3141 : The Dark Momentum [Sel...

Galing kay A-Sanusi

64.6K 9.9K 681

[Sci-fi/Mystery/Thriller] 3141, tahun di mana akan tercatat sejarah perubahan dunia. Sebuah alat teleportasi... Higit pa

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Quantum
3. Quantum II
4. Glitch
5. Good Night
6. Perfect World
7. Perfect World II
8. Perfect World III
9. Circle
11. Cogito Ergo Sum II
12. Cogito Ergo Sum III
13. World of the Damned
14. World of the Damned II
15.World of the Damned III
16. Infinite Infinity
17. Infinite Infinity II
18. The Day the World Went Away
19. The Day the World Went Away II
20. Humanity
21. Relativity
22. Insanity
23. Chemistry in Physics
24. Chemistry in Physics II
25. Chemistry in Physics III
26. Intersection
27. Los Hermanos
28. Los Hermanos II
Sedikit tambahan
[Coming Soon] 3141: The Dark Momentum akan dibukukan
Update buku + behind the scene naskah (yang sempet bikin sedih, wkwk)
Update buku (voting cover karena saya suka demokrasi)
Open PO Buku (Akhirnya yeeeee)
Diskon pembelian The Dark Momentum

10. Cogito Ergo Sum

1.8K 327 11
Galing kay A-Sanusi


Aku tidak yakin sudah berapa banyak baju yang Aksa42 pinjamkan padaku. Aku yakin aku sudah mencoba semua baju yang dimilikinya, meninggalkan baju tipisku yang tak layak kukenakan jika hendak berjalan-jalan ke dunia luar. Untungnya, Aksa42 tidak merasa keberatan akan hal itu.

Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya. Tentu saja biasa dalam konteks ketika aku berada di dunia ini, bukan duniaku. Aksa42 akan bekerja, aku akan ditinggalkan, menjadi seorang pengangguran yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Bersandar pada ujung lorong yang berhadapan langsung dengan pintu keluar.

Jangan salah, sudah berkali-kali aku menawarkannya untuk bertukar pekerjaan. Maksudnya, aku menggantikannya dalam mengajar. Lagipula, jika aku mengajar para mahasiswa itu, tak akan ada yang tahu, kan? Penampilan kami sangat mirip. Tangga nada, gaya berbicara serta intonasi yang kami keluarkan dari pita suara sangatlah identik. Jika orang-orang tak memperhatikan gaya rambut kami yang sedikit berbeda, tentu mereka tak akan tahu.

Biasanya, ketika dia akan pergi bekerja, aku sedang berkutat dalam segala perhitunganku. Memikirkan kesalahan yang terjadi sehingga aku terlempar dalam dunia ini. Namun, aku tak mendapatkan hasilnya. Kurasa otakku memang tidak didesain untuk menjadi orang sejenius itu.

Aksa42 sudah memegang daun pintu. Dia sudah benar-benar siap dengan pekerjaannya sampai aku memanggilnya, "hei!"

Pintu itu tertahan. Terbuka sedikit, namun tidak terlalu terlihat. Raga Aksa42 menghalangi pintu itu, membuatku tak dapat melihat dunia luar dari celah yang terbuka. Dan sedetik kemudian, Aksa42 memalingkan wajahnya, melihatku karena menyadari bahwa aku memanggilnya.

Tentu saja, memang siapa lagi?

"Apa?" Alisnya terangkat.

"Bisa kau sebutkan berapa nilai pi?"

Aksa42 malah menaikan alisnya semakin tinggi, dia kebingungan. Ya, memang sih, aku seperti orang gila yang tiba-tiba saja menanyakan hal aneh, bahkan bisa dibilang tidak berguna.

Ya, tapi itu hanya kelihatannya, kan?

"Untuk apa?" tanyanya, mempertanyakan keanehanku.

"Sebutkan saja, sampai digit terakhir yang kau ketahui."

