3141 : The Dark Momentum [Sel...

By A-Sanusi

64.6K 9.9K 681

[Sci-fi/Mystery/Thriller] 3141, tahun di mana akan tercatat sejarah perubahan dunia. Sebuah alat teleportasi... More

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Quantum
3. Quantum II
4. Glitch
5. Good Night
6. Perfect World
7. Perfect World II
8. Perfect World III
9. Circle
10. Cogito Ergo Sum
11. Cogito Ergo Sum II
12. Cogito Ergo Sum III
13. World of the Damned
14. World of the Damned II
15.World of the Damned III
16. Infinite Infinity
17. Infinite Infinity II
19. The Day the World Went Away II
20. Humanity
21. Relativity
22. Insanity
23. Chemistry in Physics
24. Chemistry in Physics II
25. Chemistry in Physics III
26. Intersection
27. Los Hermanos
28. Los Hermanos II
Sedikit tambahan
[Coming Soon] 3141: The Dark Momentum akan dibukukan
Update buku + behind the scene naskah (yang sempet bikin sedih, wkwk)
Update buku (voting cover karena saya suka demokrasi)
Open PO Buku (Akhirnya yeeeee)
Diskon pembelian The Dark Momentum

18. The Day the World Went Away

1.4K 277 4
By A-Sanusi

Hari kesepuluh, dan kami masih berkelana di dunia yang luas ini.

Kami sudah mengunjungi beberapa kota, bahkan kami sudah melintasi beberapa negara seperti Australia. Namun, kami belum mendapatkan hasil yang memuasan, membuatku menduga bahwa pendahulu Aksa42 telah dipindahkan melintasi laut menuju pulau yang lain sehingga tak dapat kami jangkau.

Hampir saja aku merasa putus asa sampai melihat sebuah rumah yang tak terlalu megah berdiri di atas sebuah perbukitan.

Hipotesisku ketika pertama kali sampai ke dunia ini semuanya benar. Tidak hanya di kota Bandung saja, tetapi di kota-kota lain pun memiliki kemiripan seperti yang kuduga. Mereka tinggal di suatu tempat, mereka bekerja, kemudian pulang. Namun, satu hal yang membuatku penasaran adalah akan keberadaan anak-anak. Aku benar-benar tak dapat menemukan keberadaan sekumpulan anak kecil yang bermain sejauh mata memandang, membuatku yakin bahwa seluruh anak-anak di dunia memang dikumpulkan di suatu tempat sebelum mereka diizinkan keluar, seperti yang Aksa42 ceritakan.

Selain itu, kehidupan yang benar-benar sudah diatur membuatku yakin tak mungkin ada seseorang yang membangun rumah di sebuah bukit, kecuali orang itu adalah orang gila yang ingin keluar dari dunia yang gila ini.

Aku tak tahu cara mengemudikan mobil ini secara manual, begitu pula dengan Aksa42, memaksa kami menaiki bukit yang tidak terlalu tinggi untuk menggapai tempat itu. Selain itu, mobil ini tak dapat berkendara keluar jalur, koordinat yang kami pilih akan dipindahkan menuju koordinat terdekat yang memiliki akses untuk dilalui dengan mobil. Maksudnya, akses khusus seperti sebuah jalan.

Rumah itu cukup jauh dari pemukiman penduduk, juga dari bahu jalan yang melewati bukit. Bahkan, jika aku tak teliti, aku yakin akan melewatkan rumah itu, karena dari bahu jalan yang cukup jauh, rumah itu hanya terlihat seperti titik hitam kecil yang tidak berfungsi untuk apa-apa.

Kami berjalan sejauh dua kilometer, jarak yang terhitung sangat dekat bagiku karena aku sudah sering berjalan-jalan dengan jarak yang lebih memukau. Namun, sedikit berbeda dengan Aksa42, dia agak kewalahan, apalagi jalanan ini menanjak. Aku dapat mendengar napasnya yang tak beraturan selama perjalanan.

Perlu beberapa puluh menit hingga kami sampai ke tempat yang kami tuju. Dengan napas yang sedikit tersegal-sengal, kutekuk kedua lututku kemudian menitikan kedua lenganku pada masing-masing lutut yang tengah tertekuk, mengeluarkan sisa-sisa rasa letih yang sedikit mendera, begitu pula dengan Aksa42.

