Emily's Lover

By womaninparadise

811K 52.7K 1.3K

This is a story about Teddy and his first love. Sekuel dari Relationship. Berlatar cerita di California, di m... More

1. A Girl Named Emily
2. Jealous With Raspberry Color
3. A Guide to Fall in Love with Emily
4. Goddamn Virgin
5. Pillow Talk
6. Imaginary Stupid Thoughts
7. Blow Yours
8. Nightmare and Family
9. Melancholic Drunker
10. Politician's Daughter and Psycopath's Sister
11. Sexy Guy in My Flat
12. Clumsy Proper Date
13. Lets Live Together
14. Failed Seduction
15. Hot and Cold
16. Sudden News from Dictactor
17. Let's Settle the Undone Business
18. One Best Night
19. Separate Ways
20. The Engagement
21. My Future Is You, Emily
22. at Best Friend's Apartment
23. Meet the Parent
25. Temptation Settlement
26. Debate-in-law
27. Your Blessings
28. Finally Ever After
Epilogue
Short Story - Five Years Later...

24. Two Most Beloved Women

17K 1.4K 56
By womaninparadise

"Why should I stay in guest room?"

Teddy mendesah.

Emilynya biasa jarang memberikan pertanyaan kepadanya. Tapi hari ini Emily memberikan terlalu banyak pertanyaan, dan semua pertanyaan yang dilontarkannya terlalu sulit untuk dijawab, terutama karena pertanyaan itu diberikan Emily di depan kedua orangtuanya.

Teddy belum menjawab. Atau lebih tepatnya dia tidak tahu bagaimana dia harus menjawab, apalagi Mamanya bereaksi lebih dulu saat mendengar jawaban Emily.

"Apa maksudnya?" Tanya Mama Thania bingung, "Memang udah seharusnya Kamu tidur di kamar tamu. Memangnya dimana kamu mau tidur selain di sana?"

Emily menunjukkan ekspresi tidak suka terang-terangan yang membuat Teddy mengepalkan tangannya gemas. Seharusnya gadis itu sadar tentang situasi mereka sekarang dan orang yang sedang diberikan tatapan tidak sukanya adalah orang tua Teddy. Kenapa gadis itu tidak bisa sedikit saja berpura-pura menghormati orang tuanya.

"Aku mau tidur di kamar kamu, Ted," kata Emily mengindahkan kata-kata Mama Thania, yang membuat wanita paruh baya itu melotot kepada putranya.

Teddy hanya bisa mengusap wajahnya pasrah. Pernyataan gamblang gadis itu tentu saja sudah bisa membuat kedua orang tua Teddy menduga seberapa intim hubungan Emily dan dirinya. Dan ini akan membuat segalanya menjadi semakin canggung.

"Dia cuma bercanda," kata Teddy cepat mencari alasan setelah melihat Mamanya yang hendak melontarkan komentar tidak terimanya.

Teddy kemudian memandang Emily, berusaha memberi kode untuk membuat gadis itu terdiam supaya memahami situasi mereka saat ini dan menuruti perkataannya, sambil dia melanjutkan berbicara kepada Mamanya dengan pandangan yang belum teralihkan dari gadis itu, "Emily memang suka bercanda sewaktu di sana dengan bilang mau tinggal di kamar aku, tapi Teddy kan tidur di dorm, Ma, jadi nggak mungkin kita tidur bareng."

Wajah Emily memerah. Teddy tahu gadis itu pasti sedang marah sambil menahan rasa malu.

"Bercanda juga harus tahu tempat. Masa bercanda di saat seperti ini," Mama Thania menggerutu dengan volume yang cukup untuk bisa didengar siapapun di ruangan itu.

Dan wajah Emily semakin merah.

"Aku antar Emily ke kamar tamu dulu, Ma, Pa," Teddy buru-buru menarik Emily pergi dari sana, menyelamatkan Emily sekaligus dirinya sendiri. Karena dialah yang akan menjadi korban pelampiasan kekesalan Emily.

