#PacarAnakBand

By mockingjaybirdx

352K 38.1K 5.1K

Rintik Senja April (April) Suka Jeffri, namanya, dan ujan-ujanan di motor. Kinara Bintang Rahayu (Kinar) Satu... More

Fe dan Bram #1
Alisha dan Dodi #1
April dan Jeff #1
Kinar dan Satria #1
Vidia dan Wira #1
Acknowledgement
HP April Ilang?!
Lisha Nonton Dodi Manggung
Fe Jadi Supporter
Foto Masa Kecil Satria
Kejutan Ulangtahun Wira
Author's Note: Ngobrol Bareng Janu
April Kecelakaan
Fe Kebingungan
Dodi Cemburu
Satria Menyerah
Dilema Vidia
Kencan Fe dan Bram
Hari Jadi Kinar dan Satria
Alisha dan Dodi Kondangan
Vidia dan Wira: Akhir
Bonus Chapter: Unseen Transcript #1
Bonus Chapter: Bram & Bram
Bonus Chapter: Selamat Ulang Tahun, Wira
Bonus Chapter - Dodi dan Alisha: An Origin Story
Bonus Chapter: Headache
Types of Kisses: Tender
Types of Kisses: Warm
Types of Kisses: Passionate
Types of Kisses: First-Time
Types of Kisses: Last Kiss

Weekend Bersama April dan Jeff

10.1K 974 147
By mockingjaybirdx

Weekend itu waktunya istirahat.

Setelah 5 hari full tubuh dan otakku diperas untuk kepentingan perusahaan, akhir minggu adalah waktunya aku mementingkan diri sendiri. Kegiatan yang aku pilih untuk mengistirahatkan diri? Main ke apartemen Jeff di malam minggu, binge watching Rick and Morty ditemani kotak-kotak pizza dan sebotol wine yang kubeli di supermarket dalam perjalanan ke sini.

Sebenarnya sih agenda utamanya bukan binge watching, karena kalau boleh jujur binge watching-nya cuma setengah jam. Sisanya aku melepas kangen aja sama bayi jerapah satu ini; nyemil junk food, gibahin orang, dan sesekali melakukan hal-hal yang nggak boleh aku ceritain di sini karena kalo iya nanti ceritanya nggak lulus sensor. Hehe.

Ya pokoknya malam itu aku dan Jeffri berhasil membuat kasurnya yang udah berantakan jadi makin berantakan setelah apa yang kami lakukan di atasnya.

"Jeff," aku berbisik sambil mencolek-colek wajah Jeffri yang masih terlelap di sisiku dengan mulut setengah terbuka. Sumpah nggak ada ganteng-gantengnya ini orang kalo lagi tidur, heran aku kenapa fansnya banyak banget. Mereka kalo liat Jeffri pas lagi begini bentukannya kira-kira masih bakal nge-fans nggak sih? Jadi penasaran.

Aku mencolek pipinya lagi berusaha membangunkannya, namun Jeffri nggak menggubris. Pules beneran nih dia, capek banget apa gimana? Aku menggeleng kemudian tersenyum kecil. Kubiarkan ia tidur sementara aku bangkit dari kasur dan mengenakan kaus Metallica miliknya yang semalam ia lemparkan dengan careless ke lantai. Sembari berjalan menuju kamar mandi, aku meregangkan tubuhku dan mengikat rambut menjadi satu kuncir kuda longgar di belakang kepala.

Di kamar mandi, aku membasuh wajahku dengan hati-hati agar nggak mengenai plester yang menutupi luka jahitku bekas kecelakaan kemarin. Udah nggak diperban sih, dan lukanya juga udah nggak separah minggu lalu tapi tetep aja kadang masih ngilu, jadi aku pun masih harus hati-hati sekali tiap cuci muka dan mandi.

Setelah membasuh wajah dengan air dingin, aku pun meraih sikat gigiku yang ternyata masih ada bersanding dengan milik Jeffri di atas wastafel. Dulu waktu masih kuliah, aku memang sering menginap di sini, jadi barang-barang seperti sikat gigi, sabun cuci muka, bahkan beberapa baju dan—ehm—pakaian dalam, sering aku tinggalkan di sini. Males juga kalau harus bolak balik bebawaan barang-barang tiap kali ke sini jadi ya aku taro aja beberapa buat cadangan.

