Yours

Leonpie tarafından

251K 30.9K 3.9K

[KOOKV; Collection] Sejauh apapun langkah ini menuju, duniaku akan terus berputar pada porosmu. Daha Fazla

He
April Fools
Lost
Beauty Boy
Spring Day
Secret Admirer
Boys 1.0
Boys 2.0
Book 1.0
Book 2.0
Move
Lie
Nonton
An Angel
Volley
Jokes
Cooking
Haruman
Jurnalis 1.0
Jurnalis 2.0
Winter
DNA
Study 1.0
Study 2.0
Enemy
Dream
Differences
The Doctor
Clover 1.0
Clover 2.0
Otherwise
Upnormal
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
Yeontan 1.0
Yeontan 2.0
Prasangka 1.0
Prasangka 2.0
Second Button
Pleasure
Him
Distance
Challenge Letter

Changes

9.9K 1K 92
Leonpie tarafından

     Taehyung begitu mencintai perubahan.

     Tentang bagaimana semesta menyajikan siklus siang dan malam; menjadikan corak cakrawala yang semula kebiruan, lambat-lambat dirambati merah dan ungu ㅡyang kadang-kadang ia tangkap dengan kamera ponsel, dari dalam van yang membawa mereka sepulang bekerja.

     Perubahan hampir selalu membawa kehidupan ke arah yang lebih baik, Taehyung pikir. Seperti kepindahan mereka hari ini, misalnya. Ia ingat ketika di masa-masa krisis, mereka hanya memiliki satu kamar tidur dan harus mengantri untuk sekadar mencuci muka. Tapi lihat bangunan ini, wow. Kamar mandinya saja sama luasnya dengan kamar tidur lama mereka, dan bangunan fantastis ini akan ia tinggali mulai sekarang.

      Muatan dari truk pengangkut barang telah dipindahkan dan menyisakan satu kardus besar koleksi manga miliknya. Taehyung membungkuk sedikit untuk menyelipkan jari-jarinya pada dasar kardus, dan uh, beratnya ternyata agak melampaui ekspektasinya.

     Dengusan geli dari ambang pintu membuat Taehyung mendongak. Mendapati Jungkook tegak bersandar dengan tangan terlipat, tatapan sarat humor, beserta ketidakpekaannya sebab berdiri memblokade di tengah-tengah jalan masuk.

     "Kemarikan, biar aku. Lengan kerempengmu seperti mau tanggal," ujarnya dengan nada usil. Menarik paksa kardus raksasa dari pelukan Taehyung dalam sekali sentak. Sekejap menjadikan Taehyung terperangah. Jungkook melenggang mendahuluinya seperti menggendong kardus kosong, seolah baru saja Taehyung bersikap terlalu berlebihan tentang beratnya.

     Taehyung bersumpah tidak bermaksud melihat-lihat ketika lengan kaos Jungkook yang sedikit tersingkap menunjukkan otot-otot lengan yang terbentuk. Taehyung tidak memperhatikan semenjak kapan Jungkook tumbuh sebesar ini.

"...hyung?"

Taehyung berkedip. "Kau bilang apa?"

Jungkook terkekeh. Andai tangannya menganggur, surai karamel Taehyung sudah kusut masai ia acaki saking gemasnya. "Harus kusimpan di mana ini? Tanganku mulai pegal, hyung," ulangnya halus.

"Ah— itu, di kamarku." Taehyung berjalan memimpin, berjalan sedikit tergesa karena mengangkat dua kardus penuh koleksi manganya bukanlah pekerjaan ringan. "Letakkan saja di samping kasurku." tunjuknya pada salah satu sudut yang dimaksud.

Jungkook mengangguk, lantas meletakkan benda itu dengan patuh. "Kau sudah baca semua komik ini, kan? Kenapa tidak dijual saja sebelum pindah?"

Taehyung berkacak pinggang, semua member sudah menanyakan hal ini tadi, Jungkook yang terakhir. "Aku berencana membaca ulang semuanya kalau sedang bosan," jawabnya untuk kesekian kali.

Jungkook hanya mengangguk sebagai balasan, lalu pemuda itu pamit ke kamarnya sendiri untuk berkemas.

Taehyung menghempaskan diri ke atas kasur setelah Jungkook menghilang di balik pintu. Mengingat kembali bagaimana Jungkook menolak keras-keras keputusan manajer untuk menempatkan dirinya, Jungkook, dan Namjoon dalam satu kamar. Lalu berakhir dengan Taehyung yang tidur sekamar dengan Hoseok dan Jimin.

Padahal sejak pertama kali tinggal bersama, Jungkook begitu mengandalkannya. Menempel padanya setiap waktu, dan menyebut nama Tae hyung pertama kali ketika pemuda itu membutuhkan bantuan.