***

"Morning, Ems." Teddy mencuri kecup pipi gadis itu setelah memastikan hanya mereka berdua yang sedang berada di dapur rumahnya.

Sementara Emily hanya membalas dengan tatapan yang menyatakan rasa kesalnya yang belum hilang sejak semalam, sejak Teddy tetap memaksanya tidur di kamar tamu rumah lelaki itu. Sendirian. Wajah Emily masih sekusut rambut bangun tidurnya, dan lingkaran gelap di bawah matanya terlihat jelas. Sepertinya yang dikatakan gadis itu bahwa dia tidak bisa tidur tanpa Teddy di sampingnya bukan sekedar mengada-ada. Emily benar-benar kelihatan kurang tidur. Dan itu membuat Teddy terenyuh sekaligus merasa bersalah. Tapi memang apa yang bisa dilakukannya saat ini.

"Kamu bisa tidur semalam?" Tanya Teddy retoris walau semuanya sudah tergambar jelas di wajah Emily.

"Don't talk to me!" Ancam Emily dengan nada kesal. Dia memutar badannya menjauhi Teddy.

Teddy menahan pinggang gadis itu, sambil sekali lagi memastikan tidak ada siapa-siapa yang mengawasi mereka.

"Come on, Ems," Teddy mendekatkan wajahnya pada tengkuk gadis itu. Dia berbisik sekaligus mengendus aroma tubuh Emily yang dirindukannya. Tangannya merangkul pinggang Emily agar tidak menjauh darinya, "Kamu tahu kenapa kita nggak bisa tidur bareng semalem. Jangan buat aku berada di posisi yang sulit, Ems. Kita butuh bantuan Papa dan Mamaku, kamu tahu itu."

Emily menghentikan penolakannya atas pelukan Teddy walau wajahnya masih merenggut dan nada suaranya masih merajuk, "Aku nggak suka Mama kamu."

Seharusnya Teddy kecewa. Tapi dia terlalu mengenal Emily, oleh sebabnya dia hanya tertawa mendengus, "Aku malah heran kalau ada orang yang kamu suka. Di dunia kamu itu cuma ada orang yang kamu benci dan orang yang kamu nggak suka. Dan aku cukup berterima kasih Mamaku bukan menjadi orang yang kamu benci."

"Di duniaku cuma ada orang yang aku benci, orang yang aku nggak suka dan kamu." Koreksi Emily.

Teddy terdiam, sebelum kembali melayangkan kecupannya, kali ini di tengkuk gadis itu dan beberapa kali. Dia menyesal sudah memutuskan untuk memeluk dan berbicara berdua saja dengan Emily sepagi ini, serta membuat tubuhnya bereaksi terlalu cepat akibat Emily. Kalau saat ini mereka sedang berada di apartemen mereka, Teddy pasti sudah akan membawanya ke kamar saat ini juga.

"Mau sarapan apa?" Tanya Teddy berusaha mengalihkan perhatiannya sendiri, "Raspberry milk?" Usul Teddy sambil membuka kulkas dan mengambil susu serta selai raspberry.

Emily menyodorkan tangan untuk menerima selai raspberry. Dia membuka tutup botol dan menyelupkan jari ke dalam botol sebelum memasukkan ke dalam mulutnya.

Dan lagi-lagi Teddy menyesal telah menyarankan sesuatu yang malah membuatnya semakin bergairah. Atau memang hanya karena apapun yang dilakukan Emily tetap akan membuatnya bergairah.

"Ehem," suara berdeham yang tiba-tiba membuat Teddy refleks menjauhkan tubuhnya sedikit dari Emily. Apalagi Teddy menyadari siapa pemilik suara itu.

"Kalian lagi ngapain?" Tanya Mama Thania dengan pandangan tidak sukanya berpindah dari Teddy kepada Emily.