Nah, setelah aku lulus dan bekerja, intensitasku menginap di tempat Jeffri mulai berkurang. Beberapa baju juga udah aku bawa ke kosanku yang baru, meski yang lainnya tetap aku tinggal di tempatnya. Lagipula aku juga masih suka main ke sini kok, seringnya sih pas weekend memang, tapi kadang weekdays juga—kalau kebetulan dia lagi jemput aku dan nggak mau bawa aku pulang ke kosan. Jadi, barang-barang kayak sikat gigi ini nih ya aku tinggal aja, sekalian buat nandain teritori.

Selesai mencuci muka dan sikat gigi, aku melangkahkan kakiku menuju dapur kecil di sudut apartemennya. Nggak yakin sih Jeffri bakal punya persediaan makanan yang bisa diolah, tapi aku tetep membuka kulkas mini miliknya untuk mengecek siapa tau ada bahan-bahan yang bisa aku selamatkan.

Ternyata nihil. Kulkasnya hanya berisi beberapa botol bir dan permen karet yang udah nggak tau ada di situ dari jaman kapan. Ckck, nggak berubah ya ini anak daridulu.

Kadang aku heran gimana dia bisa bertahan hidup setelah aku lulus. Maksudku, dulu tuh waktu masih kuliah kan aku sering nginep di sini, dan mau nggak mau aku juga punya tanggung jawab dong untuk ngurusin dia dan tempat ini. Makanya, aku tuh dulu sering ngisiin kulkasnya dengan makanan-makanan non-instan yang lebih bergizi—walaupun cuma sekedar pisang atau apel, tapi ada lah yang bisa dia kunyah selain indomi sama nastel warkop Udin di belakang gedung apartemen ini yang jadi langganannya dia. Nah, semenjak aku lulus dan pindah kosan nih kayaknya hidup Jeffri makin mengkhawatirkan. Ya kali satu kulkas isinya cuma Radler sama permen karet? Terus dia kalo pagi-pagi sarapan gimana? Makan siang pake apa? Makan malem?

Aku menggeleng dan menutup kulkas tersebut sambil berdecak pelan. Kalau udah gini, kita punya opsi apalagi selain delivery. Nggak, aku nggak akan repot-repot turun ke bawah karena tempat makan paling deket dari sini itu Udin dan Udin hanya menyediakan makanan minim nutrisi yang cuma acceptable disantap saat akhir bulan.

Eh, bentar... apa nanti aku geret Jeffri buat belanja aja ya sekalian? Kayaknya aku perhatiin juga banyak barang-barang kebutuhan dia yang abis tuh. Tadi di kamar mandi aku menemukan botol sabunnya kosong, terus sabun cuci piring juga, obat semprot nyamuk dia juga habis. Ini anak kapan sih terakhir belanja bulanan? Masa harus aku ingetin terus.

Kulangkahkan kembali kakiku menuju kamar, di mana Jeffri masih terlelap dengan posisi yang sangat tidak estetik. Aku bahkan bisa mendengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya yang menganga jelek. Menahan tawa, aku pun meraih ponselku dan membuka aplikasi kamera untuk mengabadikan momen ini. Syukurin, siapa suruh tidur jelek banget.

"Mmmmnja..." aku mendengar Jeffri menggumam-gumam nggak jelas, dan matanya pun mengerjap terbuka. "Ngapain?"

Aku meletakkan ponsel di meja belajar Jeffri kemudian duduk di sisi kasurnya. "Good morning sleepy-ass. Muka kamu jelek banget tadi, jadi aku dokumentasiin" ejekku sambil terkekeh ringan.

Jeffri menutupi wajahnya dengan satu tangan, kemudian tertawa pelan. "I look like shit, aren't I?" tanyanya dengan suara yang masih sarat akan kantuk.

"Tuh tau" jawabku dengan tawa kecil. "Bangun yuk, kamu kayaknya harus belanja bulanan deh hari ini. Tadi aku cek kulkas masa isinya cuma Radler, apa-apaan"

Jeffri meregangkan tubuhnya untuk sesaat sebelum bangkit dan mengecup pundakku sekilas. "Ya maklum namanya juga jejaka" jawabnya ringan kemudian beranjak dari kasur dan mengenakan kembali boxernya. "Nja, bajuku man—oh, kamu pake ya. Mau belanja kemana kita?"

