#1 WONWOO ✔

By ampullavater

314K 23K 961

(Diamond Boys series pt. 1) [18+] Situs Pann milik Korea Selatan sedang marak memperbincangkan beberapa laki... More

Prolog
2
3 (☡)
4
5
6
7
8
9
10
11
12 (☡)
13 (☡)
14
15
16 (☡)
17
18
19
20
21 (☡)
22
23 (☡)
24
Epilog
Bonus Chapter : 1. Honeymoon
Bonus Chapter : 2. Jeon Wonjoon
Bonus Chapter : 3. Happiness
🎉🎉🎉

1

13.6K 1.2K 123
By ampullavater

30 September 2015

"Hong Sera, jadilah pacarku."

"Eh?"

"Aku sudah lama menyukaimu. Aku ingin hubungan kita lebih dari sekadar sahabat, kumohon."

"Jeon Wonwoo.. kau lebih bodoh dari yang kukira."

"A-Apa?"

"Kau tidak sadar selama ini?! Aku cuma pura-pura baik padamu! Aku berusaha sabar menghadapi sifatmu yang kaku dan dingin itu supaya aku bisa menjadi model agensi ayahmu!"

"Jangan bercanda, Se—"

"Ya! Aku memanfaatkanmu, Jeon Wonwoo! Puas?"

"Lalu, apa? Kau anggap apa semua yang kita lakukan bersama sampai sekarang!?"

"Wonwoo, semua yang kulakukan selama ini hanya kamuflase! Waktu kita kecil dulu, aku sengaja menjadikanmu teman karena kau pintar, nilaiku selalu bisa tertolong karena kau mau membuatkan tugasku dan mengajariku. Sekarangpun, aku masih sabar pura-pura jadi sahabatmu karena ambisiku ingin menjadi orang terkenal. Kau punya semua yang ambisiku perlukan. Teman-teman yang berasal dari keluarga konglomerat, calon-calon pengusaha kaya, kenalan dari majalah-majalah ternama, dan yang terpenting, ayahmu pemilik agensi besar di Korea Selatan."

"Hong Sera, hentikan lelucon aneh ini!"

"Jeon Wonwoo, maaf. Aku tidak pernah serius menganggapmu sahabatku, aku hanya menjadikanmu sebagai batu loncatan untuk ambisiku. Aku tidak pernah menyukaimu. Selamat tinggal."

Wonwoo tersentak. Dia langsung membuka matanya dan menegakkan badan. Napas laki-laki itu tidak beraturan, keningnya pun mulai mengeluarkan keringat dingin. Wonwoo mengacak rambutnya kesal. Mimpi aneh lagi, begitu pikirnya. "Sial! Dia masih muncul di mimpiku!" rutuk lelaki bermarga Jeon itu.

Wonwoo segera menjauhkan selimut tebal yang tadinya membungkus tubuh telanjangnya, lalu bangkit dari tempat tidur. Celana dalam, sweatpants, serta baju kaos putih milik Wonwoo yang tergeletak di lantai segera diambilnya untuk dikenakan. Sesudah berpakaian lengkap, barulah laki-laki itu berjalan gontai menuju pintu kaca yang menghubungkan kamarnya dengan balkon. Tak lupa, terlebih dahulu dia mengambil pemantik beserta rokok favoritnya yang ada di atas nakas. Cukup lama Wonwoo berdiam diri di balkon tersebut, sibuk menikmati semilir angin di pagi hari sambil menghisap rokok sebatang demi sebatang. Terkadang, pandangan Wonwoo jauh menerawang ke langit, seolah tengah memikirkan sesuatu yang mengganjal di pikiran.

Omong-omong, sudah setahun lamanya Wonwoo tinggal di apartemen mewah ini. Jauh dari rumahnya, jauh dari orang tuanya, serta jauh dari Jeon Bohyuk–sang adik. Sudah setahun pula dia memiliki hobi merokok dan menjadi pengangguran begini. Hidupnya benar-benar berbeda 180 derajat sekarang. Satu hal yang pasti, ada alasan tersendiri mengapa seorang Jeon Wonwoo bisa sampai 'serusak' ini.

"Hmm, pagi-pagi sudah merokok, ya?"

Wonwoo tidak terkejut sama sekali ketika bisikan seksi seorang perempuan menggelitik telinga kanannya. Bersamaan dengan itu, sepasang tangan tiba-tiba melingkar di pinggang Wonwoo sehingga membuatnya menoleh ke belakang sebentar. Dia pun mendengus seraya kembali fokus memandang deretan bangunan kota dari balkon, tak memedulikan orang yang berada di belakangnya. "Pakai bajumu dulu, bodoh!" sahut Wonwoo ketus.