"Sarapan, Mam," jawab Teddy memamerkan gigi berusaha menghilangkan kecanggungannya. "Aku buat sarapan buat Emily," sebelum buru-buru menambahkan lagi, "Aku juga buatin Mama dan Papa sarapan."

"Kamu?" Mama Thania memandang sangsi, "kenapa bukan pacar kamu yang siapin sarapan buat kamu dan malah sebaliknya."

"Dan kenapa harus sebaliknya?" Emily melipat kedua lengan di depan tubuhnya. Dan Teddy merasa mendengar alarm tanda bahaya.

"Ya karena harusnya perempuan yang menyiapkan makanan untuk lelaki." Kata Mama tidak mau kalah.

"Sarapan nggak harus disiapkan oleh perempuan untuk laki-laki.."

"Aku kan mau nunjukkin hasil belajar aku selama di California ke Mama sama Papa. Memangnya Mama nggak mau coba masakan buatan aku?" Teddy berusaha mengutarakan ide terbaik yang terpikirkan olehnya dengan menyela kalimat ketus Emily.

Dan sepertinya cukup berhasil. Karena Mama Thania mengangguk walau dengan ekspresi yang belum puas dan Emily terdiam walau kedua lengannya masih terlipat rapat di depan dadanya.

Teddy pecinta kedamaian. Dia tidak pernah memulai percekcokan seberapa mengesalkan pun kondisinya. Dia selalu akan berusaha menjadi pihak yang mengalah untuk tidak memperpanjang masalah. Namun kini keadaannya berbeda.

Dan sepertinya mulai saat ini Teddy harus terbiasa dengan kondisi ini. Kondisi dimana dia harus terjepit di antara kekeraskepalaan kedua orang wanita yang paling disayanginya. Tanpa salah satunya yang mau mengalah.

Dan Teddy salah besar karena mengira baik Mamanya maupun Emily akan berhenti hanya karena ada dia yang menengahi dan berusaha mengalah demi mereka. Karena masalah tidak akan berakhir hanya di pagi ini saja.

"Felicia pernah bawain Mama cupcakes buatannya ke rumah," kata Mama Thania menghentikan keheningan makan siang mereka dan membuatnya menjadi semakin menegangkan. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Teddy. Karena sepertinya Mamanya tidak keberatan dengan suasana tersebut dan Emily malah memilih memandangnya untuk menunjukkan kekesalan padahal jelas bukan dia yang barusan membuka suara.

Teddy tahu jelas tujuan Mamanya. Dan pastinya cukup berhasil. Karena Emily akan selalu jengkel saat mendengar nama sahabatnya itu disebut. Teddy berusaha menelan makanan yang sudah dikunyahnya dengan susah payah. Pembicaraan ini dan tatapan Emily membuatnya kehilangan rasa laparnya.

"Oh, kalau kamu belum tahu, Felicia itu teman Teddy dari kecil," tambah Mama Thania dengan sukarela bercerita, "kalian akrab sekali ya, Ted, kemana-mana selalu bareng, nggak terpisahkan."

Baik Mama maupun Papanya memang belum tahu kalau Emily sudah kenal dengan Felicia, bahkan menginap di rumah gadis itu malam sebelumnya. Walau tidak mengubah fakta bahwa membicarakan Felicia tetap akan membuat Emily kesal. Karena fakta bahwa gadis cantik itu sudah mengenal Teddynya jauh lebih lama daripadanya tidak pernah berubah.

"Kenapa kamu ngomongin Felicia sih Ma? Jangan bikin orang salah sangka, dia kan udah menikah." Kata Papa Nathan yang membuat Teddy sangat bersyukur.

Mama Thania berdecak kesal atas tanggapan suaminya yang tidak diharapkan, "itu kan karena Teddy pasif. Nggak ambil tindakan, makanya Felicia keburu direbut orang lain. Coba kalau Teddy maju, Felicia pasti sekarang udah nikahnya sama Teddy, bukannya lelaki lain."