"Supermarket deket sini aja. Mandi gih sana cepetan, cuci muka jangan lupa tuh iler kamu kemana-mana," kekehku geli sembari menatapnya yang tengah menguap dan ngulet dengan khusyuk. "Pules bener sih tidurnya sampe mangap-mangap segala. Capek banget emang semalem, hm?"

Jeffri tertawa ditengah-tengah kuapannya. "Lah aku capek kan juga gara-gara kamu?" balasnya dengan alis terangkat. "Yuk mandi"

"Hah? Apa? Yuk? Ngajak ceritanya?"

Jeffri mengangguk dan menghampiriku dengan kedua tangan terulur. "Mau ikut dengan sukarela atau harus aku paksa nih?" ia tersenyum penuh arti.

Aku tertawa, kemudian kembali berbaring di atas kasurnya dan menarik selimut hingga menutupi setengah tubuhku. "Nggak mauuuuu"

"Oh harus dipaksa nih oke deh siap" tanpa banyak basa-basi Jeffri pun bergerak membungkus tubuhku dengan selimut kemudian menggendonngku di bahunya.

"Oh shhhit- JEFF! JEFFRI TURUNIN AKU NGGAK!" aku memekik kaget atas tindakannya sementara Jeffri hanya membalasnya dengan tertawa-tawa puas. Meski aku sudah berusaha berontak, tapi nyatanya aku masih aja kalah kuat sama dia.

Jeffri kurus begitu lengannya kenceng banget ya asal kalian tau. Nggak heran juga sih secara dulu dia atlet badminton kebanggaan jurusan Politik, tiap Olimfis pasti turun nih anak jadi kontingen.

Tapi emang dasar manusia, punya kelebihan bukannya digunakan untuk hal-hal bermanfaat, malah digunakan buat ngerjain aku.

"JEFFRI WIRAPRASETYA, I WARN YOU! TURUNIN AKU SEKARANG ATAU—"

"Atau apa, hm?" Jeffri akhirnya menurunkanku dan mendudukan tubuhku yang masih terbalut selimut di atas toilet seat sesampainya kami di kamar mandi. Ia berjongkok di hadapanku dan menatapku dengan ekspresi yang membuat aku dilema ingin menggeplak atau menciumnya, atau mungkin dua-duanya.

"Atau aku balik ke kosan detik ini juga" aku memeletkan lidahku ke arahnya.

Jeffri malah tertawa kemudian menutup pintu kamar mandi. "Oh no you won't, babe" ia kemudian menciumku sekilas sebelum berbisik rendah di telingaku. "And I won't let you either"

***

Kalau Satria adalah unofficial leader dari Enam Hari, maka Jeffri nih adalah unofficial brand ambassador-nya. Siapa yang nggak kenal Jeffri Wiraprasetya aka admin yellowpostitman di youtube? Jauh sebelum Enam Hari terbentuk, Jeffri udah mempunyai nama untuk dirinya sendiri melalui akun youtube miliknya yang berisi ragam video cover lagu. Nggak cuma youtube, Jeffri juga cukup tenar di twitter, instagram, dan askfm karena isi postingannya yang kadang suka di luar nalar. Aku aja sering nggak ngerti sama becandaannya dia, either terlalu intelek atau terlalu receh—there is no in between.

Nah, seiring dengan tenarnya Enam Hari belakangan ini, mau nggak mau anggota-anggotanya pun mulai ikutan kena spotlight. Ini tentunya berakibat pada membludaknya aktifitas di media sosial masing-masing. Agak hiperbolis sih, tapi ya jika dibanding tahun-tahun sebelum Enam Hari terbentuk, berasa lah bedanya.

Contohnya? Liat isi comment section dan ask box di akun instagram serta askfm Jeffri. Makin nggak jelas lah itu semua netizen mulai dari yang beneran pecinta musik sampai dedek-dedek tanggung fansnya dia tumplek blek disitu. Kadang geli juga sih bacainnya, apalagi kalau yang komen barisan degem-degem penggemar Enam Hari.

