Fangirl Tale

By Dimudipu

3M 347K 57.8K

Aurora dengan segala kepolosan dan ketulusannya membuat dunia seorang Bryan Byun menjadi pelangi. Kehadiran g... More

F A N G I R L T A L E
Aurora - 1
Aurora - 3
Aurora - 4
Bryan - Prettiest Liar
Aurora - 5
Aurora - 6
Aurora - 7
Aurora - 8
Aurora - 9
Aurora - 10
Aurora - 11
Aurora - 12
Aurora - 13
Aurora - 14
Aurora - 15
Aurora - 16
Aurora - 17
Aurora - 18
Aurora - 19
Aurora - 20
Bryan - Sin
Aurora - 21
Aurora - 22
Aurora - 23
Aurora - 24
Aurora - 25
Aurora - 26
Aurora - 27
Aurora - 28
Aurora - 29
Aurora - 30
Giveaway....
Aurora - 31
Aurora - 32
Aurora - 33 (Pengumuman GA1 & GA2)
Bryan - Hard
Aurora - 34

Aurora - 2

105K 11.8K 2.1K
By Dimudipu

Entah mimpi apa gue sampai bisa kerja di sini sebagai asisten rumah tangganya si Bryan. Kasarannya sih, gue pembantu. Meskipun pekerjaan gue adalah part time assistant, tapi gue harus bersyukur karena seenggaknya pekerjaan ini halal. Lagipula gue kuliah di negara ini menggunakan biaya dari pinjaman bank atau bahasa resminya study loan. Jadi gue memang benar-benar butuh pekerjaan. Dan akhirnya, si Joyceline, temen gue yang kebetulan make up artist itu memberikan informasi ke gue soal kerja paruh waktu di apartemen Bryan.

Bodoh kalau gue nggak mencoba peruntungan ini! Jadi gue mengikuti saran Joyceline untuk melamar pekerjaan itu. Dewi Fortuna pun menyambut gue dengan senyuman lebar. Gue diterima.

Gue jelaskan sedikit tentang keseharian gue sebagai asisten rumah tangga. Setiap hari gue harus meluncur ke apartemen Bryan sepulang kuliah. Awalnya, gue merasa seperti bermimpi karena bisa bertemu idola sedekat ini. Hari demi hari terlewati dan seiring dengan berjalannya waktu, gue menjadi cukup terbiasa rutinitas itu. Gue semakin memahami kebiasaan dan karakter majikan gue itu. Salah satunya adalah kebiasaan dia yang shirtless di apartemen. Sebetulnya masih sangat wajar karena dia cowok. Tapi ingat! Gue masih jadi penggemar dia! Jadi bisa kalian bayangkan kan bagaimana rasanya jadi gue?! Rasanya tangan ini gatal ingin memotret dia dari segala angle.

Sebenarnya kalau gue mau, gue bisa saja mengabadikan kegiatan majikan gue di apartemen. Gue bisa menyebarkan foto shirtless dia di internet yang mampu membuat para penggemar mendadak mengaku pecah ketuban, hamil online atau mengeluh sudah pembukaan sembilan.

Iya, gue bisa.

Bisa masuk penjara....

Gue dan Bryan telah menandatangani perjanjian kerja selayaknya orang lain. Dan salah satu poinnya adalah gue harus menghargai privasi dia. Gue nggak boleh mengambil foto dia dan member grupnya. Gue juga nggak boleh mengambil foto di daerah teritorial dia. Gue harus membiarkan dia bebas dengan privasinya. Gue hanya mengiyakan saja. Gue menghargai itu. Lagipula gaji gue sangat lebih dari cukup. Nggak tahu diri namanya kalau gue mengkhianati kepercayaan dia.

Ini sudah menginjak akhir pekan. Semalam Bryan meminta gue untuk datang pagi-pagi ke apartemen. Sebagai asisten rumah tangga sekaligus fans dengan loyalitas tanpa batas, gue mengiyakan permintaan dia. Gue mengerti kalau hari ini dia off dari kegiatan keartisannya. Dia pasti akan sangat membutuhkan gue di apartemen untuk mengurusi semuanya, termasuk sarapan dia.