Rumah ini benar-benar rumah yang sangat biasa. Hanya ada sebuah pintu yang menghiasi dinding kayu. Selain itu, kayu-kayu yang terpampang pada sisi depan rumah ini benar-benar masih terlihat seperti kayu, tak ada tambahan apapun yang sengaja ditambahkan untuk membuat kesan estetika yang lebih.

Aku mengelilingi rumah yang bahkan luasnya tak sebesar ruangan apartemenku. Tak ada jendela, tak ada lampu, hanya sebuah rumah dengan pintu di dalamnya. Atapnya terbuat dari kayu yang juga dibiarkan alami, apa adanya. Aku tak melihat unsur keindahan di rumah ini. Selain itu, aku dapat melihat sebuah kebun yang tak begitu di belakang rumah ini dengan kumpulan

Apakah penghuni rumah ini hanya menggunakan rumah yang terletak jauh dari peradaban manusia untuk tinggal saja? Maksudku, tak adakah keinginan untuk menyombongkannya pada seseorang?

Aksa42 membuka pintu rumah ini, membuatku yang berada di belakangnya melihat keadaan dalam rumah secara seksama. Aku dapat melihat sebuah bayangan berdiri tepat di depan kami. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, mataku sedikit menyesuaikan keadaan, membuat bayangan itu tampak timbul dengan jelas, menghasilkan warna yang lebih bervariasi dibandingkan dengan warna hitam.

Bayangan itu membentuk sesosok manusia.

Aku bersiaga menggunakan pistol yang Aksa42 titipkan padaku. Ya, kurasa dia belum merasa nyaman untuk menggunakan benda ini biarpun dia adalah orang yang menciptakannya.

Aku menodongkan pistol itu ke arah bayangan yang masih belum timbul secara jelas.

Beberapa detik, tak ada pergerakan di antara kami.

Mataku semakin menyesuaikan.

Aku melihat pemandangan yang sedikit mengejutkan.

Seorang pria berumur dengan rambut yang sedikit berwarna abu-abu berdiri tepat di depanku. Wajahnya terbelalak melihat kami. Janggut tipis menghiasi wajahnya beserta jambang yang mengalir dari dagunya. Sejenak, aku tak dapat memercayai apa yang ada di depanku. Namun, mengingat seluruh kemustahilan yang terjadi di dunia ini, membuatku seolah terpaksa percaya akan apa yang ada di hadapan kami.

Aku melihat diriku yang telah menua.

Pria itu berjalan mendekati kami. Sekarang, aku mengerti akan arti yang tergurat pada wajahnya. Dia tidak terbelalak karena melihat dua orang asing yang seenaknya memasuki rumah ini tanpa mengetuk pintu. Namun, dia kaget karena melihat kami.

Mungkin lebih tepatnya dia kaget karena melihat Aksa42, karena aku belum pernah bertemu dengannnya sekalipun.

Pria itu kini berdiri tepat di hadapanku, memerhatikan pistol yang sedang kutodongkan pada dadanya. Kemudian tersenyum, mengeluarkan bentuk khas yang akan selalu kukenal karena senyuman itu juga sangat mirip dengan senyuman yang akan kutonjolkan.

"Pistol ini," katanya, sambil melihatku. "Ah, kau orangnya, bukan? Aku tak percaya kau akan ke sini."

Untuk sejenak, aku tak mengerti. Namun, pada akhirnya aku yakin bahwa dia pasti tertukar antara diriku dengan Aksa42. Ya, bukan hal yang mengejutkan, sih. Siapapun pasti dapat tertukar ketika melihat dua orang kembar di hadapannya, kan? Apalagi aku menggenggam pistol milik Aksa42, wajar saja jika dia salah mengira.

Aku menurunkan todonganku, menyimpan kedua lenganku ke tempat yang seharusnya. Kemudian menggeleng, memberitahu pria tua itu bahwa dia salah orang.

"Dia orangnya," kataku, seraya menunjuk pada Aksa42 dengan jempolku, membuat pria itu membalikan badannya, mengetahui bahwa orang yang dimaksudnya baru saja dilewati.