Duh, Dek... seandainya kalian tau Kak Jeff yang kalian teriakin namanya tiap manggung itu kalo tidur sukanya mangap dan ngiler...

"Kamu lagi buka apaan sih daritadi senyum-senyum mulu" Jeffri menghentikan kegiatannya melihat-lihat jeruk untuk mengintip apa yang tengah aku lihat di ponselnya. Dia kalo lagi sama aku emang lebih sering menitipkan ponselnya kepadaku karena: 1.) dia males ngantongin HP yang segede itu di saku jeans-nya, dan 2.) kalo dia yang bawa sendiri, itu HP suka tau-tau ketinggalan entah itu di kasir, di meja restoran, atau bahkan di toilet.

"Lagi liatin isi askfm kamu," jawabku santai kemudian membacakan salahsatu pesan dari user anonim yang masuk ke akunnya tersebut. "Nih, hmm... 'Kak Jeff ganteng deh sayang udah ada yang punya'. Haduh, iya he'eh deh ganteng" godaku.

Jeffri memutar kedua bola matanya sambil menggeleng pelan. "Yaelah aku kira apaan. Tau tuh emang suka pada heboh, padahal aku gak ngapa-ngapain"

"Nggak ngapa-ngapainnya kamu tuh bagi mereka udah berarti sesuatu, Jeff" aku menggamit tangannya sementara kami melanjutkan berjalan menyusuri section buah-buahan. "Nih nih ada lagi. Panjang pula" aku menggestur ke arah Jeff untuk mendekat, ia pun merundukkan tubuhnya agar bisa ikut membaca komentar yang tengah aku baca.

"Kak Jeff aku suka banget sama enamhari dan lagu-lagu kalian huhu sedih banget waktu tau kalian semua udah punya pacar... patah hati deh. Tapi gapapa doain aku dapet pacar anak band juga ya kak"

Aku dan Jeff otomatis berpandangan selama beberapa detik sebelum meledak dalam koor tawa. Seorang ibu-ibu yang lagi belanja di dekat kami sampai menoleh heran saking kerasnya suara tawa kami berdua. Duh, maaf ya bu...

"Astaga, serius gak sih itu? Mana sini coba aku liat" Jeff meraih ponsel tersebut dari tanganku untuk membaca sendiri apa yang barusan aku bacakan keras-keras. "Njir, orang ada aja dah. Kok kamu liat aja sih, Nja?"

Aku mengangkat bahu. "Nggak tau, orang aku cuma scroll-scroll profil kamu doang" ujarku. "Duuh, pacar aku seleb nih sekarang. Sulit, sulit" lanjutku dengan sisa-sisa gelak tawa.

"Eh eh nih ada lagi: 'Kak jeff pacar kakak tuh yang ig-nya rintik.senja itu bukan sih? Aku mau follow tapi akunnya dilock, jadi gak enak. Padahal penasaran bangettt'" ia membacakan pesan lainnya sambil tergelak ringan. "Cie, dicariin tuh kamu, Nja"

"Coba coba mana," aku merebut ponsel dia untuk membaca pesan tersebut dengan lebih jelas. "Hmm, jadi ini sumber akun-akun bodong yang tiba-tiba banyak request follow di IG aku" ujarku sembari mengangguk-angguk paham.

"Akun bodong apaan tuh, Nja?"

"Ish, masa kamu nggak tau? Itu lho akun-akun yang following-nya banyak tapi followers-nya cuma belasan terus username-nya aneh-aneh. Dan di-protect" jelasku.

"Tapi kamu nggak accept kan?" Jeffri tampak benar-benar khawatir ketika ia menanyakan pertanyaan tersebut.

Aku dan dia emang udah sepakat buat nggak sering-sering posting konten tentang hubungan kita ini ke medsos. Buat apa juga lagian, emangnya kita anak SMA yang baru pacaran? Paling sesekali aja aku post IG story kalo lagi sama dia, atau dia yang post foto kami berdua, kadang-kadang kita saling tag, seringnya sih nggak karena males. Hahaha. Lagian orang-orang yang follow aku juga udah tau Jeff pacar aku tanpa perlu liat tag di tiap foto.