Pintu apartemen terbuka. Di hadapan gue saat ini, berdiri tegap sosok Bryan dengan messy hair yang justru membuat dia terlihat menggoda. Wajahnya masih terlihat sangat lelah yang membuat gue sadar kalau pekerjaan dia itu sama sekali nggak mudah.

"Buatkan sarapan untukku," ucap Bryan sedikit lemas sembari kembali berjalan menuju kamarnya.

"Baik."

Tanpa banyak bicara lagi, gue segera melesat ke dapur untuk memenuhi tugas. Melihat betapa lelahnya Bryan hari ini membuat gue iba. Gue pun membuatkan sarapan terlezat untuk dia dengan kemampuan yang gue miliki. Harapan gue hari ini nggak terlalu muluk. Melihat Bryan kembali ceria dan segar saja sudah membuat gue bahagia sebagai seorang penggemar.

"Bryan," panggil gue mengetuk pintu kamarnya. "Sarapannya sudah siap."

"Bawa masuk," sahut Bryan malas-malasan.

"Baik," ucap gue segera melakukan permintaan dia. Nggak lupa gue membawakan vitamin yang sengaja gue beli kemarin.

"Apa itu?" Bryan menunjuk botol yang gue letakkan di nampan.

"Vitamin."

"Aku tidak minta."

"Ini pemberian dariku."

Bryan terdiam sesaat dengan tatapan kuat ke arah gue yang sontak membuat kepala ini tertunduk. Dada gue mendadak berdebar.

"Jangan habiskan gajimu untukku. Aku tahu kau mengalami masa sulit di sini," ucap dia sedikit mengecewakan hati gue. Padahal gue berharap kalau dia mengapresiasi usaha gue dan seenggaknya mengatakan terima kasih. Ternyata reaksi dia di luar dugaan. Tapi di sisi lain, gue merasa trenyuh dengan perkataan dia yang terdengar sangat peduli pada nasib gue.

"Lain kali tidak usah membelikan apa pun untukku. Nanti uangku menganggur kalau kau melakukannya lagi," sambung dia yang kali ini membuat kekecewaan gue berubah menjadi jengkel.

"Kalau aku terus menerima barang-barang dari penggemar, kapan uangku akan terpakai? Ayolah, aku bisa membelinya sendiri. Uangku jauh lebih banyak daripada kalian."

Songong banget anjir!

Nyaris saja gue memutar bola mata dengan malas kalau nggak mengingat bahwa dia adalah majikan gue. Sepertinya gue harus belajar untuk mencoret dia dari daftar idola gue. Masalahnya, gue sanggup nggak ya? Sepertinya sulit....

"Setelah ini kau belanja," titah Bryan.

Gue mengangguk. "Baiklah."

Bryan bangkit dari pembaringannya untuk mengambil sesuatu dari dalam dompetnya. Dua kartu disodorkan ke hadapan gue yang membuat gue bertanya-tanya.

"Pakai ini untuk belanja. Nanti aku kirim PIN-nya. Nah, yang ini cardlock apartemen. Pegang ini," ucap Bryan.

"Pegang?' tanya gue masih belum paham.

"Bawalah selama kau masih bekerja padaku. Paham?"

"Hah?"

Gue mengerjap bodoh dan spontan memandang dia dengan tatapan nggak percaya. Sepertinya Bryan sedang nggak waras sampai meminta gue untuk memegang kunci apartemennya. Tapi cowok itu terlihat nggak terlalu peduli dengan tampang bodoh gue. Dia mengambil ponselnya di atas meja. Lalu beberapa saat kemudian, ponsel gue berbunyi. Gue pun merogoh ponsel dari saku.

"Itu daftar belanjaannya," lanjut Bryan.

Gue mengangguk sambil membaca daftar belanjaan itu dengan teliti. Sampai di list yang terakhir, mata gue melotot. Muka gue mendadak merah nggak karuan. Gue sampai nggak berani menatap Bryan sekarang.

"Pemilik tokonya adalah temanku. Aku sudah bilang kalau kau akan mengambil barang itu," kata dia santai.

Gue nggak bisa menjawab. Pikiran gue udah nggak di tempat dan gue hanya bisa ternganga seperti orang dungu. Gue nggak percaya kalau Bryan memesan barang seperti itu. Apa ini sisi lain dari dia yang nggak gue tahu?