Aku yakin Aksa42 benar-benar ingin memukulku, kemudian membuatku tersungkur dan akhirnya menginjak-injak diriku yang sedang tak berdaya akibat keanehanku itu. Namun, seolah sudah mengerti akan sifatku yang sedikit berbeda darinya, pada akhirnya dia lebih memilih untuk menyerah.

Aku sudah menanyakan beberapa hal yang mungkin baginya tidak akan terlalu penting. Namun, itu juga karena ia tak mengerti akan motifku menanyakan hal itu.

Aksa42 menjawabnya, melontarkan deretan angka yang cukup panjang hingga akhirnya ia tak sanggup melanjutkan. Kurasa nilai pi di dunianya tidak berbeda dengan yang ada di duniaku.

Aku cukup terjekut. Tebakannya benar-benar tepat untuk ratusan digit pertama.

Tunggu. Maksudku, aku bukan terkejut karena dia mengetahui ratusan digit pertamanya. Namun, jumlah digit yang ia ketahui sama sepertiku.

Seratus tujuh buah angka.

Tentu saja jika aku tahu dia menyebutkan angka yang tepat, maka aku sendiri harus mengetahuinya, kan?

Akhirnya, Aksa42 kembali pada rutinitasnya. Ia meninggalkan rumah ini dengan melupakan coppola-nya. Membuat suara bising mesin terbangun yang menghilang dalam beberapa saat akibat telah dikendalikannya mobil super cepat itu.

Pengetahuan yang Aksa42 miliki hampir sama seperti yang kuketahui. Bahkan, mungkin dia tahu lebih banyak, lebih pintar dariku.

Uh, aku memang bilang aku tak akan memaksa Aksa42 untuk membantuku. Namun, aku merasa tak sanggup untuk bekerja sendiri.

Aku benar-benar bingung.

Apakah pada akhirnya aku akan tetap memaksanya?

Aku sudah melakukan sedikit penelitian, dan memang terbukti adanya bahwa tingkat kecerdasan Aksa42 mungkin lebih tinggi dariku. Artinya, dia bisa memiliki pemikiran yang lebih inovatif atau kemampuan berpikir yang akurat. Bahkan, jika ia hidup di duniaku, aku yakin dia akan lebih menonjol dibandingkan diriku. Mungkin dia akan mendapatkan berbagai macam penghargaan.

Bagaimana dengan duplikat-duplikat diriku yang lain? Apakah mereka memiliki kecerdasan yang sama?

Aku tidak akan tahu sebelum aku melakukan penelitian pada mereka.

Aku menghela napas.

Baiklah, aku harus mencari tahu.

Aku segera mengambil coppola milik Aksa42, memakainya sebagaimana terkadang aku memakainya. Aku mengencangkannya, menurunkan lidah coppola tersebut sehingga menutupi sedikit keningku. Aku berjalan keluar. Dan seperti yang kuduga, orang-orang tengah bersiap untuk bekerja. Rutinitas yang membosankan, seperti biasa.

Terkadang, aku berpikir apakah ketika di duniaku, ketika aku masih mengerjakan proyek itu, aku terlihat seperti mereka? Aku memang tinggal di labolatorium sehingga orang-orang tak akan dapat mengawasi pergerakanku. Tapi, jika mereka bisa melihatku, apakah mereka akan berpikiran sama seperti yang kupikirkan pada orang-orang di dunia ini?

Pagi hari bekerja, sore hari kembali istirahat.

Uh, ternyata hidupku terlihat sedikit monoton, meskipun aku mencoba menciptakan sebuah benda, tidak bekerja seperti mereka yang seolah-olah menunggu kematian datang.

Aku mulai terbiasa untuk berjalan jauh. Aku tidak terlalu ingin bergantung pada Aksa42. Mana mungkin aku bisa menawan Aksa42 kemudian menyekapnya hanya untuk mengambil mobilnya sedangkan ia sendiri telah mempersilakanku untuk tinggal di rumahnya? Selain itu, kurasa otot-otot kakiku semakin membesar.