"Ah, maaf. Aku tak dapat membedakan kalian."

"Ya, itu wajar, kan?"

Aksa42 dan pria tua itu saling menatap, memberikan gambaran seolah mereka adalah adik kakak yang telah lama tak bertemu. Pria tua itu mengulurkan lengannya, memberikan tindakan kesopanan sebagai pengganti ucapan selamat datang, membuat Aksa42 membalas uluran itu dan membuat mereka saling berjabat tangan.

Pria itu tahu mengenai pistol ini. Artinya, kami menemukan orang yang tepat.

Aku tak dapat memercayai hal ini, orang ini benar-benar kami temukan dalam probabilitas yang hampir nol hanya dalam sepuluh hari. Ya, biarpun tempat tinggalnya sedikit menarik perhatian, sih. Padahal aku dan Aksa42 sampai mengunjungi Australia untuk mengejarnya, ternyata dia berada di sisi timur Indonesia, tinggal di perbukitan dengan rumput luas yang menghampar pada permukaan.

Tempat tinggal yang Aksa42 inginkan.

"Jadi, siapa orang yang kau bawa ini?" pria tua itu bertanya. Namun, aku yakin pertanyaannya itu tidak ditujukan pada diriku, melainkan Aksa42.

"Namanya Aksara, dia yang membantuku untuk sampai ke sini."

Pria tua itu terkejut.

"Aksara?"

Dia menatapku dengan tajam, membuatku hanya tersenyum kecil melihat keterkejutannya. Wajah yang ditampilkannya hampir sama dengan yang ditampilkan Aksa42 ketika aku memberitahu namaku. Tentu saja, sebab di dunia ini tak mengenal penamaan secara manusiawi.

"Kau mungkin tak akan memercayainya, tapi dia tak berasal dari dunia ini."

Pria tua itu semakin terkejut. Matanya menilik diriku, seolah-olah aku adalah barang dagangan baru yang perlu diperhatikan kualitasnya, membuatku hanya tersenyum semakin lebar sambil melipat kedua bibirku.

"Kau berhasil melakukan perjalanan lintas dimensi?"

"Tidak sepenuhnya benar. Tapi, ya, bisa dibilang begitu." Kukantongi pistol yang tadi menarik perhatian pria itu.

Aku sendiri masih tidak terlalu nyaman ketika mendengar pernyataan bahwa aku berhasil melakukan perjalanan lintas dimensi, karena ketidaksengajaanlah yang melemparku ke tempat ini.

"Benarkah?" Pria itu mengerutkan keningnya, menandakan ketidakpercayaan. Sekali lagi, aku tak mempermasalahkan hal itu. Sebab, jika hal itu tak dipertanyakan, malah aku sendiri yang akan merasa kebingungan akan penerimaan pria itu yang begitu cepat.

"Aku ada di sini, kan?" jawabku dengan lantang, membuat pria itu terdiam beberapa saat.

Pria itu berdecak kagum. Bahkan, suara decakannya benar-benar terdengar mirip dengan suara yang kuhasilkan. Apakah ketika umurku sudah menginjak lima puluh atau enam puluh tahun aku akan terlihat seperti pria ini? Sedikit lebih kurus dari diriku sekarang, guratan keriput mulai muncul pada wajahnya serta rambutnya yang mulai beruban membuat kesan yang sedikit eksotis karena menimbulkan warna abu-abu di sisi kanan dan kiri rambutnya.

Pria tua itu kembali berbalik, membelakangiku dan menatap Aksa42 seraya bertanya, "Bagaimana kalian menemukan tempat ini?"

Namun, kecepatan menjawabku yang luar biasa mengalahkan Aksa42. Dengan tidak sopan, aku menyela jawaban yang seharusnya Aksa42 berikan.

"Rumahmu terlihat dari jalanan. Kurasa tak ada seorangpun yang tidak akan menyadari ada sebuah rumah aneh yang dibangun di atas bukit ini."

Pria tua itu membalikan badannya.

"Sudah lima tahun aku tinggal di sini, tak ada siapapun yang menyadari jika ada seorang pria tua tinggal di tempat ini."

"Kalau begitu, orang-orang yang pernah melewati tempat ini dan tak menyadari tempat ini adalah orang-orang bodoh."

Pria tua itu tertawa kecil mendengar pernyataanku.

"Kau benar-benar seperti dia. Menjawab pertanyaan secara cerdas."

Kunaikan sebelah alisku. "Dia?"

Namun, dalam sekejap, pria tua itu menunjuk Aksa42, memberitahuku bahwa yang ia maksudkan adalah Aksa42. Ah, aku tidak terlalu terkejut.

"Kalian sudah melakukan perjalanan jauh, kan? Istirahatlah dulu, biarkan aku membuat makanan untuk kalian."

Aku hampir saja menuju pojok ruangan sebelum akhirnya menyadari interior rumah yang tidak terlalu mewah ini. Tak ada perabotan khusus. Bukan, bukan tak ada perabotan khusus. Bahkan, tak ada benda apapun di dalam rumah yang seukuran kamar tidur Aksa42. Lantai yang beralaskan kayu dapat terlihat jelas olehku karena ruangan yang tidak terlalu megah ini tak berisi apapun.

Benar-benar seperti ruangan kosong.

Bahkan, tak ada pemasak otomatis. Membuatku penasaran, bagaimana cara pria tua itu membuat makanan? Apakah caranya sama sepertiku dan Aksa42? Mengunjungi rumah orang secara sembarangan, kemudian menggunakan pemasak otomatis mereka?

Pria tua itu hampir saja membuka pintu rumahnya, sebelum akhirnya aku bertanya, "Kau hendak ke mana?"

Lengannya terhenti tepat ketika ia memegang daun pintu, membuatnya terpaksa menjawab pertanyaanku.

"Memasak. Sudah kukatakan, kan?"

"Secara manual?"

Ya, seperti yang kukatakan, di duniaku pemasak otomatis belumlah menjadi hal yang lumrah. Walaupun aku sempat berpikir bahwa pria tua itu akan mengunjungi rumah seseorang dengan tidak sopan dan menggunakan pemasaknya, tapi kurasa hal itu bukanlah suatu hal yang wajar dilakukan oleh seorang pria berumur sekitar lima puluhan yang tinggal sendirian di tempat ini.

Namun, pada akhirnya pria itu menjawab, "ya."

Tebakanku tidak meleset lagi.

"Apakah aku boleh ikut?"

Untuk sejenak, pria tua itu terlihat sedikit bimbang. Bola matanya berputar untuk beberapa detik. Namun, seolah menyerah, pada akhirnya ia hanya menjawab, "ya, tentu."

Aku tersenyum gembira, kemudian memandang Aksa42 yang tengah berdiri mematung layaknya sebuah pajangan di tengah kota.

"Kau juga ingin ikut?"

Aksa42 menggeleng.

"Kurasa aku akan berjalan-jalan sebentar menikmati keindahan alam di sekitar sini."

Ah, aku baru ingat jika Aksa42 masih belum bisa melepaskan kekagumannya pada keindahan alam. Aku yakin, sepuluh hari dalam perjalanan dan sengaja berhenti beberapa saat sekadar untuk melihat sungai yang mengalir tak akan cukup padanya, apalagi mengganti hampir tiga puluh tahun hidupnya yang tak pernah merasakan kebebasan.

Pria tua itu tidak terlalu peduli dengan percakapan kami. Dia segera keluar begitu Aksa42 menyatakan bahwa dirinya tak akan ikut, membuatku dengan cepat mengikuti pergerakan pria tua itu sebelum ia menghilang.

Kami berjalan dengan nada yang seirama, menuju belakang rumah. Tepatnya sekumpulan pohon yang menjulang tinggi.

Apakah itu hutan?

Aku hampir tak pernah melihat hutan yang berdiri di atas bukit di samping padang rumput yang luas.

"Jadi, namamu benar-benar Aksara, ya?" pria tua itu bertanya di sela-sela langkah kami. Pertanyaan yang persis sama seperti yang Aksa42 tanyakan padaku sebelumnya.

"Ya."

"Kau bukan mata-mata federasi perdamaian dunia, kan?"

Jujur, pertanyaan itu benar-benar membuatku terkejut.

"Tentu saja tidak. Kenapa kau bisa mencurigaiku seperti itu?"

Pria tua itu tak memberikan alasan. Dia terus berjalan di depanku.

"Hei, Pak." Aku mencoba mendapatkan jawaban darinya, tapi usahaku itu tidaklah efektif. Pria tua itu masih terus berjalan.

Kami berjalan di antara pepohonan yang tinggi.

Sunyi.

Uh, suasana ini benar-benar membuatku canggung.

Sebenarnya, bisa saja aku menghantam kepalanya, membuatnya jatuh terguling kemudian menduduki tubuhnya yang tak berdaya, memaksanya menjawab pertanyaanku. Namun, itu bukanlah pilihan yang tepat, kan?

"Jadi, kenapa kau begitu menaruh kepercayaan pada dia?" Aku mencoba mencairkan suasana yang utamanya sih supaya diriku tak merasa begitu canggung untuk berjalan bersama orang asing yang baru kukenal. Diriku yang sudah menua.

"Dia?"

"Kau tahu orang yang kumaksud, kan?"

Sekali lagi, pria tua itu tak menjawab pertanyaanku.

Aku menghela napas. Baiklah, ini menyebalkan, apakah di usia senjaku nanti aku akan memiliki sikap yang sama seperti pria ini?

Namun, baru beberapa saat aku memikirkan hal itu, pria tua ini menghentikan langkahnya, membuatku hampir menabraknya. Untungnya, refleksku yang cukup baik berhasil menghindari kejadian itu.

Pria tua itu berbalik.

"Bersumpahlah jika kau bukan mata-mata federasi perdamaian dunia."

Apakah pria tua itu benar-benar paranoid?

"Jika aku mata-mata federasi perdamaian dunia, dan kau adalah targetku, maka aku pasti sudah menculikmu, kan?" argumenku, mencoba meyakinkannya.

Pria tua itu masih belum berkata apa-apa.

"Kau tidak menyukai federasi perdamaian dunia, ya? Artinya, setidaknya kau pernah melihat sesuatu atau mengalami sesuatu yang membuatmu tak menyukainya. Jangan katakan kau pernah mengunjungi sebuah rumah sakit atau semacamnya."

Pria tua itu mengubah mimik wajahnya, menjadi lebih lunak dari sebelumnya. Ada sesuatu mengenai kata 'rumah sakit' itu, membuatku yakin bahwa dia memang pernah mengunjungi tempat itu.

"Jangan bilang kau juga mengetahui bagaimana 'dia' diciptakan."

Akhirnya, pria tua itu menghela napas, menyemburkan udara hangat dari hidungnya sebelum akhirnya berkata, "Tidak hanya dia, tapi aku juga."

Ya, pria tua ini tinggal di dunia ini, aku tak dapat menyangkal dan menganggap dia berbohong.

Kurasa pertanyaanku mengenai apa yang akan Aksa42 rasakan ketika mengetahui bagaimana dirinya diciptakan sedikit terjawab.

Aku dapat melihat rasa takut, marah, kecewa, dan sedih timbul pada wajah pria ini.

Continue Reading

You'll Also Like

26.8K 2.2K 23
Tragedi terjadi. Ia keturunan yang tersisa. Dan bersamanya lah ia mampu melewatinya. Namun apa yang terjadi kalau dia mengenal seseorang yang baru h...
51.7K 294 22
π˜Ύπ™€π™π™„π™π˜Ό π™ˆπ™€π™‰π™‚π˜Όπ™‰π˜Ώπ™π™‰π™‚ π™π™‰π™Žπ™π™ 18+, π˜Ώπ˜Όπ™‰ 21+, π˜½π™Šπ˜Ύπ™„π™‡ π˜Ώπ™„ π™‡π˜Όπ™π˜Όπ™‰π™‚ π™ˆπ˜Όπ™ˆπ™‹π™„π™!!! πŸ”žπŸ”žπŸ”ž menceritakan seorang pria bernama A...
E37B By dell

Mystery / Thriller

46.4K 3.8K 31
⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. ...
110K 9.6K 9
Pemenang THE WATTYS 2016 kategori #CeritaUnik Untuk setiap kejujuran yang ada, dan kebohongan yang disusul penyesalan. Cover by: @marchvee -hak cipta...