Tapi sekarang, jangankan menempel sepanjang waktu, meminta tolong padanya saja tidak pernah. Bahkan Jungkook kerap kali meremehkannya, mengolok tubuh kerempengnya, lalu mencubit gemas pipinya seperti bayi. Taehyung merasa perlu menghadiahi cermin besar untuk ulang tahun Jungkook nanti, biar bocah sialan itu bercermin sebentar saja, dan lihat wajah siapa yang terlihat seperti bayi.

Taehyung memejamkan matanya. Sepertinya ia butuh tidur sekarang. Memikirkan Jungkook yang semakin menjauh seiring pertumbuhannya membuat Taehyung lelah tanpa alasan logis. Pemuda itu hanya sedikit, uhm, tidak rela dengan adanya tembok imajiner di antara mereka berdua. Semua orang tau benar betapa Taehyung sangat menyukai detik-detik yang dilaluinya bersama sang maknae.

.
.
.

"Hyung, jangan berjinjit, dasar curang! Oh, pagi Tae hyung." Jungkook menghentikan sejenak kegiatannya mengusili Jimin dan tinggi badannya hanya untuk menyapa Taehyung yang baru saja keluar dari kamar mandi. Lantas kembali mengalihkan seluruh atensinya pada pemuda pendek yang masih sibuk berjinjit untuk meraih remot tv di tangannya, bahkan tanpa perlu repot menunggu respon dari yang disapa.

Taehyung menghela nafas, sekarang Jungkook juga tidak membutuhkannya lagi untuk bersenang-senang. Jeon Jungkook yang pemalu sudah tumbuh menjadi pemuda supel yang mudah akrab dengan siapa saja. Terselip rasa bangga, namun juga rasa asing yang begitu mengganggu. Taehyung rindu saat di mana Jungkook hanya membutuhkan uluran tangannya, hanya Taehyung, bukan yang lain.

"Tae, sudah makan?"

Taehyung berjengit ketika Seokjin tiba-tiba muncul di depan wajahnya, "Aku tidak lapar," jawabnya, dengan cengiran kotak di akhir kalimat.

"Ada masalah?" Tanya member tertua akhirnya. Astaga, mengapa hyungnya yang satu ini peka sekali, sih?

Taehyung berdengung sejenak, kemudian menggeleng keras, menyebabkan helaian lembut di puncak kepalanya ikut bergerak seiring dengan pergerakkan kepalanya. "Tidak, bukan apa-apa," jawabnya seraya melirik kericuhan yang terjadi karena Jungkook dan Jimin mulai berlarian di dalam rumah; masih memperebutkan remot tv.

Jin mengikuti arah pandang yang lebih muda, lantas terkekeh setelah menyadari apa yang terjadi. "Soal Jungkook, eh?"

Taehyung menoleh cepat. Sambil mengabaikan rasa nyeri yang menyerang lehernya akibat gerakan tiba-tiba itu, Taehyung mengerjap dengan mulut sedikit terbuka. Ah, mau berbohong sekarang juga percuma, kan?

"Uhm, aku hanya— seperti kehilangan teman bermain, itu saja." Taehyung menurut ketika lengannya ditarik ke ruang makan. Seokjin menuntun mereka untuk duduk di salah satu kursi meja makan.

"Teruskan," titah yang lebih tua setelah menemukan posisi yang lebih nyaman; siku yang menumpu pada permukaan meja, selagi telapaknya menyangga di bawah rahang.

"Kau tau 'kan, hyung, dulu Jungkook cengeng sekali." Pemuda itu terkekeh ketika otaknya memutar ulang kejadian-kejadian di asrama kecil mereka dulu. Jungkook yang akan langsung menangis ketika diminta menyanyi terus-menerus. Jungkook yang akan memilin ujung kausnya tanpa berani menatap balik ketika sedang dimarahi. Jungkook yang akan menarik tangan Taehyung ketika tangannya tidak sampai meraih benda di tempat tinggi. Dan Jungkook-Jungkook lain yang tampak begitu menggemaskan dan butuh sekali dilindungi.

Taehyung menghela nafas yang terdengar berat sekali di telinga Seokjin. "Sekarang lihat dia, sama sekali tidak membutuhkanku. Anak itu cepat sekali dewasa, otot-ototnya membuatku takut."

Seokjin mendengus. "Siapa yang kau bilang dewasa, Tae?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari dua manusia yang sekarang sedang berguling-guling di ubin ruang tamu. Masih soal remot, tentu saja. "Jungkook itu, ototnya tumbuh lebih cepat daripada akalnya. Dia hanya remaja labil yang sedang mencari jati diri. Jungkook sedang berusaha menemukan apa yang sebenarnya dia inginkan."