"Hei, tidak sopan! Panggil aku 'Noona', Woo!"

"Jangan bermimpi, dasar jalang!"

Perempuan itu hanya terkekeh pelan menanggapi ucapan kasar Wonwoo. Dia malah mengeratkan pelukannya. "Tidak masalah menjadi seorang jalang untuk melayani 'diamond boy' sepertimu, aku malah menganggapnya sebagai penghargaan," balasnya santai. "Omong-omong, hari ini kau masih menempati posisi pertama 'diamond boy' pilihan netizen di situs Pann, loh!"

Wonwoo melepas paksa pelukan perempuan itu tanpa menjawab apa-apa. Buru-buru dia membalikkan badan dan menarik tangan si lawan bicara agar masuk ke kamar lagi. Rokok yang dia hisap segera disulut meskipun masih tersisa setengah batang. Dalam satu gerakan cepat, Wonwoo sudah mengunci pintu balkon serta menutupinya dengan tirai. Dia menatap tajam ke arah si perempuan yang kini tengah tersenyum menggoda, tanpa busana sedikitpun.

"Lee Kaeun, kau tahu sikapmu tadi hampir membuat skandal?!" tegur Wonwoo. "Namamu sudah banyak dikenal, bodoh! Harusnya kau lebih memperhatikan sikapmu!"

"Sikapku?" ujar perempuan itu sambil melipat tangan di depan dada, pura-pura berpikir.

Detik berikutnya, dia menjentikkan jari seakan baru paham maksud Wonwoo. "Oh, maksudmu yang aku memelukmu sambil telanjang di balkon? Hahaha!"

Lee Kaeun, nama lengkap perempuan yang tengah memungut bra-nya di lantai sambil terkekeh itu, merupakan salah satu model dari agensi milik ayah Wonwoo yang sedang naik daun. Umurnya dua tahun lebih tua dari Wonwoo, dan ya, Kaeun adalah partner seks laki-laki itu selama satu tahun terakhir. "Apartemenmu ini lantai 30, Woo," sahut Kaeun sembari memakai bra beserta g-string hitamnya. "Aku rasa tidak mungkin wartawan bisa mengambil foto kita."

"Tetap saja berbahaya!"

Kaeun seolah mengabaikan kenyataan bahwa sekarang Wonwoo benar-benar marah padanya. Dia tetap bersikap seperti biasa sambil memakai pakaiannya kembali dengan gerakan menggoda nafsu. "Kalaupun suatu saat wartawan berhasil mengambil foto kita, menurutku itu bukan masalah serius, Woo," timpal Kaeun lagi. "Namamu cukup dikenal sebagai anak pemilik agensi JJH Entertainment yang berwajah tampan, jadi jika kita terlibat skandal, nama kita akan sama-sama makin melejit. Sangat menguntungkan, bukan?"

"Aku tidak sepertimu, Jalang! Aku tidak gila akan popularitas!" bentak Wonwoo.

"Baiklah, baiklah. Aku cuma bercanda. Jangan emosi, oke?"

Setelah selesai mengenakan blus dan celana jins, Kaeun mengambil mantelnya dan berjalan menghampiri Wonwoo. Dia memberi kecupan singkat di bibir laki-laki itu. "Hubungi aku jika ada 'keperluan' lagi, ya?" ujarnya dengan nada sensual.

Wonwoo hanya diam. Dia tidak merespon apapun, membuat Kaeun semakin gemas saja. Oleh karena jadwal pemotretan yang akan dimulai sebentar lagi, Kaeun akhirnya memutuskan untuk beranjak dari apartemen Wonwoo menuju tempat pemotretan. Tapi, saat sudah berada di ambang pintu kamar, Kaeun sempat berbalik ke arah Wonwoo lagi sambil melontarkan kata-kata tak senonoh. "Next time, don't use condom anymore, please?"

"PERGI!"

Sebelum Wonwoo berhasil melemparinya vas bunga, Kaeun sudah lebih dulu pergi dari apartemen laki-laki itu. Dalam hati Wonwoo benar-benar mengutuk Lee Kaeun atas ucapan tidak senonohnya barusan. "Dasar jalang gila!" umpat si lelaki bermarga Jeon.

Fakta yang ada di lapangan, ucapan Wonwoo itu adalah 100% benar. Lee Kaeun memang orang gila. Demi mencapai popularitasnya sekarang, dia rela menjadi partner seks Wonwoo–yang notabene adalah anak dari pemilik agensinya— tanpa memedulikan harga diri sendiri. Walau Wonwoo sering berbicara kasar dan memperlakukannya seperti sampah, Kaeun sama sekali tak menggubris dan malah menerimanya dengan senang hati. Di satu sisi, Wonwoo prihatin melihat sikap Kaeun tersebut, namun di sisi lain, dia justru memanfaatkan kegilaan perempuan itu untuk melampiaskan stress.

Kini laki-laki itu mengusap kasar wajahnya. Dia hendak melanjutkan kegiatan merokoknya lagi, namun lagi-lagi ada saja yang menginterupsi. Ponselnya bergetar hebat. Siapa lagi kali ini?!, batin Wonwoo kesal. Dia lantas meraih ponselnya secepat mungkin, lalu membaca pesan yang masuk.

[Mingyu:

Hyeong, Cybrog Internet Café. Sekarang.]

Ada kelegaan yang muncul di wajah Wonwoo setelah membaca pesan itu. Dia kira pesan baru tersebut dari perempuan gila tadi, ternyata ini dari sahabatnya, Kim Mingyu. Jari-jari cekatan Wonwoo pun segera mengetik balasan pesan sang sahabat, kemudian dia buru-buru ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri.

[Wonwoo:

Booking yang smoking area. 10 menit lagi aku sampai.]

***

Wonwoo menatap tajam laki-laki di sampingnya yang tengah asyik bermain Dota 2. Kedua tangannya dilipat di depan dada, menganggurkan komputer yang ada di depannya serta ramyeon instan yang ditraktir oleh si laki-laki yang mengajak Wonwoo kemari. Ya, saat ini mereka sedang berada di area khusus perokok–atas permintaan Wonwoo— salah satu kafe yang sekaligus menjadi pusat game online di kota Seoul. Dilihat dari ekspressinya, kentara sekali bahwa Wonwoo sedang kesal karena suatu hal.

"Ada apa, Hyeong?"

Kim Mingyu, laki-laki yang mengajak Wonwoo kemari bertanya demikian tanpa mengalihkan perhatiannya dari Dota 2 yang dimainkan. Biarpun sedaritadi dia tidak melihat betul ekspressi Wonwoo, namun Mingyu tahu kalau sahabatnya yang lebih tua setahun ini sedang badmood.

"Bocah biadab!"

Mingyu terkekeh mendengar rutukan dari Wonwoo. "Hyeong kenapa? Aku 'kan sudah mentraktirmu bermain game selama 2 jam dan ramyeon, masih kurang?" tanyanya.

"Kenapa tidak mengajak yang lain juga!? Kenapa harus kita berdua saja!? Kau tidak sadar kalau daritadi orang-orang mengira kita ini pasangan homo, hah?!" bisik Wonwoo penuh emosi.

Mendengar hal itu, Mingyu sempat menoleh ke arah Wonwoo sebentar, lalu tertawa. Gelak tawanya cukup ribut hingga merebut atensi para pengunjung kafe tersebut. "Ternyata hyeong sesensitif itu, ya? Hahaha!"

"Brengsek! Berhenti tertawa, Kim Mingyu!"

"Baik, baik. Aku akan berhenti."

Usai beberapa menit, akhirnya Mingyu bisa menghentikan tawanya. Seperti yang Wonwoo bilang tadi, sebenarnya Mingyu bukanlah satu-satunya sahabat laki-laki yang dia punya. Masih ada empat orang lagi. Ya, walaupun watak Wonwoo sangat dingin dan tergolong introvert, bukan berarti dia tidak mempunyai teman. Ada lima orang yang merupakan sahabat karibnya, termasuk Kim Mingyu sendiri. Sedikit informasi, mereka sudah lama berteman baik dan orang-orang kerap menjuluki mereka sebagai kelompok eksklusif karena semuanya berasal dari kalangan atas.

"Sudah, jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan," kata Mingyu pada akhirnya. "Aku sengaja hanya mengajak Hyeong karena cuma Hyeong yang menganggur, hehe!"

"Dasar!"

Wonwoo mengambil ramyeon instan di depannya secara kasar, lalu memakannya dengan begitu lahap. Kebetulan dia belum ada makan apa-apa dari pagi tadi, jadi sekarang dia merasa sangat lapar. "Aku sedang tidak mood main game, traktir aku yang lain saja!" sahut Wonwoo.

"Oke, Hyeong bisa beli makanan apa saja di sini, akan kutraktir."

"Baguslah."

Hening. Beberapa saat kemudian, tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Hanya ada bunyi mouse yang digunakan Mingyu untuk bermain serta suara ramyeon diseruput oleh Wonwoo. Selama dia makan, Wonwoo sempat melirik ke arah laki-laki berkulit tan itu lagi. Dia baru menyadari kalau Mingyu masih memakai seragam sekolah di balik jaket hitam yang dikenakannya. "Kau bolos?" tanya Wonwoo penuh selidik.

