Away
19. The Day the World Went Away II
20. Humanity
21. Relativity
22. Insanity
23. Chemistry in Physics
24. Chemistry in Physics II
25. Chemistry in Physics III
26. Intersection
27. Los Hermanos
Sedikit tambahan
[Coming Soon] 3141: The Dark Momentum akan dibukukan
Update buku + behind the scene naskah (yang sempet bikin sedih, wkwk)
Update buku (voting cover karena saya suka demokrasi)
Open PO Buku (Akhirnya yeeeee)
Diskon pembelian The Dark Momentum

28. Los Hermanos II

2.2K 302 52
By A-Sanusi

Dunia nyata terkadang memang berjalan seperti yang tak kita inginkan, bukan?

Aku merasakan sesuatu pada dadaku.

Tidak, bukan di dalam dadaku dalam makna kiasan, tapi benar-benar pada dadaku. Aku merasakan sebuah benda yang terasa menyembul dan tertekan. Sesuatu yang menonjol pada dada kiriku yang seharusnya tak ada apapun.

Kurasa Aksa42 juga merasakannya. Ia segera melepaskan ikatannya, menjauhkan dirinya seraya bertanya-tanya apa yang terjadi biarpun pertanyaan itu tak terlontar dari mulutnya.

Aku mengusap bagian kiri dari dadaku.

Aku tidak berimajinasi, memang ada sesuatu.

Kubuka kancing kemejaku, memastikan benda itu memang benar-benar ada, berhasil mendapatkan sebuah kotak kecil dengan ikatan kabel di antaranya yang tertanam pada tubuhku.

Tunggu. Apa?

Aku mencoba menariknya, menimbulkan rasa nyeri yang tak tertahankan pada dadaku. Kabel yang tertanam pada tubuhku itu seolah menahannya agar kotak ini tak dapat terangkat. Dan, ya, itu terjadi.

Rasanya benar-benar sakit.

Aku mendesah kencang.

Keringatku keluar dengan keras hanya karena tarikan kecil yang kulakukan.

"Apa itu!?" Aksa42 memperhatikan seluruh gerakanku. Sama sepertiku, dia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, berbeda dengan pria tua itu. Dia yang terlihat lebih berpengalaman dibandingkan dengan kami berdua hanya menatap tak percaya, tetapi tak menimbulkan reaksi berlebih dalam rasa penasaran.

Pria tua itu mendekatiku, kemudian mengusapkan jempolnya pada kotak kecil yang menempel di tubuhku, membuatku sedikit bergidik karena rasa geli yang bercampur dengan rasa sakit.

"Benda yang tidak kita inginkan," katanya, menjelaskan.

Aku yang masih penasaran akan kotak kecil ini tak kuasa menahan rasa penasaran. Begitu pria tua itu melepaskan jemarinya dari tubuhku, aku mencoba untuk bertanya. Namun, kecepatan berbicaranya mengalahkanku, membuatnya berbicara lebih dulu sebelum aku memulai untuk berbicara.

"Benda kecil ini akan mencegahmu melakukan perjalanan lintas dimensi."

Aku terdiam.

Apa?

"Bagaimana mungkin?"

"Benda ini akan menghentikan kecepatan gerakan atommu."

"Membuatku menjadi semacam bom atom biologis?"

"Ya."

Aku terhenyak.

"Kita hanya perlu mengangkatnya saja, kan? Mengeluarkannya dari tubuhku? Bukankah itu artinya aku hanya perlu menemui seorang ahli bedah?"

Pria tua itu menggeleng, memberitahuku bahwa ada sesuatu yang salah pada pemikiranku.

"Kau tahu di dunia ini tak ada dokter, kan?" kata pria tua itu, memberikan gambaran betapa buruknya dunia ini. "Secara teknis memang ada, tapi bukan dokter yang akan melakukan bedah secara mudah. Mereka semua telah didesain untuk bekerja di tempat itu, tempat yang kau tahu."