"Nggak lah, ngapain? Kenal juga nggak" aku menjawab acuh sembari memilih-milih pisang. "Bentar, kamu mau buahnya apel, pisang, apa jeruk nih?" tanyaku kemudian.

"Pisang aja biar gampang makannya"

"Oke" aku pun memasukkan satu sisir pisang ke dalam trolley. "Ada lagi yang lucu-lucu nggak?"

Jeffri men-scroll layar ponselnya untuk beberapa saat kemudian menggeleng samar. "Nggak, yang lain biasa-biasa aja. Nih, liat aja lagi kalo mau"

Aku menerima ponsel tersebut dari tangannya dan melanjutkan scrolling tumpukan pesan anonim yang memenuhi akunnya, sementara Jeffri bergerak mendorong trolley menuju rak deterjen dan sabun cuci piring. Saat tengah membaca pesan-pesan tersebut, mataku tertumbuk pada satu pesan yang kayaknya udah masuk dari lama tapi nggak dibalas sama Jeffri. Isi pesannya, ditulis oleh anon tentu saja, kira-kira seperti ini:

Kak jeff kenapa dulu putus sama kak shanazria? Padahal aku lebih suka liat kakak sama kak shanaz daripada sama kak april.

Wah.

Wah.

Wah... bahaya nih.

Shanaz Azria Lawalata, iya aku kenal orang yang dimaksud oleh anon tersebut. Dia anak administrasi niaga dan mantan ketua UKM padus tingkat universitas. Dulu, sekitar dua tahunan yang lalu, Jeffri memang sempat dekat dengan dia. Dua tahun yang lalu itu... waktu aku dan dia putus, karena satu dan lain hal.

.

.

.

Well, tepatnya sih karena selingkuh. Spesifiknya lagi, karena Jeffri memergoki aku selingkuh duluan, kemudian dia gantian selingkuh sebagai pembalasan.

Bisa tebak kami berdua selingkuh dengan siapa? Yep. Aku dengan Mikael, dan Jeff dengan si Shanaz ini.

Semasa itu, Jeff sering banget keliaran di kampus berdua sama Shanaz seolah-olah dia mau menunjukkan kepadaku bahwa he's got something even better after I dumped him for Mikael. Ya, nggak salah sih. Shanaz is quite a catch; dia cantik, dia pinter, dia cukup terkenal di kalangan kampus, dan yang terpenting dia tergila-gila sama Jeffri. Jadi, gampang aja buat Jeffri untuk menggunakan Shanaz sebagai senjata balas dendamnya padaku.

Well, guess what? I can do the exact same thing. Selayaknya perang, dia melempar bom dan aku pun beresiprokasi dengan melemparkan misil kepadanya.

Nggak lepas selama beberapa bulan dimana Jeff dan Shanaz tampak bersama, aku pun berusaha untuk menggandeng Mikael kemana-mana. Sebisa mungkin aku melakukannya di tempat-tempat dimana Jeff biasa nongkrong seperti Takor, selasar Pengpol*, dan juga sepanjang koridor Kopma. Tujuannya tentu saja untuk menambahkan minyak ke dalam bara api, memangnya dia aja yang bisa dapet yang lebih baik? Aku juga lah. Kira-kira begitu pola pikirku saat itu

Tapi teman-teman, tentunya yang namanya balas dendam itu nggak akan berakhir dengan baik. Ujung-ujungnya kita berdua menyerah setelah sadar bahwa kita melakukan hal ini semata-mata karena kita nggak rela aja melihat masing-masing dari kita jalan sama orang lain. Bagi Jeffri, aku ya cuma buat dia, dan bagiku Jeffri ya cuma buat aku. Nggak boleh ada orang lain yang boleh memiliki aku selain Jeffri, dan nggak boleh ada orang lain yang memiliki Jeffri selain aku. Titik.

Jadi, ketika aku melihat nama Shanaz kembali muncul di akun media sosialnya, sesuatu dalam diriku rasanya mau marah. Berani-beraninya tuh anon nanya begitu, dia nggak tau ya apa yang harus kami lewati selama masa-masa kegelapan itu?

"Nja? Halo? Bisa bicara dengan Senja?"

Aku mengerjap saat kusadari Jeffri tengah melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Masih bukain askfm aku? Ada apa lagi sih, serius banget bacanya sampe berkerut gitu itu jidat tuh liat, dikit lagi plester kamu bisa kegeser tuh" Jeff mencolek dahiku pelan sambil terkekeh.

"Masa ada yang nanyain kamu sama Shanaz" ujarku datar tanpa basa-basi. Nggak bisa dibiarin nih, ini harus diomongin sekarang.

"Oh iya?" Jeffri mengangkat alisnya. "Siapa? Nanyain apa?"

Aku menunjukkan pesan yang tadi kubaca kepadanya tanpa banyak berkata-kata. Jeffri hanya terdiam membaca pesan itu sekilas kemudian mengangkat bahunya dengan acuh.

"Halah, troll palingan itu. Terakhir aku ketemu Shanaz aja kapan tau, Nja"

"Emang kapan?" tanyaku tajam.

Jeffri menoleh kearahku dan menatapku dengan sebentuk senyuman geli di wajahnya. "Deuh, galak banget nih kayaknya Ibu" ujarnya kemudian mencolek daguku. "Nggak tau kapan, Nja. Udah lupa aku juga. Lagian ngapain sih dipikirin, namanya juga anon askfm suka iseng"

"Tapi gak bakal ada asep kalo gak ada api kan, Jeff?" aku tetap berusaha menekannya. Siapa tau dia emang menyembunyikan sesuatu hayo?

Lagian, bisa aja kan Shanaz masih belom move on terus masih ngontak-ngontak Jeffri sampai sekarang? Apa jaminannya kali ini Jeffri nggak bakal tergoda buat balik lagi, meskipun hanya iseng. I mean, it's Shanaz Azria Lawalata, boys are lining up for her like a hungry dog, okay.

Nggak salah dong kalau aku merasa terancam? Dikit.

"Nja, kan aku udah pernah bilang waktu itu; mau aku disodorin yang se-bombastis Shanaz depan muka aku juga selama masih ada kamu, ya aku bakal tetep pilih kamu. Shanaz ain't shit compared to you, okay? Chill, babe. Chill" ia mengulurkan tangannya untuk mengacak-acak rambutku sambil tersenyum kecil.

Aku mengerutkan hidungku kemudian menyingkirkan tangannya dari kepalaku. "Bener ya? Sampe kamu ketauan ada apa-apa lagi sama Shanaz, atau siapapun itu, liat aja" ujarku dengan bibir tertekuk.

"Liat aja apa, hm?"

"Aku sunat lagi kamu"

Sontak Jeffri pun terbahak. "Anjiiiiir. Keji banget cewek gue woy buset dah" ia geleng-geleng kepala kemudian melingkarkan lengannya di bahuku dan menarik tubuhku mendekat. Ia menciumi rambutku untuk beberapa saat sebelum menjitak kepalaku ringan. "Gemes banget aku sama kamu. Ceweknya siapa sih kamu, hah?"

Aku hanya memeletkan lidahku ke arahnya. Jeffri kembali tertawa sambil mendorong trolley menyusuri section sabun-sabunan ini.

"Kamu liat nama Shanaz nongol sekali aja di askfm aku udah kebakaran jenggot gini ya. Gimana kamu kalo jadi Fe, atau pacarnya si Dodi tuh" Jeffri berujar disela-sela tawanya.

Aku mengerutkan dahi. "Emang mereka kenapa?"

"Lebih lebih lagi, Nja" kekehnya kemudian meraih sebungkus deterjen ukuran sedang dan memasukkannya ke dalam trolley. "Apalagi Dodi, drummer favorit dedek-dedek gemes. Isi komen instagram dia sebelum di-private kayanya lebih seru daripada pertanyaan-pertanyaan anon di askfm aku"

"Bentar bentar... Dodi tuh... yang pacarnya anak psikologi itu kan?" tanyaku kemudian membulatkan kedua mataku. "Astaga... itu dia polos banget lho, Jeff" aku menatapnya dengan ekspresi nggak tega.