Situasi di dunia ini benar-benar menggambarkan bumi yang ada pada duniaku, membuatku yakin jika aku tidak terlempar ke planet lain, meskipun kemungkinan itu masih tetap ada.

Ah, ya. Terkadang aku penasaran. Apakah diriku yang lain di dunia lain juga sedang mengembangkan alat teleportasi? Apakah mereka juga terlempar ke dimensi yang lain? Apakah ada diriku yang lain dari dunia lain yang juga terlempar ke dunia ini?

Uh, hubungan antar dimensi memang sangat rumit.

Di tengah pagi yang menyejukkan ini, aku dapat melihat seorang duplikatku hendak mengendarai mobilnya. Lengan kirinya benar-benar sudah siap membuka pintu kecil itu sebelum aku berteriak memanggilnya sambil mengangkat lenganku, mencegahnya untuk segera pergi.

Aku berlari kecil, membuat dia terdiam, memperhatikan tingkahku yang seperti anak kecil.

Aku mengatur napasku begitu sampai di hadapannya. Dadaku kembang kempis, membuat duplikatku memperhatikanku dengan tatapan aneh dan penuh rasa bingung.

"Aku tahu ini mungkin kedengarannya gila, tapi aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu." Aku membenarkan coppola-ku yang tampaknya sedikit bergeser karena berlari tadi.

"Bisa kau sebutkan nilai pi sampai digit terakhir yang kau ketahui?"

Duplikatku ini semakin bingung. Sama seperti yang Aksa42 tampilkan ketika aku bertanya mengenai pertanyaan yang tampaknya tidak penting itu. Dan aku yakin, dia akan bertanya 'untuk apa' dalam waktu beberapa detik.

Empat detik.

"Untuk apa?"

Benar, kan?

"Jawab saja."

Duplikatku itu bergeming. Namun, pada akhirnya dia tetap tak menjawab.

Dia menarik pintu itu, membukanya semakin lebar.

"Hei, hei, hei." Aku menangkap pundaknya, mencegah pergerakannya. Jika orang ini mengendarai mobil, maka habislah aku. Itu artinya aku harus pergi ke kampus dengan berjalan kaki dan tentu akan membuang banyak waktu.

Duplikatku itu berpaling. Namun, hanya untuk beberapa detik. Dia kembali menjalankan rencananya.

Aku menarik pundaknya, membuat kemejanya sedikit kusut.

Aku hampir membantingnya.

Uh, hentikan itu, sialan. Jangan membuat kegaduhan lagi atau kau akan menjadi satu-satunya orang yang menarik perhatian banyak orang di dunia ini, Aksara.

"Tolong," kataku, meminta belas kasihan.

Duplikatku ini tetap bergeming.

Tujuh detik.

Dia segera menaiki mobilnya, menutup pintu, kemudian melesat pergi dengan cepat di hadapanku. Bahkan, aku tak dapat mengamati gerakan mobil itu. Mobil itu seperti menghilang begitu saja.

Sialan.

Aku mencoba keberuntunganku yang lain. Namun, semuanya sama saja, tak ada yang mau menjawab pertanyaanku. Benar-benar seperti diriku yang selalu mempertanyakan hal bodoh dan lebih memilih untuk tidak menjawabnya jika kurasa memang tak kuperlukan.

Apakah sebenarnya Aksa42 juga seperti itu? Apakah dia merasa dia perlu menjawab beberapa pertanyaanku?

Kenapa?

Pada akhirnya, aku terpaksa menuju kampus di kota ini untuk mencari duplikat-duplikatku yang lain. Keringatku sedikit bercucuran biarpun tidak membuat tubuhku basah kuyup. Namun, pakaian yang Aksa42 berikan padaku menjadi sedikit beraroma asam. Rambutku sedikit mengilap karena keringat membanjiri kulit kepalaku. Untungnya, ketika aku berjalan kaki, orang-orang sedang mengerjakan seluruh pekerjaan mereka, membuatku melengang bebas di suasana kota yang sepi tanpa peduli akan ada seseorang yang memperhatikanku.