"Kenapa melamun?" tanya Bryan dengan muka polos.

"List yang terakhir ... boleh di-skip?" ucap gue pelan.

"Tidak. Semua harus kau beli. Paham?" katanya tegas.

Gue menunduk sambil mengutuk dalam hati.

"Kenapa lagi?" Bryan heran melihat gue.

Gue menggeleng pelan. Sekarang gue bingung. Iya, gue paham kalau pergi belanja itu sudah menjadi tugas gue. Tapi kalau yang harus gue beli itu adalah video film dewasa, mau taruh di mana muka gue nanti?!

"Itu hanya kaset, Aurora. Tidak usah sedih begitu," kata dia lagi yang mendadak membuat gue ingin enyah secepat mungkin. "Atau kau mau kubelikan satu?"

"Tidak! Tidak! Tidak usah. Aku tidak menonton film seperti itu," tolak gue dengan wajah merah padam.

Bryan manggut-manggut. "Lalu film seperti apa yang kau tonton? Uhm.... Fifty Shades Darker???"

"Maaf, aku ke toilet dulu," jawab gue cepat sambil membungkuk. Sepertinya gue harus segera menghentikan obrolan ini sebelum wajah gue semakin merah.

"Berani sendirian?" tanya dia polos. "Tidak perlu ditemani, kan?"

"Tidak!"

"Ya sudah. Sana."

Gue mengangguk dan beranjak dari hadapan dia. Gue memasuki toilet sambil menghela napas. Kuatkan hati lo, Aurora....

🍃🍃🍃


Gue telah melakukan tugas belanja dari Bryan. Gue nggak perlu menceritakan bagaimana malunya gue waktu berhadapan dengan pegawai toko yang dimaksud Bryan. Pegawai yang kebetulan cowok itu senyum-senyum nggak jelas ke gue. Harga diri gue semakin hancur rasanya. Demi apa pun! Tangan gue rasanya melepuh saat memegang benda keramat yang dipesan Bryan. Wajah para pemain film-nya seolah mengejek dengan senyuman nakal yang bikin gue merinding. Mungkin habis ini, gue mau membasuh tangan pakai tanah sebanyak tujuh kali. Geli gue. Padahal hanya sebatas memegang doang loh!

Gue berjalan gontai menuju apartemen Bryan. Gue mengeluarkan cardlock dan membuka pintu apartemen dia. Di saat gue menjejakkan kaki di apartemen, Bryan yang sudah kelihatan sangat segar sedang duduk bersandar ala bos di sofa. Mata jernih itu menatap gue dengan innocent.

"Pesananku sudah semua?" selidik Bryan.

Gue mengangguk.

"Atur yang rapi di kulkas. Oh ya, film pesananku ada, kan?" tanya dia lagi.

Gue mengangguk lagi sambil menahan malu.

"Mana?" Bryan menjulurkan tangannya ke gue.

Astaga, haruskah gue yang nyerahin langsung ke elo? Kenapa nggak lo ambil sendiri aja??? Gue merutuk dalam hati.

Gue terdiam dengan tangan yang mengacak-acak bungkusan belanjaan. Setelah ketemu, gue memberikan benda terkutuk itu dengan tingkat malu yang entah sudah sampai di level mana.

Bryan menerima benda itu seraya tersenyum miring.

"Wajahmu merah, Aurora...."

Gue terdiam. Nggak sanggup gue menjawab ledekan dia. Lidah gue mendadak kaku. Padahal gue bukanlah tipe cewek pendiam. Gue hanya sedang malu dan gue memang sering seperti itu di depan dia karena alasan pribadi.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh! Ini bukan untukku!" ucap Bryan yang sedikit melegakan hati gue. Dia meletakkan kaset itu di sampingnya sambil berkata, "Sean dan Loey akan datang."

Seketika mata gue melebar. "Benarkah?!"

Bryan tersenyum tipis melihat reaksi gue yang pasti kampungan banget di matanya. Gue pun segera menormalkan ekspresi dan berlagak jadi fans yang cool. Padahal di lubuk hati yang terdalam, gue telah menjerit dengan penuh kebahagiaan.

"Kau senang, kan?"

