Rumahku istanaku.
Tak terhitung banyaknya orang yang mengatakan hal seperti itu di dunia ini.
Bagi orang yang menganggapnya begitu, rumah merupakan tempat terindah yang menciptakan kebahagiaan. Karena disana terdapat ketenangan juga kasih sayang dari anggota keluarga.
Prang!
Satu pecahan barang beling terdengar tak sampai lima menit Bintang sampai dirumah.
Dengan hanya memasuki rumah Bintang, semua orang akan tahu apa pandangan pria itu terhadap rumahnya. Sebuah tempat penuh kebencian, juga kepedihan. Seperti neraka.
Bintang memasuki kamarnya dengan santai, seolah suara tadi hanya berupa ilusi saja. Seperti sebuah kebutuhan pokok, Bintang tidak hanya melihat pertengkaran itu terjadi tiap hari, namun tiap saat. Seperti mandi dua kali sehari, dan makan tiga kali sehari.
Dari dalam kamar, suara itu masih sayup-sayup terdengar. Entah kapan awal mula semua perselisihan itu terjadi. Pertengkaran antar dua orang yang dulunya sempat mengikat janji suci di depan Tuhan, bersumpah akan hidup damai dan saling mencintai, menerima semua kekurangan dan perbedaan.
Bintang menghempaskan tubuhnya keatas kasur. Menatap langit-langit kamar yang nampak kosong. Tanpa persetujuannya, semua cacian itu masuk ke gendang telinganya. Diserap kedalam otaknya, dan tiba-tiba membuat hatinya perih.
Ia cepat-cepat menghilangkan perasaan itu, lantas mendekati meja mengambil beberapa tumpuk buku, dan mulai membaca halaman per halaman.
Orang pikir, Bintang adalah anak yang di penuhi berkah sejak kecil, lahir dari keluarga kaya raya, berparas tampan dan di karuniai otak jenius. Namun, hal tersebut didapat sebagai upaya pelampiasan terhadap peperangan orangtuanya. Bukan obat-obatan dan narkoba, dia meluapkan kekesalan dan hal yang terpendam di hati lewat belajar yang membawanya menjadi mahasiswa Sastra Korea terbaik di kampus.
Lantas, haruskah ia berterimakasih pada Ayah dan Ibunya?
Setelah dua buku ensiklopedi ia tuntaskan, ia mengalihkan pandang pada tembok didepan. Dinding putih penuh kenangan yang ia jaga baik-baik. Bintang menempelkan semua memori dengan Indah disana. Dimulai ketika pertama perkenalannya, sampai kencan terakhir mereka.
Tanpa aba-aba, Bintang mencopot semua foto psstcard penuh luka itu dan tak satupun yang disisakan. Ia buang semua perjalanan cintanya dengan Indah. Setelah dirasa cukup, Bintang kembali ke kursinya.
Ia meraih amplop berlogo rumah sakit dari dalam dompetnya. Sinta Dasha Sanjaya. Bintang kembali mengingatnya. Anehnya, setiap ia melihatnya, ia terus teringatkan pada Indah. Dan, semakin Bintang menatap jauh kedalam matanya, ada hal yang ia tak tahu, namun begitu membuatnya penasaran.
***
Matahari perlahan naik. Sinarnya memantul ke kaca jendela.
Kau pulang hari ini?Maaf tak bisa menemanimu. Aku tidak boleh meninggalkan ulangan Biologi. Sepulang sekolah, aku akan kerumahmu, oke!
Sinta menaruh ponsel di atas kasur mengabaikan pesan dari Fiona. Setelah dokter memeriksanya kembali pagi tadi, Sinta sudah diperbolehkan pulang. Ia hanya perlu ke rumah sakit tiga hari sekali untuk mengganti perban. Sekarang, ia sedang menunggu kedatangan Ibunya yang akan menjemput.
"Sinta Dasha." panggil seorang.
Seorang mendekat. Kali ini, Sinta lihat penampilannya jauh lebih rapi daripada sebelumnya. Jeans, kaos polo dan jaket kulitnya, dan rambut yang sampai ke kedua alisnya, tak jauh berbeda seperti anggota Boyband Korea Selatan.
Apa dia pria yang menabraknya waktu itu? Kalau diingat dalam mimpi-nya, ya memang dia.
"Katanya, kau pulang hari ini." Sinta membalas dengan mengangguk.
"Maafkan aku, untuk semuanya."
Dahi Sinta berkerut. Ditatapnya wajah tampan itu dengan seksama. Dan setiap Sinta menatap paras wajahnya, Bintang tak pernah membalas tatapan Sinta. Ia menunduk atau memandang ke arah lain.
"Kalau begitu, kembalikan ginjalku."
Bintang menahan napas, sudah menduga akan jawaban itu. kata-kata yang benar-benar memojokkannya.
Tanpa disangka, Bintang langsung berlutut dihadapan Sinta. "Aku memang pantas dihukum. Tetapi jujur, itu kecelakaan. Aku sungguh menyesal."
Sinta kikuk merasa bersalah. "Maaf. Seharusnya aku tak mengatakan hal seperti itu."