Namun, tetap saja semuanya tak memberikan hasil.

Mereka semua tak mau menjawab pertanyaanku.

Baiklah, ini semua percuma, aku sudah membuang banyak waktu hanya untuk menanyakan obsesiku.

Aku mulai menyerah dan hari sudah siang. Aku sudah lama hidup di dunia ini hingga aku sudah mengetahui kebiasaan yang akan terjadi di kampus ini pada siang hari. Sebentar lagi mereka akan menuju kantin dan segera makan.

Aku dapat mendengar bunyi hentakan yang menyelimuti gedung ini, membuatku yang sedang duduk sendirian di kantin sedikit terbangun karena suara-suara yang terdengar seperti tembakan peluru itu.

Mereka semua segera memasuki ruangan ini.

Uh, aku benar-benar pusing. Banyak sekali di antara mereka yang identik secara fisik. Aku tak dapat membedakan mereka satu sama lain.

Mereka semua menjalani kebiasaannya. Mengambil makanan yang tersedia pada etalase tanpa perasaan bersalah. Mereka tidak membayar, tentu saja, sebab di dunia ini tak mengenal sistem pembayaran. Membuatku bingung, bagaimana mungkin mereka dapat menjaga perekonomian di dunia ini tanpa alat tukar yang sah? Apa yang mereka berikan sehingga mereka diberikan semua fasilitas di dunia ini secara gratis?

Bukankah itu sebuah hal yang mustahil?

Aku tengah duduk sendirian di ujung ruangan hingga akhirnya seseorang mendekatiku.

Dia menyimpan piring yang penuh dengan makanan di hadapanku. Namun, bukan berarti dia tidak mengambil untuk dirinya sendiri. Lelaki itu mengambil dua buah piring sehingga salah satunya dapat diberikan padaku.

Ya, perawakan yang mirip denganku itu membuatku menduga bahwa dia adalah Aksa42.

"Bagaimana kau tahu bahwa ini aku?" Mataku terbelalak. Ya, sebuah kemustahilan bagi seseorang untuk membedakanku dengan duplikat-duplikatku yang lain, termasuk dirinya. Apakah selama ini dia memperhatikan potongan rambutku?

"Kau berbeda dari yang lain, tidak mungkin aku tidak tahu jika kau adalah kau," jelasnya sambil mengelap sendok dan garpu dengan sehela tisu yang sudah dibawanya.

Aku memperhatikan gelagatnya, sebelum akhirnya aku mengikuti gerakannya. Ya, sebenarnya aku juga lapar, sih.

"Pernahkah kau bertanya-tanya mengapa di dunia ini banyak sekali orang yang kembar? Maksudku, jika perang dunia ketiga memang membuat federasi keamanan dunia memerintahkan untuk menghilangkan semua nyawa yang tidak unggul, tidak mungkin akan ada banyak orang yang terlahir kembar, kan?"

Aksa42 mengambil makanan dengan sendoknya, kemudian menyuapi mulutnya, membuat giginya bekerja untuk menggerus bagian-bagian kasar dari makanan yang telah diambilnya itu.

Dia menelan kunyahannya sebelum akhirnya menjawab, "Entahlah, aku tak pernah berpikir seperti itu. Diriku yang lain juga banyak, kan?"

"Kenapa tak ada anak-anak dan orang tua di kota ini?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan, berusaha menanyakan segala keanehan di kota ini, berharap Aksa42 tahu jawabannya.

Aksa42 menaikan bahunya, masih dengan kunyahan pada mulutnya, menunjukan bahwa dia tidak tahu apa yang telah terjadi di dunia ini.

"Bagaimana dengan di duniamu?" tanyanya, melanjutkan ketidaktahuannya.