Seokjin menoleh, tersenyum begitu tulus. "Bersabar sedikit lagi, dia pasti akan kembali merengek padamu. Hanya saja, dengan cara yang sedikit berbeda."

"YAH, JEON JUNGKOOK! AKU LEBIH TUA DARIMU!" Jerit Jimin sambil melempar bantal sofa. Keringatnya yang sebesar biji jagung menunjukkan betapa lelahnya ia meladeni Jungkook yang jelas-jelas bertubuh lebih besar darinya.

"Aku mengerti, hyung," ujarnya bersemangat. Ada sedikit harapan yang membuncah dalam dadanya. Dan Taehyung ingin percaya pada tiap kata yang diucapkan Jin dengan begitu dewasa.

.
.
.

Akhir tahun, semua member diberi kesempatan untuk kembali ke rumah masing-masing. Namun tidak ada satupun yang berniat meninggalkan asrama untuk perjalanan jauh di tengah musim dingin. Tidak satupun, kecuali Taehyung. Pemuda itu meninggalkan asrama tanpa pamit setelah mendapatkan izin dari manajer.

Taehyung memilih untuk berada jauh dari para member selama beberapa hari untuk menjernihkan pikirannya. Mungkin juga ini adalah kesempatan baginya untuk merayakan ulang tahun bersama keluarga di Daegu. Sudah bertahun-tahun Taehyung tidak melakukannya; sejak masa trainee yang begitu menguras habis seluruh energinya.

Ini hari kedua Taehyung di Daegu. Suasananya yang sedikit lebih tenang dari hiruk pikuk kota Seoul membuat jiwanya tenang. Ditambah lagi, ponselnya mati dua hari ini. Ah, sedang apa ya mereka di sana? -pertanyaan-pertanyaan semacam itu terus bermain dalam benaknya. Membuat Taehyung segera mengobrak-abrik isi tas untuk menemukan charger ponselnya.

Tidak perlu waktu lama bagi Taehyung untuk menemukan 19 pesan baru dan 72 missed calls di layar ponselnya ketika benda persegi itu dinyalakan.

Lalu setedik kemudian, benda itu bergetar lagi. Menampilkan tulisan incoming call diikuti nama pemanggil yang segera mengundang senyum kerinduan di wajah tampannya.

Jungkookie.

"Di mana?" tanya pemuda di seberang telepon begitu Taehyung menempelkan benda persegi itu di telinganya.

Taehyung meringis. "Aku di rumah orang tuaku."

"Kenapa tidak bilang padaku?"

"Aku baru akan mengabari Jin hyung," jawab yang lebih tua seraya mengedikkan bahu. Lupa sepenuhnya bahwa mereka dipisahkan oleh jarak berkilo-kilo meter. "Lagipula aku hanya pergi sebentar."

"Berapa lama?"

"Satu minggu?" sahut Taehyung skeptis.

"Dan kau sebut itu sebentar? Apa yang kau lakukan di sana selama itu?" Taehyung terpaksa menjauhkan ponsel dari telinganya ketika Jungkook menambah oktaf dalam suaranya.

"Astaga, tenanglah. Aku hanya —perlu mengurus sesuatu," jawabnya berbohong.

"Sesuatu apa?"

Taehyung menggaruk kepalanya yang mendadak gatal, "Ya —ini dan itu."

"Katakan dengan jelas, hyung!"

Taehyung baru saja akan membalas teriakan Jungkook ketika sebuah suara di seberang sana menginterupsinya, Jin hyung memanggilmu untuk makan malam, Lalu diikuti kalimat, Siapa itu? Taehyung? Jelas sekali, itu suara Jimin.

"Makan sana, aku tutup teleponnya."

Taehyung memutuskan sambungan secara sepihak. Dia tidak ingin mengganggu waktu para member bahkan ketika jarak membatasi mereka. Maka setelah Taehyung mengirimkan sederet kalimat kepada Seokjin, ponsel itu kembali dimatikan.

"Tae, ingin dibuatkan sesuatu untuk ulang tahunmu?"

Taehyung menoleh dan mendapati kepala nyonya kim menyembul dari balik pintu. Taehyung mengangguk semangat. "Sup rumput laut dan ... uhm, ekstra strawberry untuk kue ulang tahunnya?"

Nyonya Kim mengangguk afirmatif. "Apapun, boy."

Taehyung melompat dari kasurnya untuk memeluk sang Ibu. "Yeay! Eomma yang terbaik!"

.
.
.

Taehyung menggeliat risih dalam tidurnya. Terlalu mengantuk untuk sekadar membuka mata dan mencari tau apakah sentuhan-sentuhan di tiap jengkal wajahnya —yang dirasakannya saat ini benar nyata atau hanya bagian dari mimpi.

Menyerah, akhirnya Taehyung membuka mata. Hanya untuk menemukan wajah Jungkook yang tersenyum lebar di depan wajahnya.

