3141 : The Dark Momentum [Sel...

By A-Sanusi

64.6K 9.9K 681

[Sci-fi/Mystery/Thriller] 3141, tahun di mana akan tercatat sejarah perubahan dunia. Sebuah alat teleportasi... More

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Quantum
3. Quantum II
4. Glitch
5. Good Night
6. Perfect World
7. Perfect World II
8. Perfect World III
9. Circle
10. Cogito Ergo Sum
11. Cogito Ergo Sum II
12. Cogito Ergo Sum III
13. World of the Damned
14. World of the Damned II
15.World of the Damned III
16. Infinite Infinity
18. The Day the World Went Away
19. The Day the World Went Away II
20. Humanity
21. Relativity
22. Insanity
23. Chemistry in Physics
24. Chemistry in Physics II
25. Chemistry in Physics III
26. Intersection
27. Los Hermanos
28. Los Hermanos II
Sedikit tambahan
[Coming Soon] 3141: The Dark Momentum akan dibukukan
Update buku + behind the scene naskah (yang sempet bikin sedih, wkwk)
Update buku (voting cover karena saya suka demokrasi)
Open PO Buku (Akhirnya yeeeee)
Diskon pembelian The Dark Momentum

17. Infinite Infinity II

1.4K 254 22
By A-Sanusi

Aku selalu bersyukur karena koordinat yang kami pilih selalu menempati jalanan lurus panjang tak berkelok juga tak berbukit. Jika tidak, dapat kupastikan refleksku yang tak cepat akan membuat orang-orang yang mengejarku membuka pintu mobil ini, kemudian menarik tubuhku keluar, melemparkanku, kemudian membuatku pingsan dengan sebuah alat yang mengerikan hingga aku tak berdaya.

Telah terhitung dalam otakku, empat kali kejadian yang sama terus berulang, meyakinkanku bahwa ada sesuatu yang tak beres. Maksudku, bagaimana mungkin mereka bisa mengejar kami ke koordinat yang sesuai? Bahkan, terlalu tepat.

Jadi, dengan ketaksopananku, aku memutuskan untuk memeriksa keadaan mobil, mendapati sebuah alat pelacak yang tertempel pada badan mobil, disamarkan secara biologis sehingga warnanya akan berubah sesuai dengan warna tubuh inangnya, seperti seekor bunglon.

Sekali lagi, aku merasa bersyukur karena pilihan yang kulakukan itu tampaknya tepat.

Akhirnya, kami melanjutkan perjalanan dan berhenti pada lokasi yang sama ketika orang-orang itu hampir berhasil menangkap kami, lokasi Aksa42 tertidur. Bedanya, suasana pagi ini tidak memberikan kegelapan yang dingin. Kesegaran di pagi hari seolah membuat otakku merasa sejuk, melupakan malam di mana aku tak tertidur sama sekali.

Aku kembali pada posisi yang sama, memandangi kota metropolitan yang terpampang jelas di depanku tanpa kelap-kelip cahaya lampu. Suasana di tempat ini tidak begitu berubah. Aku dapat merasakan semilir angin yang sejuk menerpa helaian rambut. Aroma rerumputan yang menyegarkan menusuk hidungku, menstimulasi otakku untuk merasa tenang. Awan-awan bergerak di permukaan langit bumi, melayang dan bebas. Suasana yang benar-benar tak ingin kulepaskan.

Suasana alam ini benar-benar membuatku tenang.

Aksa42 melakukan hal yang sama denganku, bersandar pada pintu mobil yang tertutup sambil memasukan kedua lengannya ke dalam saku. Untuk sekilas, aku dapat melihat raut wajahnya yang tenang. Pandangannya menajam, melihat keindahan alam yang terpapar di depan matanya.

Kurasa kami sudah terpaku selama dua puluh menit. Jika mereka benar-benar tak mengikuti kami lagi, artinya alat itu memang benar-benar alat pelacak.

"Ini pertama kalinya aku benar-benar keluar dari kota itu." Aksa42 mengadahkan kepalanya, menatap langit yang tergantung, kemudian tersenyum. "Maksudku, benar-benar keluar dengan bebas."