"Memang ada beberapa anak kembar. Tapi tidak semuanya, dan tidak mungkin seorang wanita melahirkan banyak sekali bayi dalam waktu yang sama."

"Kenapa tidak mungkin?"

Aku memperhatikan wajah Aksa42, memastikan dia tidak bercanda. Namun, aku lupa, dia saja tak mengenal istilah 'orang tua', bukan sebuah kemustahilan dia tak mengerti keadaan biologis yang wajar di duniaku.

"Sulit dijelaskan."

Aku mengambil makanan yang tersedia di hadapanku, mencoba memanjakan perutku.

Enak seperti biasanya.

"Kurasa kita harus mengganti topik pembicaraannya. Otakku sudah tak mampu menampung semua logika kehidupan di dunia ini."

Aksa42 tertawa kecil.

"Ya, kehidupanmu juga sangat asing di telingaku."

Aku mengunyah perlahan sambil memainkan sendokku di atas piring, mengambil makanan yang tersedia kemudian menjatuhkannya lagi.

Tiba-tiba selera makanku hilang.

"Kau pernah berpikir untuk menikah?"

Aku merasa bangga karena aku bisa mengganti topik pembicaraan secepat mungkin. Bahkan, benar-benar tak ada hubungannya dengan topik kami sebelumnya.

"Jangan tersinggung. Aku hanya bertanya, err, sedikit penasaran, sih. Kau tahu kan, bertemu dengan diriku di dunia lain adalah kejadian yang sangat unik. Mencocokan kebiasaan kita, keinginan kita atau hal lainnya benar-benar membuatku penasaran."

Namun, jawaban yang diberikannya bukannya membuat rasa penasaranku menghilang. Aku malah terkejut, pupilku terbuka dengan lebar dalam waktu yang cepat. Dahiku berkerut, menunjukan rasa penasaran.

"Apa itu menikah?"

Hah? Apakah dia serius?

"Jangan bilang kau tidak tahu istilah itu juga."

Aksa42 diam untuk sesaat sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya.

Apakah dia berani bersumpah bahwa dia memang benar-benar tak tahu istilah itu?

"Apakah kau pernah menyukai seorang wanita?"

Aksa42 menggeleng.

"Bukan berarti kau menyukai lelaki, kan?"

"Bukan."

Aku menghela napas. Dia tidak bercanda. Setidaknya, wajahnya memang benar-benar mengatakan itu dengan jujur.

Tak ada rasa cinta di dunia ini.

Bagaimana mungkin seseorang tak mengenal istilah menikah, orang tua, dan segala hal mengenai hal itu? Ya, itu tidak mungkin, kan? Kecuali orang ini tak pernah dilahirkan dan tak memiliki orang tua. Tapi, dia hidup. Kurasa tak mungkin juga cara berkembang biak orang-orang di dunia ini berbeda dengan yang ada di duniaku. Secara logika, dunia ini sama dengan duniaku, hanya saja terdapat sebuah pilihan yang membuat dunia kami terlihat sangat berbeda.

Ya, itu tidak mungkin. Tidak mungkin mereka dilahirkan dengan cara yang berbeda.

Tunggu.

Bagaimana jika itu mungkin?

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.6M 127K 30
[sudah diterbitkan oleh penerbit Bukune] Ini tahun terakhir saya di SMP. Dengan segala ke-labilan khas anak remaja SMP, semua orang sibuk belajar bua...
1.6K 137 10
Kisah 7 sahabat yang selalu berjuang bersama suka mau pun duka mereka tak pernah terpisahkan mau tahu ceritanya bisa langsung baca selamat membaca šŸ˜
4.4M 304K 47
"gue gak akan nyari masalah, kalau bukan dia mulai duluan!"-S *** Apakah kalian percaya perpindahan jiwa? Ya, hal itu yang dialami oleh Safara! Safar...
E37B Galing kay dell

Mystery / Thriller

46.4K 3.8K 31
āš CERITA INI SEDANG DIREVISIāš  Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. ...