"Pagi, hyung."

Taehyung menggosok matanya berulang kali. Ternyata Jungkook benar-benar di sini, di kamarnya. "Jungkook, kenapa di sini?"

"Menjemputmu, tentu saja," Jungkook membawa tangannya untuk menarik pergelangan Taehyung. "Cepat bangun, birthday boy! Semua orang sudah menunggu."

Tenaga Jungkook yang tidak main-main membuat Taehyung sontak bangkit. Jungkook menuntun mereka ke dapur tanpa melepaskan tautan tangan keduanya.

Taehyung menunduk, tersenyum, mengagumi betapa pas tangannya berada dalam genggaman Jungkook. Hangat, dan Taehyung merasa begitu dilindungi.

"TAE!" Taehyung nyaris terjerembap ke lantai ketika Jimin menerjang tubuhnya. "Padahal baru tiga hari, tapi seperti sudah tiga tahun tidak bertemu!"

Taehyung terkekeh. "Berlebihan."

Setelahnya ucapan-ucapan selamat ulang tahun memenuhi ruangan itu.

.
.
.

"Hyung."

Taehyung menoleh, mendapati Jungkook yang sudah menyamankan diri di sebelahnya. Saat ini mereka sedang duduk di halaman belakang kediaman keluarga Kim. Perayaan sederhana ulang tahunnya sudah selesai sejak setengah jam lalu. Berkumpul bersama para member dan keluarganya di hari ulang tahunnya, ugh, rasanya tidak ada yang lebih sempurna daripada itu.

"Jangan lakukan lagi." Suara lirih Jungkook menarik atensi yang lebih tua, pemuda itu menoleh dengan alis terangkat naik.

"Jangan lakukan apa?"

"Pergi tanpa mengatakan apapun." Jungkook menatap lurus-lurus sepasang hazel milik Taehyung. "Aku kira sesuatu yang buruk terjadi padamu. Ditambah ponselmu tidak bisa dihubungi." Jungkook menghela nafas sebelum melanjutkan, "Jangan lakukan lagi, aku jadi tidak bisa menjagamu kalau kau tidak berada dalam jangkauan pandangku. Sia-sia saja aku mengekori Jimin hyung ke gym setiap hari kalau tetap tidak bisa melindungimu."

Taehyung diam tertegun.

"Aku akan minta Hoseok hyung bertukar kamar denganku setelah pulang nanti. Aku tidak mau kelepasan lagi seperti kemarin. Cukup sekali, aku tidak akan mengalihkan mataku seinchi pun darimu."

"Tapi kupikir kau tidak suka satu kamar denganku," cicit Taehyung ketika mengingat penolakan Jungkook waktu itu.

"Mana mungkin." Jungkook terkekeh. "Tae hyung 'kan hyung favoritku. Aku hanya tidak ingin tidurmu terganggu jika berada di kamar yang sama dengan Namjoon hyung. Dia itu berisik sekali saat tidur."

Jungkook tersenyum di akhir kalimat. Tampan sekali, Taehyung jadi tidak tahan untuk tidak ikut tersenyum.

"Hey! Aku dengar itu, dasar bocah menyebalkan!" Jungkook meronta ketika lengan kekar Namjoon mengapit lehernya tiba-tiba. "Aku tidak berisik saat tidur!" protesnya tidak terima.

Jungkook berjengit. "Hyung 'kan tidur, mana mungkin sadar! Hyung mendengkur keras sekali!" balas Jungkook sengit. "Tae hyung, tolong aku!"

Taehyung terpingkal di tempatnya. Memilih untuk menjadi penonton dan menolak rengekan Jungkook kali ini.

Taehyung begitu mencintai perubahan. Bagaimana cara Jungkook berubah menjadi kuat hanya untuk melindunginya. Bagaimana Jungkook memperhatikannya sedemikian detail demi untuk menjaganya tetap pada zona nyaman. Dan Taehyung tidak perlu khawatir, karena seberapa besarpun jarak yang tercipta sebab perubahan Jungkook, Taehyung akan selalu menjadi pusat semestanya.

.
.
.


fin.

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

7K 1.2K 8
Jeongguk menemukannya, bahkan sebelum menatap sosoknya. -- Jeongguk adalah seorang Pure Alpha dari sebuah pack besar di daratan Eropa. Dia dan keluar...
16.5K 2.3K 7
Disclaimer: Lookism by Park Taejoon Jujutsu kaisen by Gege Akutami Yang Gojo tahu, saat itu ia tersegel oleh musuhnya. Namun kini ia malah terbangun...
103K 18K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
42.9K 3.9K 30
Inilah cara bagaimana Kim Taehyung menentukan kisah akhirnya. . . . [BTS Fanfiction. AllxTaehyung. Taehyung!centric].