"Hm? Tidak juga. Justru kelas hari ini bubar lebih cepat, jadi aku bisa main ke sini." jawab Mingyu yang masih fokus bermain.

"Oh,"

Wonwoo kembali menyeruput ramyeonnya. "Belajar yang benar! Sebentar lagi kau ikut ujian masuk universitas, kan?"

"Siap, kapten!"

Mingyu mengangguk seraya terus berkutat pada permainan Dota 2 di layar komputernya. Namun, diam-diam dia melirik ke arah Wonwoo. Raut wajahnya berbeda dari yang tadi, seakan prihatin. "Wonwoo-hyeong?"

"Apa?" sahut Wonwoo tak acuh sembari meneguk kuah ramyeonnya.

"Hyeong tidak mau ikut ujian masuk universitas tahun depan juga?"

Pertanyaan Mingyu tersebut sukses membuat Wonwoo hampir tersedak. Dia segera menghentikan kegiatan makannya, kemudian menoleh ke arah Mingyu. Wonwoo tidak berkata apa-apa, namun matanya menyiratkan kebimbangan. Alih-alih menjawab, Wonwoo justru merongoh saku celana dan mengambil sebungkus rokok beserta pemantiknya. "Aku tidak minat." jawab Wonwoo yang kini mulai merokok di samping Mingyu.

Mingyu mengalihkan pandangan dari layar komputer. Dia memandang Wonwoo yang sedang asyik menciptakan kepulan asap rokok dengan dahi mengerut. "Apa Hyeong benar-benar tidak minat kuliah?" tanyanya sangsi. "Jujur, sebenarnya aku sedikit heran melihat perubahan sifat Hyeong selama setahun ini. Hyeong merokok, pindah ke apartemen, menjadi pengangguran yang hanya menghabiskan kartu kredit Paman Jeon, dan tidak mau melanjutkan pendidikan! Ini tidak sepertimu, Hyeong!"

Wonwoo lumayan tertohok mendengar kata-kata Mingyu itu, tapi dia berusaha tetap terlihat tenang. "Bocah sepertimu tahu apa, Gyu?"

Si lelaki bermarga Jeon terus menghisap rokoknya dan lagi-lagi menciptakan kepulan asap yang membuat Mingyu terbatuk. "Ini memang keinginanku. Toh, ayahku juga tidak pernah protes dengan keputusanku sekarang."

"Tapi—"

"Sudahlah! Pesankan aku makanan lagi, sana!"

Nyali Mingyu langsung ciut begitu mendengar Wonwoo membentaknya. Lelaki berkulit tan itu segera bangkit untuk membeli makanan lagi, meninggalkan Wonwoo sendirian di sana. Kini Wonwoo memejamkan mata, memijat kening sesekali sambil terus menghisap rokoknya. Dia seperti menutupi sesuatu, selalu berubah menjadi sensitif bila ada yang menyinggung tentang perubahan kelakuannya selama setahun belakangan ini. Entah apa yang sedang ditutupi oleh laki-laki itu.

Tiba-tiba saja, ponsel Mingyu yang masih tergeletak di dekat mouse bergetar hebat. Ponsel Wonwoo juga bergetar di saat yang sama. Wonwoo berdecak, kemudian dia menjepit rokoknya di antara gigi seraya merongoh saku celana yang satunya lagi untuk memeriksa pesan baru masuk di ponselnya.

[Jun:

Kalian harus datang ke acara perayaanku hari ini! Octagon Club jam 9 malam till drop, yeah!]

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

349K 32.7K 26
"Istri palsumu itu cantik, man." "Kau bercanda. Dengan dada dan bokongnya yang rata maksudmu?" Hai. Aku Camila Belle. Dan jika kalian berpikir menjad...
778K 79.4K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
67.6K 6.5K 32
𝗦𝗘𝗤𝗨𝗘𝗟 𝗔𝗦𝗦𝗔𝗟𝗔𝗠𝗨'𝗔𝗟𝗔𝗜𝗞𝗨𝗠 𝗞𝗘𝗞𝗔𝗦𝗜𝗛 𝗜𝗠𝗣𝗜𝗔𝗡𝗞𝗨 SELESAI [PART MASIH LENGKAP] [𝗦𝗽𝗶𝗿𝗶𝘁𝘂𝗮𝗹-𝗥𝗼𝗺𝗮𝗻𝗰𝗲] 𝗙𝗼𝗹�...