Aku pernah beberapa kali bertemu sama pacarnya Dodi—Alisha kalo nggak salah namanya—dan anak itu tuh... sumpah minta dilindungin banget. Masa sih ada yang tega komen-komen nge-troll begitu di IG Dodi? Ih jahat.

"Iya emang. Lucu deh kalo liat mereka berantem" Jeffri mengulum senyuman kecil, kemudian tertawa ringan. "Belom pernah kan kamu liat Dodi kalo lagi berantem sama pacarnya?"

Aku menggeleng. "Nggak. Tapi, ada gitu yang tega ninggalin komen macem anon askfm kamu tadi di IG Dodi?"

"Ya ada aja... makanya dia jarang update terus akhirnya nge-lock akunnya kan"

"Tega ih netizen" gumamku. "Aku tuh ngeliat si ceweknya aja bawaannya pengen ngelindungin banget tau nggak"

Jeffri mendorong trolley menuju rak sabun cuci piring lalu mengangguk mengamini. "I know right? Alisha tuh polos banget gila. Kadang aku heran ada ya orang sepolos itu" ujarnya. "Dia ngapain aja dong ya kalo lagi pacaran sama Dodi?"

Sontak aku pun mejitak kepala Jeff dengan gemas. "Heh pertanyaan kamu tuh ya!"

"Aduh! Kejam bener pacar aku nih" Jeff meringis mengusap-usap kepalanya. "But seriously, Nja. Nggak usah munafik lah, even Dodi tuh udah gede. He's like, what, 20? At least udah pernah lah, walaupun sekali dua kali"

Aku mendelik menatap Jeffri yang tengah cengengesan di depan rak sabun cuci piring. "Are you seriously going to talk about your own bandmate's... sex life.... Here? In a grocery store?" desisku, sebisa mungkin berusaha agar orang-orang nggak mendengar topik yang tengah dibawakan oleh Jeffri kali ini.

"What? Aku sama anak-anak sering kok bahas ini. Biasa aja kali, Nja" balasnya ringan sambil ketawa-ketawa rese. Aku hanya bisa menepuk jidat.

"Even Satria? Si bapak imam itu?"

"Even Satria" Jeffri mengangguk-angguk. "Tapi dia mah boring. Ya kamu tau lah dia gimana"

Aku menggeleng-geleng pelan, tapi tak ayal sebuah tawa lepas keluar dari mulutku. "Oh my God... this is wrong. This is so wrong..." ujarku berulang-ulang.

Jeffri malah makin puas tertawa, dan bukannya menyudahi topik bahasan yang sangat nggak pantas untuk didiskusikan di tempat umum ini, dia malah melanjutkannya.

"Wira lumayan lah seru dikit. Bram nggak usah ditanya," ujarnya. "Nah Dodi nih... dia belom banyak cerita sih, so I don't know. But I'm pretty sure he's onto something..."

Aku kembali menepuk jidatku. "Oh my God why did I even date you" gumamku.

"Because you love me"

"Shut up," aku memukul lenganya pelan yang hanya disambut oleh kekehan ringan dari Jeffri. "Nih jangan-jangan kamu ngomongin soal aku juga ya?? Ayo ngaku!"

Menanggapi pertanyaan tersebut, Jeffri hanya menoleh ke arahku kemudian mengedipkan sebelah matanya dengan ekspresi genit yang bikin aku pengen geplak dia sekarang juga.

"Only the good things, babe" ujarnya rendah.

Dan aku pun menepuk jidatku sekali lagi. Oh God... why did I even date him. Just why.    

***

A/N:

*Selasar Pengpol: pengkolan politik, tempat nongkrongnya anak2 jurusan politik

Chapter ini kayanya harus dikasih rate PG-13 ya... hehe. Maaf deh buat adik2 yang kurang berkenan

Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 389 41
Ini kisah tentang mereka yang hidup di antara. antara suka dan luka, antara benci dan cinta, serta antara hidup dan mati. Tentang Jihan yang berusah...
661K 72.8K 27
Selain menjadi kebanggaan, punya status sebagai orang nomor satu itu adalah beban dan juga tanggung jawab. Dirgasatya Kalingga adalah tiang harapan d...
71.5K 9.2K 47
🏆 Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika masih sering insecure sama prestasi akadem...
1.2M 192K 42
This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. Please do not copy or use this stor...