"Senang," jawab gue mencoba datar.

Bryan menegakkan tubuhnya. "Oh ya, aku ingin tahu satu hal darimu. Boleh kan aku bertanya?"

Gue mengangguk.

"Kau fans grup kami, kan?"

Gue mengangguk lagi.

"Siapa yang paling kau sukai?"

Pertanyaan yang pernah gue khayalkan dulu seandainya dia menanyakan itu. Sekarang khayalan gue menjadi nyata. Waktu mengkhayal, gue bisa mengimajinasikan jawaban gue dengan sangat baik. Jawabannya sudah pasti Bryan. Tapi sekarang imajinasi itu ambyar. Gue jadi ragu mau menjawab bahwa dialah yang gue suka. Tentu saja ini berkaitan erat dengan sikap dia yang menyebalkan. Kalau gue jawab "Bryan", dia bakal merasa di atas angin dan semakin bersikap menyebalkan di depan gue. Istilahnya sih ngelunjak gitu.

Gue menghela napas.

"Sean," jawab gue pelan.

Alis Bryan bertaut, kelihatan nggak puas sama jawaban gue.

"Sean?" tanya dia memastikan.

Gue mengangguk.

"Tidak ingin mengganti jawabanmu?" ucap dia.

Gue menggeleng.

Bryan manggut-manggut. "Mau kupecat?"

"HAH?!" kaget gue setengah mati. Apa-apaan ini?! Dia mau memecat gue hanya karena gue menjawab Sean?!

Bryan menyipitkan mata dan memandang gue lekat-lekat. "Masih sayang pekerjaanmu, kan?"

Kepala gue sampai pegal karena mengangguk terlalu kuat. Gue menangkupkan kedua telapak tangan gue dengan wajah memelas.

"Jangan pecat aku...."

"Kalau begitu, kau tahu kan harus menjawab apa?" seringai Bryan yang membuat gue ingin membenturkan kepala ke lantai.

Gue menunduk sambil meremas ujung baju. "Bryan...."

"Good girl...." Bryan mengacungkan jempolnya dengan wajah super ngeselin.

Shit! Gue kena dikerjain. Pengen gue tampar rasanya. Untung dia majikan gue. Untung gue masih nge-fans dia. Dan untungnya, gue masih bisa menahan diri untuk diam.

Kebisuan gue diinterupsi oleh sebuah suara. Bel apartemen berbunyi yang bikin gue bersyukur setengah mati karena bisa lepas dari situasi awkward seperti tadi. Gue membungkuk ke arah Bryan, lalu melesat untuk membuka pintu. Gue melirik intercom sebentar. Yang terjadi kemudian adalah gue hampir pingsan saat melihat penampakan di depan pintu. Tangan ini spontan menutupi mulut gue yang sudah menganga.

"Sean?! Loey?!" histeris gue yang kemudian cepat-cepat menguasai diri.

"Tidak usah berlebihan!" ucap Bryan yang terlihat jengkel dengan kelakuan gue yang udik banget melihat artis.

"Maaf," kata gue segera membuka pintu dengan jantung yang berderu kencang. Saat pintu terbuka, Sean melemparkan senyumnya ke gue. Kaki gue meleleh rasanya.

Ya Tuhan, Engkau pasti tengah bahagia saat menciptakan manusia ini....

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

66.2K 4.5K 52
(SUDAH TAMAT) 💃💃💃 Jika biasanya hanya para lelaki yang tidak pernah mau berurusan dengan wanita. Kisah ini berbeda. Kisah ini menceritakan tentang...
30M 2.5M 68
(Sudah diterbitkan - Tersedia di toko buku) #1 in Romance, 10 Januari 2018 Dewa Pradipta adalah 'dewa' dari segala keburukan. Sebut saja, berkelah...
5.5M 354K 35
[SUDAH TERBIT MENJADI NOVEL] Aldino Dirta Derova & Maura Ghina Digara. Dua mahluk yang gak bisa jauh dari pertengkaran, yang berujung dengan Aldi yan...
2.6M 144K 29
[Ceritanya di private. Kalau mau baca, follow dulu ya!] Dalam persahabatan antara laki-laki dan wanita tidak ada yang murni. Seperti Ken dan Adrina...