Keduanya diam, terikat dengan keheningan pagi yang tak nyaman. Saling menunggu satu sama lain untuk berbicara duluan. Sampai akhirnya, Sinta melakukannya. "Ini sudah terjadi, kau juga sudah bertanggungjawab. Jadi, lupakan saja."
"Tidak bisa!" tiba-tiba Bintang berseru, Sinta saja sampai kaget. "Aku ingin melakukannya, tapi tidak bisa. Aku terus memikirkanmu dan rasa bersalah ini terus mengganggu meski kau sudah nampak sehat. Apa yang harus kulakukan? Aku selalu resah dan ingin memastikan kalau kau baik-baik saja."
"Apa maksudmu?"
"Em.. Biarkan aku disisimu, dan memastikan kalau kau baik-baik saja. Anggap saja, aku ini.. em.. bodyguardmu! Atau apa saja terserah. Ya.. Setidaknya, biarkan aku melakukan itu sampai kau benar-benar sembuh. Aku berjanji tidak akan membuatmu terluka. Karena, aku yang menjagamu."
Sinta berpikir beberapa saat. Mata indah pria itu, hidung serta garis rahangnya.. Bintang memang pria itu. Haruskah ia bertanya padanya? Rasa-nya bukan waktu yang tepat. Sinta meminta Bintang berdiri.
"Dengan satu syarat! Jangan melihatku dengan tatapan bersalah seperti itu. itu sungguh membuatku tak nyaman. Dan jangan terlihat canggung, kita berteman sekarang."
Bintang terdiam terlebih ketika Sinta mengulurkan tangan. Padahal, yang tadi ialah ide gila yang terucap begitu saja. Berada di sisi-nya? Ayolah Bintang! Ada apa denganmu? Entah, melihat Sinta menyetujui idenya, Bintang merasa tenang.
"Tanganku sakit.. Kau tak berniat menjabat tanganku?"
Bintang buru-buru menjabat tangan Sinta yang tenggelam di lengan besarnya. Gadis itu tersenyum lebar, dan efek senyuman itu mengejutkan jantung-nya seperti sengatan listrik ber-voltase rendah.
***
Hari yang Sinta tunggu tiba. setelah satu bulan keabsenannya dikelas, hari ini ia kembali kesekolah. Meski sang Mama masih khawatir berlebihan, bukan Sinta Dasha Sajaya namanya kalau tidak keras kepala. Ia terus meyakinkan Mamanya bahwa ia sudah benar-benar-benar sehat.
"Jangan terlalu memaksakan diri. Kalau capek, langsung bilang gurumu. Jangan lupa minum obatmu siang nanti, jangan-"
"Aku tahu, Maph... Aku taphhu.." potong Sinta seraya mengikat simpul tali sepatu, mulutnya penuh dengan makanan sehingga suaranya terdengar aneh. Ia berlari keluar rumah. "Aku pergi dulu, Ma!" tapi tak lama Sinta kembali lagi, ia melengkungkan kedua tangannya ke puncak kepala, membentuk simbol hati dengan lengan-nya yang kecil. Sementara pipinya mengembung terisi makanan. "See you, Ma!"
Mary menggelengkan kepala akan tingkah anaknya. Sinta, dia seperti bisa menyembuhkan lukanya sendiri. Untuk sesaat, ia pasti bersedih, namun tak lama, ia akan mulai bersenandung, menyibukkan diri dan melupakan kepedihannya.
"Jangan pergi kemana-mana dan langsung pulang!",seru Mary tak kalah nyaring.
Sinta melirik jam mungil di pergelangan tangannya. Takut-takut ia akan terlambat dihari pertamanya. Sambil memasukkan sepotong roti terakhir kedalam mulutnya, ia keluar.
"Sinta Dasha!"
Sinta berhenti dan menoleh. Dahinya berkerut pada seorang pria yang bersandar di pagar rumah. Hari ini, Bintang memakai celana levis dan setelan kemeja santai menghampirinya dengan tangan menenteng helm.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Mengantarmu kesekolah?"
"Eh?Aku tak salah dengar? Kenapa tiba-tiba-"
"Aku ini bodyguard-mu, ingat? Jadi aku akan mengikutimu kemana pun kau pergi."
"Terserah katamu saja, aku sudah terlambat!"
Bintang gesit menahan pergelanganya.
"Kau akan kesekolah dengan remah roti di bibirmu?"
Bintang lekas menghilangkannya, namun Sinta terlanjur menjauh dan mengelapnya sendiri. Bintang memberikan helm yang dibawanya,
"Pakailah! Pakai motor pasti lebih cepat. Ayo!"
Tiba-tiba Sinta tersengal. Wajahnya berubah pucat melihat motor besar berwarna hitam itu bertengger didepannya. Jelas sekali dalam ingatannya, motor itu.. hari itu..
Sinta meremas tangannya sendiri seraya mundur dengan gemetar. Dahinya berkeringat. Ingatan itu kembali menyergap seperti kilasan kaset rusak, samar tapi efeknya luar biasa.
"Em.. ak-aku bisa sendiri. Tak perlu mengantarku."
***
----------------------------------------------------------------
Hai readers! Aku update lagi! Big thanks utk yang menyempatkan waktunya membaca seonggok imajinasiku^^
Jangan lupa tinggalkan jejak, coment dan vote-nya! Gomawo!!