Aku mengerti akan hal itu. Menjadi seseorang yang terkekang bukanlah kehidupan yang menyenangkan. Dia pasti benar-benar merasa bahagia karena dapat keluar dari rutinitas yang menyebalkan. Guratan pada wajahnya benar-benar menampakan kesan yang begitu mendalam. Tak ada beban, tak ada ketakutan, yang ada hanyalah kebahagiaan.

Sejenak aku berpikir, apakah aku harus menceritakan apa yang kulihat di dalam rumah sakit itu? Biarpun Aksa42 mengunjunginya, tapi kurasa dia belum mendapatkan penemuan yang mengejutkan itu. Jika aku menjadi dirinya dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, aku pasti akan terguncang dengan hebat dan akan memikirkan hal itu sepanjang hari. Ah, tapi mungkin aja tidak dengannya karena dia tak tahu bahwa manusia itu seharusnya tidaklah diciptakan, melainkan dilahirkan.

Aku hampir saja memberitahunya. Mulutku telah terbuka, namun pada akhirnya aku tak mengeluarkan sepatah katapun. Aku tak dapat mengulang kesalahan untuk kedua kalinya. Aku tak dapat menghancurkan harapan hidup seseorang dan kembali menyesalinya. Hanya orang bodoh yang mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya, kan?

Amelia, kekasihku semenjak aku duduk di bangku kuliah, meninggal karena kesalahan yang kuperbuat. Dan sampai sekarang aku tak dapat memaafkan diriku.

Kututup mulutku, membiarkan keheningan menimpa suasana yang indah ini. Kembali berfokus pada keindahan alam yang memukau.

"Apakah di duniamu ada pemandangan seperti ini?" Aksa42 bertanya, memecah keheningan yang tengah melanda, membuatku kembali menoleh padanya dan menyadari bahwa senyumannya belum juga hilang.

"Ya, tentu."

"Kurasa aku bisa tinggal di sini selamanya." Aksa42 menghentikan sandarannya, berjalan ke sisi mobil dan menatap hamparan rumput yang luas di balik cakrawala biru, membuatku ikut penasaran dan berbalik, melihat suasana menenangkan yang tak kalah memesona. Hamparan rumput yang luas dengan gurauan angin yang menggoyangkan rerumputan.

Aku mengangguk pelan, tak sadar melakukan hal itu.

"Kau tahu betapa inginnya aku keluar dari rutinitas mengesalkan itu?"

Aku tak menjawab pertanyaannya. Kubiarkan ia mengoceh selama ia mau tanpa menahannya. Tentu saja, bukankah akan sangat jahat jika aku menghentikan kebahagiaan seseorang secara tiba-tiba?

"Aku benar-benar melakukannya." Ia tersenyum.

"Terkadang kau harus benar-benar memaksa dirimu untuk keluar dari kebiasaan," kataku, menabrak penghalang pikiran yang padahal kubuat sendiri. Aku tak kuat untuk mengomentari. "Kau manusia, bukan robot yang diciptakan untuk ... memusnahkan manusia."

Aku berdeham.

Uh, lidahku benar-benar merasa tak nyaman. Ingin sekali kukeluarkan seluruh ludah yang menimpanya, meralat kata-kata itu. Tidak, aku tidak mengatakan bahwa Aksa42 bukanlah manusia, hanya saja ia didesain mirip dengan sesuatu yang bukanlah manusia.

Kehidupan di dunia ini benar-benar sudah diatur. Bagaimana mereka bisa maju?

Tunggu. Kehidupan manusia di dunia ini benar-benar diatur. Secara teknis, aku akan menganggap mereka sebagai manusia. Mereka memiliki hati, dapat berkeringat, berkomunikasi dengan wajar, dan berbagai hal normal lainnya. Bedanya, kehidupan mereka hanya diatur, membuat mereka menjadi manusia yang semu. Namun, diatur oleh siapa? Apakah orang itu semacam seorang bos dalam permainan rpg?

"Kurasa kita harus menuju sebuah kota." Aku menjadi seorang perusak suasana, menghilangkan senyum dari wajahnya yang masih menikmati suasana ini. Namun, dengan tidak memedulikannya, aku segera menuju bangku kemudi yang bukanlah bangku kemudi sebenarnya karena aku tak akan benar-benar mengemudi.

Aksa42 mengikuti, memilih untuk tidak ditinggalkan oleh diriku. Aku dapat melihat wajah kesalnya padaku, karena wajah itu juga merupakan wajahku yang akan selalu kutampilkan seandainya ketika kuliah dulu aku merasa tak dapat mengerjakan satu butir soal dalam ujian semester untuk lulus dalam mata kuliah itu. Untunglah, aku tidak pernah mendapatkan nilai b seumur hidupku.

Kutempelkan jari telunjukku pada monitor yang tertera di depanku, menggeserkannya ke arah kanan sejauh sepuluh derajat menuju timur, jarak yang cukup jauh tapi aku yakin dapat ditempuh dalam beberapa menit dengan kecepatan yang luar biasa.

Aku mulai terbiasa akan kecepatan mobil ini. Aku tak perlu merasa keheranan lagi dengan perubahan wujud benda di sisi kiri dan kananku karena kecepatan benda itu.

"Apakah kita akan langsung mencari pendahuluku?"

Aku menggeleng.

"Lalu?"

"Tentu saja hal terpenting yang harus kita lakukan."

Dia melihatku dengan serius, tapi aku tertawa.

"Makan," kataku, lebih meledakan tawaku.

"Kau benar-benar senang bercanda, ya?" Aksa42 meninju bahuku pelan. Ah, dia sudah sedikit mengikuti kebiasaanku.

"Ya, kau sudah mengenalku sejak lama, kan?"

"Jadi, kita akan kembali ke rumahku?"

Aku menatapnya tajam.

"Ya ampun, tentu saja tidak." Aku menertawakan kebodohannya, kemudian melanjutkan, "Kalau duniamu ini adalah duniaku, sudah pasti aku akan mengunjungi banyak rumah."

"Maksudmu?"

"Kita bisa memasuki rumah orang-orang semau kita, kan?"

Dia tak terlalu menyukai perkataanku. Wajahnya tetap terlihat kebingungan, sebelum akhirnya ia menyadari bahwa kita memang benar-benar bisa memasuki rumah orang sesukanya.

Salah sendiri di dunia ini tak mengenal kunci.

===

Tentu saja manusia bisa berubah.

Lelaki itu selalu menekankan hal yang sama berulang-ulang setiap hari. Wajah kosongnya menyembul dari balik hujan. Jas hujan yang dikenakannya seolah tidak cukup kuat untuk menahan dingin.

Lelaki itu menatap batu nisan yang terpajang di depan wajahnya. Tatapannya masih kosong tanpa ekspresi. Lelaki tak tahu harus memberikan gambaran seperti apa di wajahnya. Apakah lelaki itu harus marah? Apakah lelaki itu harus sedih?

Tanpa sadar, lelaki itu menitikan air mata, bercampur dengan air hujan yang terjatuh seiring berjalannya waktu, membiarkan air matanya bersembunyi di balik serangan-serangan hujan yang tengah melanda.

Dengan lirih, lelaki itu terus berucap, "Maafkan aku."

Hingga akhirnya dia meninggalkan batu tak berucap itu.

===

Aksa42 tak pernah merasa lebih hidup dibanding dengan dirinya sekarang ini. Ia tak pernah memasuki rumah orang secara sembarangan, ia tak pernah berkendara di malam hari atau di siang hari, ia tak pernah mangkir dari pekerjaannya, dan sekarang ia benar-benar melakukannya dalam satu waktu.

Aku tak dapat menyalahkannya karena itu adalah hal yang manusiawi, bukan?

Kurasa sudah empat puluh jam kami berkendara, mengunjungi berbagai tempat yang bahkan tak pernah kukenali di duniaku. Namun, Aksa42 tampaknya benar-benar tidak merasa masalah akan hal itu. Setiap hari, aku dapat melihat wajahnya tersenyum, memandangi pemandangan menakjubkan yang berada di sekitarnya, seperti seorang anak kecil yang benar-benar baru saja keluar dari rumah ibu tiri yang kejam.

Aku jadi penasaran, apakah duplikat-duplikatku yang lain juga memikirkan hal yang sama? Apakah mereka juga ingin keluar dari rutinitasnya dan berkendara secara sembarangan di malam hari?

"Ini akan memakan banyak waktu," kataku, memulai pembicaraan di kecepatan yang super ini. "Kita harus mengecilkan target pencarian."

"Bagaimana caranya?"

"Entahlah, menggunakan probabilitas, mungkin?"

Aksa42 menggertakan giginya. Namun, diakhiri dengan ketidaktahuannya. Ia mengangkat bahunya yang lebar setinggi mungkin.

"Apakah dia tak pernah memberitahumu tentang ke mana dirinya akan pergi atau semacam itu? Seperti pergi ke Canberra atau London."

"Dia pernah berkata bahwa dia ingin keluar dari dunia ini."

"Tak mungkin dia pergi ke dunia lain, kan?"

"Aku tidak tahu."

Aku meneguk ludahku.

Uh, tidak mungkin juga dia ingin bunuh diri, kan?

Berusaha untuk menghilangkan pikiran itu, akhirnya aku mencoba menggali informasi yang lain.

"Bagaimana dengan dirimu sebelum dipindahkan ke kota Bandung, apakah tak ada yang menyangkut dalam pikiranmu di mana tempat itu berada?"

Aksa42 menggeleng.

"Ketika kau dipindahkan, mereka tak menutup matamu dengan kain, kan?"

"Tentu saja tidak."

"Kau bisa mengingat kejadian itu? Ciri-ciri tempatnya saja. Jika wilayah geografis di dunia ini sama dengan yang ada di duniaku, setidaknya aku mengetahui satu atau dua tempat."

Aksa42 mengetukkan jemarinya pada paha yang tengah tersimpan di atas kursi, suaranya menimbulkan nada khas seperti alunan lagu. Ia seperti berpikir sangat keras berusaha mengingat tempat yang menjadi masa kecilnya itu.

"Aku tidak terlalu yakin, tapi kurasa gedung itu dikelilingi oleh air."

"Di tengah laut?"

"Mungkin."

Baiklah, artinya mustahil mengunjungi tempat itu dengan mobil ini, kecuali aku ingin bunuh diri dengan menenggelamkan diriku.

Tunggu dulu. Jika memang tempat itu terisolasi, berada di tengah pulau yang dikelilingi oleh lautan, kenapa tabung-tabung berisi makhluk kecil yang ada di rumah sakit itu berada di luar pulau?

Kenapa mereka memindahkan bayi-bayi itu menuju tempat yang antah berantah?

Bagaimana jika sebenarnya ingatan Aksa42 belum sepenuhnya benar? Bagaimana jika sebenarnya dia tak mengingat apapun sejak umur nol hingga dua tahun? Mungkin saja, kan?

Uh, semua kerumitan ini benar-benar kesal. Sebenarnya siapa yang pertama melakukan hal gila semacam itu di dunia ini? Dan untuk apa? Apakah dunia yang ideal menurut orang itu benar-benar seperti ini? Gila, ini bahkan sudah diluar kemanusiaan. Menciptakan manusia, mengatur seluruh hidup mereka, membiarkan mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, bukankah itu sebuah kegilaan?

"Baiklah. Jadi, intinya kita harus mengelilingi seluruh dunia untuk menemukan pendahulumu itu. Benar-benar seluruh dunia tanpa ada satu jejakpun yang terlewat."

"Mengelilingi seluruh dunia? Bukankah itu terdengar bagus?"

Terdengar bagus, dia bilang?

Continue Reading

You'll Also Like

403K 32.4K 27
Louis on Marsha: "Dia adalah jalang belia yang suka meracau. Aku benci caranya membantah dan mengataiku. Aku ingin dia mati." Liam on Marsha: "Gadi...
4.2K 665 32
Hanya perlu tiga hal saja bagiku untuk dapat membaca pikiranmu, memindahkan isi hatiku, atau membawa diriku sendiri ke manapun aku mau. Hanya perlu...
12.6K 662 17
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...
Hertz ✓ By Fai

Science Fiction

106K 18.3K 58
Book Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita...