3141 : The Dark Momentum [Sel...

By A-Sanusi

64.6K 9.9K 681

[Sci-fi/Mystery/Thriller] 3141, tahun di mana akan tercatat sejarah perubahan dunia. Sebuah alat teleportasi... More

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Quantum
3. Quantum II
4. Glitch
5. Good Night
7. Perfect World II
8. Perfect World III
9. Circle
10. Cogito Ergo Sum
11. Cogito Ergo Sum II
12. Cogito Ergo Sum III
13. World of the Damned
14. World of the Damned II
15.World of the Damned III
16. Infinite Infinity
17. Infinite Infinity II
18. The Day the World Went Away
19. The Day the World Went Away II
20. Humanity
21. Relativity
22. Insanity
23. Chemistry in Physics
24. Chemistry in Physics II
25. Chemistry in Physics III
26. Intersection
27. Los Hermanos
28. Los Hermanos II
Sedikit tambahan
[Coming Soon] 3141: The Dark Momentum akan dibukukan
Update buku + behind the scene naskah (yang sempet bikin sedih, wkwk)
Update buku (voting cover karena saya suka demokrasi)
Open PO Buku (Akhirnya yeeeee)
Diskon pembelian The Dark Momentum

6. Perfect World

2.2K 406 18
By A-Sanusi


Harapanku tidak terkabul, itulah pikiran pertamaku ketika aku berhasil membuka kedua mataku.

Aku masih berada di tempat yang asing. Aku sangat mengingat tempat ini di duniaku. Ruangan bercat putih memanjang dengan beberapa ornamen di dalamnya untuk memperindah ruangan, selain itu memang digunakan untuk berbagai keperluan. Seperti etalase, karpet, dan benda-benda murah lainnya. Walaupun pada malam hari aku tak dapat melihat keadaan ruangan ini dengan jelas, namun pemandangan yang disuguhkan padaku pagi ini membuatku yakin bahwa ini merupakan sekre bagi anak-anak fisika.

Artinya, jika pagi ini akan diadakan kuliah, maka beberapa mahasiswa akan mengunjungi tempat ini hanya untuk bersantai sebelum masuk kelas. Sama sepertiku dulu yang hampir selalu bermain kartu bersama teman-teman seperjuanganku.

Jadi, dengan baju yang kusut, aku segera membereskan penampilanku. Menyisir rambutku dengan jari-jariku yang besar dan merapikan pakaianku. Suasana Bandung di pagi hari memang biasanya dingin, membuat kakiku yang telanjang terasa sedikit membeku.

Aku menggesekan kedua lenganku kemudian mengeluarkan napas kecil melalui mulut. Baiklah, orang-orang akan curiga jika aku berada di ruangan ini. Jadi, aku memang berniat untuk segera keluar dari ruangan ini.

Aku segera keluar ruangan, tentu saja aku menutup pintu sekre itu, sebagaimana norma kesopanan yang telah kujungjung tinggi sejak lama. Mataku menyisir keadaan, menengok ke kiri dan ke kanan. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini, namun suasana di gedung fakultas ini cukup sepi. Ah, tapi aku merasa beruntung karena aku tak dapat membayangkan pikiran orang-orang yang melihatku bertelanjang kaki.

Aku menyusuri lorong dan melewati beberapa ruangan. Aku dapat mendengar suaraku yang menggema di dalam ruangan. Ya ampun, aku benar-benar merasa aneh. Seolah-olah aku adalah jiwa yang hilang dan kabur dari ragaku sendiri, kemudian melihat seluruh aktivitas yang dilakukan oleh ragaku.

Tak hanya dari sebuah ruangan, aku dapat mendengar suaraku dari beberapa ruangan.

Uh, ini benar-benar mengerikan.

Tiba-tiba, di tengah perjalananku terbesit sesuatu yang mengganjal dalam otakku.

Bagaimana dengan segala perlengkapan yang mereka butuhkan sehari-hari? Mereka pasti membutuhkan berbagai macam bahan makanan untuk dimasak pada pemasak otomatis, kan? Lalu dengan pakaian mereka, tak mungkin mereka menggunakan baju yang sama setiap harinya, kan? Pasti mereka pernah membelinya.

Di kotaku, maksudku kota yang berada di duniaku, kami memiliki pusat perbelanjaan di pusat kota. Ya, tempat itulah satu-satunya yang diperbolehkan bagi para pedagang untuk menjajakan dagangannya. Tempatnya tak terlalu jauh dari labolatoriumku. Dan sekali lagi, jika memang tata kota di dunia ini sama dengan duniaku, maka aku pasti bisa mendapatkan baju dan sepatu layak pakai. Namun, artinya aku harus memiliki uang, kan?

Jadi, bagaimana caraku mendapatkan uang?

Jika aku harus mengemis, maka tak akan kulakukan. Biarpun mungkin seluruh manusia di kota ini sangat dermawan seperti Aksa42, namun karena aku tak pernah melihat adanya seorang gelandangan yang meminta uang dari pejalan kaki, kurasa usaha seperti itu akan sia-sia. Mungkin pada akhirnya aku malah akan berakhir di sebuah tempat rehabilitasi dan memaksaku untuk memiliki sebuah keterampilan sederhana seperti menjahit pakaian.

Aku benar-benar merasa seperti diasingkan, bagaikan tawanan perang yang dibuang ke antah berantah. Dan sekarang, aku kembali terlihat seperti orang gila yang linglung karena tak tahu harus berbuat apa.

Ah, aku baru menyadari betapa sepinya lorong ini. Tak ada sama sekali mahasiswa yang berlari dengan tergesa-gesa karena terlambat memasuki kelas atau seorang dosen yang dengan santainya akan memasuki kelas padahal dia sudah terlambat beberapa menit. Apakah semua orang di tempat ini memiliki disiplin yang tinggi?

Aku mengintip beberapa ruangan dari luar, melihat aktivitas yang berada di dalam ruangan dari sebuah kaca yang terpampang pada pintu. Beberapa ruangan berisi diriku, namun beberapa lagi tidak. Aku tidak mengenal mereka.

Demi apapun, otakku masih belum dapat mengonversikan realita yang terjadi. Kenapa diriku ada banyak? Aku membelah diri kah?

Ah, hal itu benar-benar membuat pikiranku kusut. Jadi, untuk saat ini kurasa aku harus menerima saja kenyataan yang sebenarnya terjadi, biarpun sebenarnya hatiku benar-benar tak menginginkannya.

Jadi, ke mana aku harus pergi sekarang? Aku tak memiliki tujuan, aku tak pernah berpikir akan berada di situasi yang seperti ini. Tak memiliki apa-apa di tempat yang tidak kukenal bukanlah pengalaman yang menarik, kecuali aku mengetahui akhir ceritanya. Namun, kenyataannya aku tidak tahu apa yang sedang dan akan terjadi.

Apakah kedua orang tuaku merindukanku?

Apakah rekan-rekanku menganggap alat yang kami buat gagal karena aku menghilang begitu saja?

Apakah mereka tak menyadari bahwa mereka sudah membuat benda yang sangat luar biasa?

Tunggu dulu. Kami sudah membuat benda yang luar biasa. Kami bekerja dalam tim yang terdiri dari puluhan orang. Tapi, jika aku melihat sebuah kuantitas, maka dunia ini lebih baik dari yang terlihat.

Di dunia ini, diriku ada banyak.

Diriku ada banyak, loh! Artinya banyak sekali diriku yang bisa kugunakan untuk membuat sebuah tim dan membentuk alat teleportasi itu. Ah, maksudku alat pelintas dimensi.

Benar, di dunia ini kan banyak sekali diriku. Aku bisa mengumpulkannya. Dan jika replikasi yang terjadi tak hanya terjadi pada diriku, artinya aku bisa menemukan banyak orang lain seperti Panji atau rekan-rekanku yang lain.

Astaga, kenapa aku baru memikirkan hal itu? Aku bisa membuat sebuah kelompok yang luar biasa di dunia ini. Dengan diriku dan diriku yang lainnya, tentu kami akan memiliki pemikiran yang sama, otak yang sama pula, artinya di dunia ini aku bisa menggerakan mereka. Kami dapat membuat alat pelintas dimensi kembali, dan aku bisa pulang.

Aku mengehentikan langkahku setelah memikirkan hal yang luar biasa itu.

Ya, itu luar biasa.

Masalahnya, bagaimana cara mengajak mereka untuk kembali menciptakan benda itu? Hal apa yang harus kutawarkan agar mereka tertarik?

Aku berdeham.

Baiklah, setidaknya sekarang aku memiliki sebuah rencana yang dapat kulakukan di dunia ini.

===

Aksa42 membuka pintu mobilnya, mendapati diriku yang tengah duduk di kursi penumpang dan membuatnya terkejut. Matanya terbelalak untuk sekian detik, persis seperti saat dia menemukanku di kamar mandinya.

Dan sekali lagi, dia memberikan reaksi yang tak seharusnya ia tampilkan.

Aku akan bertanya padamu. Apa reaksimu ketika ada orang asing sedang duduk santai di dalam mobilmu? Tentu saja akan sangat kaget, kan? Kemudian bertanya siapa orang asing itu, kemudian mengusirnya. Lebih buruk lagi, kau akan menganggap dia sebagai pencuri dan kemudian berteriak untuk menarik perhatian orang-orang yang akan menghajar orang asing itu.

Itu tak terjadi padanya.

"Maaf pak, kurasa kau salah menaiki mobil," katanya, dengan senyum khas yang terlintas pada wajahnya. Ya ampun, apakah dia setiap hari tersenyum?

"Tidak kok," aku memberitahunya. "Aku ikut menumpang, ya."

Untuk sesaat, Aksa42 terlihat kebingungan.

Ya, seperti yang kukatakan, dunia ini tak mengenal teknologi yang namanya kunci. Entah karena perang dunia ketiga yang menghancurkan teknologi semacam itu atau di dunia ini memang tak pernah ditemukan alat seperti kunci. Jadi, karena aku sedikit mengetahui tentang mobilnya, aku mendapati mobil Aksa42 yang terparkir. Selain itu, mobilnya tak terkunci. Anggap saja aku tak sengaja masuk ke dalam karena dia tak menjaga kendaraan pribadinya dengan baik. Malah, jika aku manusia yang jahat, aku lebih memilih untuk mencuri mobilnya, untungnya aku bukan orang yang seperti itu.

"Ah, kau yang kemarin itu, ya?" tanyanya, menyadari kejadian semalam.

Aku menengok ke arahnya, kemudian tersenyum sambil menganggukan kepala, menandakan jawaban ya.

Aksa42 yang belum masuk ke mobil akhirnya memutuskan untuk tidak mengusirku. Ia mengambil kemudi dan menutup pintunya seraya berkata, "Aneh, bukankah kita memiliki mobil masing-masing?"

Sekali lagi dia mengeluarkan kata kita. Dan itu benar-benar membuatku mual, karena aku bukanlah bagian dari mereka.

"Aku berbeda."

"Ya, ya, anggap saja seperti itu," sahutnya sambil tertawa. Kurasa dia menganggapku bercanda lagi.

Dia menekan layar yang terpampang pada bagian depan mobil di samping speedometer-nya. Memencet beberapa bagian, kemudian mengunci tempat tujuannya.

Dia memasangkan sabuk pengaman, membuatku mengikutinya.

Kami bergerak dengan kencang. Aku tidak merasakan dorongan kuat. Namun, bagian kaca-kaca mobil ini menampilkan bangunan-bangunan tinggi yang melesat dengan kencang, seolah terdistorsi dan terlihat buram. Mataku tak mampu melihat semua ini, jadi aku memejamkan mata.

Kelajuan yang luar biasa ini sangat mengerikan dan hampir membuatku hampir mual. Hingga akhirnya kami berhenti.

Mustahil. Dengan kecepatan seperti itu harusnya aku terlempar. Kelembaman pasti memberikan gaya yang akan mendorongku ke depan. Tapi kenapa aku tak terlempar?

Aku melihat rumah Aksa42 di samping kiriku. Rumah yang sama dengan rumah-rumah yang lain.

Sudah sampai?

Tunggu. Hah?

Cepat sekali. Tiga kilometer dalam waktu beberapa detik sungguh kegilaan yang tak masuk akal. Tapi benar-benar terjadi. Aku tidak merasakan adanya akselerasi, aku tidak merasakan adanya pengereman dan seolah berhenti begitu saja. Dan yang paling penting, tidak ada tabrakan.

Memang sih Aksa42 tidak menyetir, tapi mobil ini berjalan otomatis. Namun, tentu saja itu hal yang ada di luar pikiran.

Apakah itu sebuah teleportasi?

Tidak, tidak mungkin. Benda ini hanya bergerak sangat cepat. Konsepnya berbeda dengan benda yang kubuat. Benda ini pasti sangat tahan panas dan mungkin bagian dalam mobil ini diberikan sesuatu hingga aku tak dapat merasakan dorongan yang kuat ketika mobil ini melaju sangat kencang atau malah berhenti tiba-tiba.

Luar biasa.

"Jadi, uh, namamu benar-benar Aksara?" Aksa42 bertanya, seolah-olah tak yakin dengan kejujuranku kemarin.

"Ya."

"Kau bercanda, kan?"

"Tidak."

Aksa42 nampaknya tak menyukai jawabanku.

"Memangnya kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?" aku mencoba menanyakan motif di balik pertanyaannya itu. Ya, aku sedikit penasaran sih kenapa tiba-tiba dia mengungkit soal itu.

"Kau tinggal di mana?" Bukannya menjawab pertanyaanku, orang yang terlihat linglung itu mencari tahu.

Ya ampun. Pertanyaan sulit macam apa itu? Bagaimana caraku menjawabnya?

"Secara teknis, aku tinggal di sini." Aku menunjuk rumahnya.

"Hah? Bukankah kau bilang kau berasal dari luar kota?"

"Sulit kujelaskan."

Ya, sangat sulit untuk dijelaskan.

"Kau tahu? Sebenarnya aku merasa sedikit janggal ketika kau tiba-tiba memasuki rumahku."

Aku tertawa kecil.

"Ya, aku juga. Aku merasa seperti seorang pencuri." Aku menampilkan gigi putihku yang terawat, namun belum kubersihkan hari ini.

"Ah, ya. Kenapa kau tak mengunci rumahmu sebelum pergi? Mobilmu juga, kenapa kau biarkan saja?"

Aku mendengar Aksa42 meneguk ludahnya sebelum membalas pertanyaanku.

"Di dunia ini tak pernah ada kejahatan. Orang-orang tak membutuhkannya."

"Dunia ini? Mungkin maksudmu kota ini."

"Dunia ini."

Dia terlihat serius. Dia tidak berbohong mengenai kata 'dunia'.

"Bagaimana mungkin?"

"Kau tidak pernah membaca sejarah, ya?"

Duh, sialan. Tentu saja aku pernah membacanya. Tapi sejarah duniaku, bukan sejarah dunianya.

"Kau tahu tentang perang dunia ketiga, kan?" tanyanya, membuatku mengangguk.

Tentu aku tahu kejadian itu. Kejadian lima ratus tahun yang lalu. Orang-orang membuat nuklir sebagai bentuk pertahanan seandainya negara mereka diserang. Namun, efek yang ditimbulkan membuat banyak orang melakukan protes. Tentu saja, karena jika ada negara yang dengan sombongnya melancarkan serangan nuklir, tidak membuat benda itu menjadi sebuah pertahanan seperti yang ditujukan pada awalnya, kengerian akan terjadi. Wabah penyakit, mutasi, dan segala hal mengerikan lainnya tentu akan merusak tatanan kehidupan manusia.

Namun, mereka berpikir lebih cerdas. Mereka mengembangkan kecerdasan buatan yang tak seorangpun tahu bahwa benda itu akan dijadikan alat untuk berperang. Menciptakan sebuah benda baru untuk membuat kehancuran dan menguasai daerah lain. Menjadikan negara-negara lain bersekutu dengan para pengembang kecerdasan buatan itu.

Yang lebih mengerikannya, kecerdasan buatan itu tak hanya berbentuk sebuah robot. Namun juga sebuah mata-mata yang mengawasi seluruh kamera di dunia. Termasuk kamera yang terintegrasi dengan komputer. Membuat mereka bertarung pada dunia maya.

Dan sejak saat itu, jaringan komputer yang terintegrasi dengan seluruh dunia dilarang.

Tahu kenapa? Karena ternyata mereka tidak hanya berperang antar negara. Namun, kecerdasan buatan yang terlalu cerdas malah membuat mereka berkuasa, memperbudak manusia. Hingga pada akhirnya seluruh dunia bersatu dan malah berperang melawan ciptaan mereka sendiri.

Untungnya, aku tidak hidup di zaman seperti itu. Tak dapat kubayangkan apa yang akan terjadi jika aku hidup di zaman itu.

"Sejak saat itu, jaringan komputer yang terintegrasi dengan seluruh dunia dilarang," Aksa42 membuyarkan bayanganku.

"Ya, aku tahu itu."

"Lalu, pada akhirnya hanya manusia yang unggul yang diperbolehkan hidup di dunia."

"Aku tidak tahu itu."

Ya, aku tidak tahu akan hal itu. Kejadian perang dunia ketiga di dunianya dan duniaku sama persis. Tapi aku tak ingat ada kejadian bahwa hanya manusia yang unggul yang diperbolehkan untuk hidup.

"Kau memang harus banyak membaca buku," katanya, menceramahiku.

"Tunggu dulu. Jadi kau mengatakan bahwa orang-orang di dunia ini manusia yang unggul? Unggul seperti apa?"

"Tidak pernah melakukan kejahatan dan berguna bagi kehidupan manusia."

Jujur, aku ingin merasa bangga ketika ia mengatakan hal itu. Namun, aku tak bisa menampakan ekspresiku. Ada hal lain yang mengganjal dalam pikiranku.

"Lalu, mengapa dirimu ada banyak?"

"Aku hanya satu."

"Orang yang serupa denganmu."

"Mungkin karena tak banyak orang yang memenuhi kualifikasi seperti itu."

"Bagaimana dengan orang lain yang tak memenuhi kualifikasi seperti itu?"

"Entahlah, sejarah tak menjelaskan hal itu."

Aku mual. Walaupun memang perang dunia ketiga dapat menghilangkan banyak nyawa orang, tapi bukan berarti orang-orang yang tersisa akan sangat sedikit, kan? Lalu, apa yang terjadi dengan orang-orang yang tak memenuhi kualifikasi seperti itu?

Dunia yang sempurna. Itulah keinginan dari banyak orang. Dunia yang bersih tanpa kejahatan.

Namun, jika caranya seperti itu, dunia bukanlah dunia. Apa bedanya manusia-manusia di dunia ini jika mereka menjadi setan dan menghabisi manusia-manusia yang mereka anggap setan?


Continue Reading

You'll Also Like

Hertz ✓ By Fai

Science Fiction

106K 18.3K 58
Book Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita...
14.4K 2.4K 45
[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima...
36.5K 3.6K 55
[Buku Pertama Ksatria Universe] Best Rank #3 Sci-Fiction (19-01-2018) Kami awalnya tidak akrab, sebelum satu hal penuh kejutan mendatangi kami. Kami...
4.4M 304K 47
"gue gak akan nyari masalah, kalau bukan dia mulai duluan!"-S *** Apakah kalian percaya perpindahan jiwa? Ya, hal itu yang dialami oleh Safara! Safar...