"Teddy sama Felicia nggak ada perasaan apa-apa, Ma," kata Teddy buru-buru setelah melihat genggaman Emily mengerat di sekeliling garpu yang dipegangnya.

Teddy sempat menduga Emily akan melemparkan benda itu ke Mamanya mengingat tabiat gadis itu, walau ternyata dia salah karena Emily masih bisa menahan diri.

"Mama kan tahu, hubungan Teddy sama Felicia cuma kayak kakak adik," tambah Teddy.

"Mana mungkin, Ted," sela Mama, "bohong kalau kamu cuma anggap cewek secantik Felicia adik kamu doang. Kamu pasti pernah punya perasaan khusus ke Felicia kan?" Desaknya tidak terima.

"Mama!" Papa Nathan berusaha menghentikan istrinya yang sudah mulai melewati batas.

Emily berdiri dari kursinya. Wajahnya yang berbintik-bintik merah semakin merona karena marah.

Teddy bergidik ngeri membayangkan garpu di tangan Emily melayang ke arah Mamanya. Walau sekali lagi Teddy salah karena yang melayang hanyalah kata-kata, meskipun kenyataannya tetap lebih tajam dari garpu di tangannya.

"Malahan karena Felicia cantik," kata Emily dengan suara menahan geram, "kesempatan Teddy untuk bersama Felicia jadi sangat kecil. Bukan karena Teddy pasif atau kurang berjuang. Kalau ada lelaki seperti suaminya yang mendekati Felicia, jelas aja dia akan memilih lelaki itu."

"Maksud kamu apa?" Kali ini Mama Thania ikutan berdiri. Dia memelototkan matanya sambil berkata tidak terima, "memang Teddy kurang apa dibanding suaminya Felicia?"

Teddy seharusnya tersinggung atas pembicaraan kedua wanita yang menjadikan dirinya sebagai objek penderita, tapi dia bahkan rela untuk tidak memperpanjang selama pembicaraan itu berakhir. Walau semuanya tidak akan berakhir begitu saja.

"Unless she's blind. Dan sepertinya dia nggak buta melihat siapa yang jadi pilihannya." Emily menaikkan bahunya acuh.

Kini giliran Mama Thania menatap Teddy tidak terima. Teddy tidak paham, kenapa semua orang selalu meminta penjelasan dan pembelaan darinya. Memang dia bisa apa. Dia cuma seorang pecinta kedamaian yang kini malah sedang terjebak di antara peperangan yang terjadi.

Emily berjalan keluar dari ruang makan sebelum Mama Thania bisa berkata sepatah katapun untuk membalasnya.

Teddy beranjak dari kursinya untuk mengikuti Emily.

"Kamu mau kemana, Ted?" Kata Mama berusaha menghentikannya.

Teddy menengok sebentar hanya untuk memberikan pandangan mengiba kepada Mamanya, sekedar memberi informasi bahwa dia memang harus mengejar gadis itu. Karena gadis unik barusan sangat penting untuknya.

Mama Thania mendengus kesal sambil kembali duduk setelah Teddy pergi dari sana untuk menyusul  perempuan aneh pilihannya itu, sementara Papa Nathan hanya mengusap pundaknya untuk menghibur istrinya.

Seharusnya usahanya sudah hampir berhasil, kalau putranya sendiri tidak dengan cinta butanya tetap membela perempuan itu.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 45.1K 99
(SUDAH ENDING) bagaimana rasanya menikah dengan adik kelas karena sudah hamil duluan?? ditinggalkan selama empat tahun tanpa kepastian membuat Yasmi...
2.4M 166K 22
PINDAH KE KBM APP🍀🍀 Hijrahnya seorang wanita bernama Nailah Nur Fitri (22 tahun) di mulai saat dia mengalami kecelakaan, dia merasa teguran dari Al...
802K 94.7K 42
[Cerita Pilihan Editor / Favorit Wattpad HQ list September 2021] Hidup seorang Sonya Sekardewi yang tenang dan selalu berjalan normal, berubah seratu...