"Federasi perdamaian dunia?"

"Ya."

Sejujurnya, aku benar-benar tak ingin menyebutkan nama itu. Kata 'perdamaian' yang tertera di sana benar-benar membuatku ingin muntah.

Di sisi lain, aku benar-benar merasa kebingungan.

Apa yang harus kulakukan?

Apa yang akan kulakukan?

Aku terlihat sangat tenang, padahal dalam hatiku, aku benar-benar tak mengerti akan tindakan yang harus kulakukan.

Apakah aku harus menariknya secara paksa?

Tidak, rasanya benar-benar sakit. Benda ini tertanam pada tubuhku dengan dalam. Mungkin mengikat rusukku, bahkan mungkin lebih dalam lagi.

Aneh memang, aku tak merasakan apa-apa sebelumnya, padahal aku yakin benda sialan ini disimpan di dalam tubuhku ketika aku pingsan, membuat mereka menanamkan benda ini secara leluasa.

Sialan.

Kenapa di saat yang seperti ini?

Aku benar-benar tak mengerti akan keadaan ini.

Satu langkah sebelum pulang, sekarang semua sirna.

Aksa42 mengeluarkan kekecewaannya. Ia menarik alisnya menuju bagian tengah dahinya yang berkerut, kemudian bertanya, "Kenapa mereka berpikir untuk menanamkan benda kecil itu pada Aksara?"

"Kau ingat orang-orang yang menyergap kita ketika berada di sini? Mungkin mereka melihat benda itu, alat pelintas dimensi itu, berpikir kita akan menggunakannya."

Aksa42 terdiam, tak mengeluarkan komentar. Matanya menjadi tajam, menandakan rasa kesal tumbuh dalam dirinya. Ia mengepalkan tangannya, hampir meninju permukaan tanah berlapis keramik yang tak bersalah ini, tapi ia masih dapat menahannya.

Aku sendiri? Aku masih kebingungan.

"Aku menggunakan desain yang sama seperti yang dikembangkan ratusan tahun lalu, mereka pasti dapat mengenalnya," ujar pria tua itu, kemudian berbalik melihat benda yang diciptakannya itu sebelum akhirnya kembali melayangkan pandangannya pada kami. "Maaf," lanjutnya.

Tentu, aku masih terhenyak, berpikir bahwa semua ini seharusnya tak terjadi.

Aksa42 tak setuju akan pemikiran pria tua itu, ia segera menyangkal dan berkata, "Kenapa mereka tak menghancurkan benda itu saja?"

"Dengan tangan kosong? Mereka tidak membawa apa-apa ketika itu, kan?"

"Maksudku ... ya ampun, ini benar-benar sulit." Aksa42 meninju lengannya, membuat kepalan yang lebih besar, membiarkan kedua lututnya kini menopang tubuhnya. Ia mendekatkan kedua lengannya itu pada mulutnya, menutupi gumaman kecil yang aku yakin tak pantas untuk diucapkan.

"Tak bisa kah kau tarik secara paksa, Aksara?" pinta Aksa42, terus berusaha agar mencari jalan keluar yang terbaik.

Aku menggeleng. "Rasanya seperti terikat di antara tulang-tulangku."

"Benarkah tak ada seorang dokter yang dapat mengeluarkan benda ini dari ... ya ampun, aku tak tahu harus berbuat apa." Aksa42 terus berceloteh.

Aku dapat melihatnya, melihat wajah saudara kembarku yang merasa khawatir.

Aku tetap tak dapat memikirkan apa yang harus kulakukan, begitu pula dengan Aksa42 yang terlihat berpikir, memutarkan kepalanya ke sembarang arah, berusaha memikirkan jalan yang terbaik ketika pria tua itu hanya dapat menatap kami dengna pandangan kosong.

Tiga puluh detik yang dipenuhi dengan keheningan, sampai akhirnya aku dapat memikirkan sesuatu.

"Kurasa aku memiliki ide," kataku, membuat Aksa42 dan pria tua itu tersontak kaget.

"Di mana kau menyimpan pistolmu?" Aku menatap Aksa42 dengan pandangan tajam, seolah-olah menunjukkan bahwa rencanaku ini adalah rencana besar yang patut untuk didukung.

"Ini," jawabnya, sambil mengeluarkan pistol itu dari celah celananya yang terikat pada pinggulnya, menyodorkannya padaku, membuatku mengambilnya. "Kenapa?"

Aku tak menjawabnya.

Aku segera berdiri.

Aku mundur, menjaga jarak yang aman.

"Jika kau tak ingin pingsan juga, kurasa kau sebaiknya mundur, pak," kataku, menyatakan sebuah perintah pada pria tua itu, membuat mereka berdua, pria tua itu dan Aksa42 merasa kebingungan.

"Apa yang kau lakukan, Aksa?" Aksa42 mengikuti gerakanku, ia berdiri, menghilangkan beban mendalam pada lututnya, membuatnya kini bertumpu pada kedua kakinya ketika pria tua itu lebih memilih untuk mendengarkan perintahku dan mundur beberapa langkah.

Aku menodongkan pistol itu pada Aksa42. Berusaha menahan bidikan dengan tepat.

"Pak, kau sudah yakin jika lokasi yang kau pilih itu adalah duniaku atau setidaknya sangat mirip dengan duniaku, kan?" aku bertanya, membuat getaran suara yang tetap membuat Aksa42 kaget, menatapku tak percaya akan hal yang sedang kulakukan.

Pria tua itu hanya menjawab ya.

"Apakah benda itu akan bekerja pada seseorang yang pingsan?"

Sekali lagi, pria tua itu menjawab ya.

"Ya ampun, apa yang kau lakukan?"

Kupertajam bidikanku, meyakinkan diriku bahwa aku akan menembak secara tepat.

"Aku tahu kau tak akan melakukannya. Jadi, ya, aku memaksamu untuk melakukannya."

Aku menahan posisi.

"Gantikan diriku, jadilah Aksara. Ingat baik-baik, apartemenku berada tepat di tempatmu tinggal kala itu. Lantai delapan nomor dua. Dari sana kau bisa mencari segala informasi mengenai diriku di sana. Jadilah diriku."

"Kau pikir aku akan melakukan hal itu?"

"Sudah kukatakan aku tahu kau tak akan melakukannya, jadi aku memaksamu."

Aku menarik pelatuknya, membuat getaran dahsyat pada tubuh Aksa42, membuatnya jatuh tersungkur dalam sepersekian detik, menimbulkan bunyi gaduh yang menggelegar dalam ruangan yang luas ini.

Aku mendekatinya di saat pria tua itu masih terdiam.

Aku menopang tubuhnya sesaat setelah mengambil ampul yang tadi kuletakan di sampingku.

Membawanya mendekati kotak itu.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya pria tua itu ketika aku masih bersusah payah menahan beban tubuh yang ada pada kedua lenganku.

Aku berjalan perlahan, menikmati alunan suara langkah kakiku.

Gaung yang ditimbulkan menyejukkan telingaku.

Aku terhanyut dalam keheningan ini, sebelum akhirnya aku menjawab pertanyaan pria tua itu.

"Saudara dari duniaku selalu membantuku. Saudaraku yang berasal dari dunia lain pun selalu membantuku. Jika aku dapat membuatnya lebih baik, kenapa aku tak dapat melakukannya?" jelasku.

"Bukankah aku selalu mengatakan bahwa manusia akan selalu melakukan tindakan yang baik dan jahat, tergantung dari sudut pandangnya? Jika memang aku dapat memilih, mengetahui akhir hidupku, tentu aku lebih memilih untuk menjadi seorang manusia yang baik."

Pria tua itu tampak mengerti mengenai apa yang kuucapkan.

"Selain itu, aku sudah berjanji untuk menghancurkan federasi perdamaian dunia itu, kan? Bukankah kini aku dapat melakukannya dengan tenang? Aku tak perlu mengkhawatirkan seluruh rekan kerjaku, orang tuaku, dan semua orang yang mungkin mengkhawatirkanku karena saudaraku ini dapat menggantikan diriku, kan? Ya, memang sedikit terlalu percaya diri, sih. Aku sendiri tak yakin apakah akan ada orang yang mengkhawatirkanku, atau malah mereka tak peduli. Tapi yang pasti, saudaraku ini dapat hidup di dunia yang diinginkannya, kan?"

Aku tersenyum kecut ketika pria tua itu hanya terpaku dan menatap tak percaya.

"Bisa kau beritahu bagaimana cara kerja alat yang kau gunakan?"

===

Kegelapan mulai memudar.

Cahaya yang terang menggantikannya.

Sekilas, dapat terdengar orang-orang memanggil 'Aksara'.

Aku masih tak dapat melihat dengan jelas.

Kabur, semuanya masih kabur.

Apakah aku berada di dalam sebuah ruangan?

Aku menggerakkan kepalaku.

Pandanganku mulai membaik.

Aku tengah terbaring, aku dapat merasakannya.

Sayup-sayup, aku masih mendengar teriakan 'Aksara'.

Semakin lama semakin jelas.

Aku menengok ke arah sumber suara.

Seorang wanita cantik tengah meneriakan nama 'Aksara'. Matanya sembab akibat air mata yang turun dari kedua matanya. Wajahnya yang rupawan benar-benar kali pertama kulihat.

Wanita itu memegang pergelangan tanganku.

Selain itu, aku dapat melihat beberapa orang berada di belakangnya, membuat bisikan-bisikan yang masih dapat kudengar biarpun tak terlalu jelas.

Beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka tak pernah menduga keajaiban ini.

Beberapa dari mereka mengatakan bahwa Aksara telah hilang beberapa bulan dan kini terlihat kembali, ditemukan pingsan di basement seseorang dengan sebuah kentang yang entah datang dari mana. Orang itu menduga bahwa Aksara adalah seorang penyusup hingga ia menyadari bahwa Aksara tak sadarkan diri dan merupakan orang hilang yang telah dicari-cari selama berbulan-bulan.

Beberapa dari mereka tak sabar untuk mendengar cerita dari Aksara mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

Beberapa dari mereka mengatakan jika benda itu, benda yang Aksara dan kawan-kawannya kembangkan, telah sukses melalui berbagai uji coba setelah hilangnya Aksara. Alat teleportasi canggih yang baru digunakan oleh beberapa orang secara tertutup.

Beberapa dari mereka mengatakan bahwa istrinya benar-benar tak percaya ketika mendengar kabar bahwa Aksara telah kembali.

Aksara kini kembali.

Tentu saja Aksara yang mereka maksud bukanlah diriku, tapi Aksara yang sebenarnya.

Aku memejamkan mata.

Aku bukan Aksara. Aku saudaranya dari dunia yang lain.

Aku tak akan bisa menggantikan posisinya di dunia ini dan itu pasti.

Tapi, jika memang itu yang ia inginkan, kurasa aku harus menyanggupinya.

Bagaimanapun juga, dia adalah seseorang yang telah membuatku berada di sini.

Continue Reading

You'll Also Like

Hertz ✓ By Fai

Science Fiction

106K 18.3K 58
Book Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita...
1.6K 137 10
Kisah 7 sahabat yang selalu berjuang bersama suka mau pun duka mereka tak pernah terpisahkan mau tahu ceritanya bisa langsung baca selamat membaca 😁
403K 30.4K 23
[ BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Adrea tidak percaya dengan yang namanya transmigrasi. Mungkin didalam novel itu wajar. Tapi bagai...
14.4K 2.4K 45
[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima...