The Sacred Witcher Act I: The...

By _ROGUE__

33K 2.4K 116

Di suatu era yang masih berada jauh dari modern, seorang gadis muda, Lilith Brooker, tiba di sebuah kota terk... More

Runaway
Nirva
Ruin City
Unusual Encounter
Awake (Part 1)
Awake (Part 2)
The Cursed One (Part 1)
The Cursed One (Part 2)
The Cursed One (Part 3)
The Cursed One (Last Part)
Pesan dari Penulis
Seal the Hellgate!
Disintegrated
Clearance
Special Guest
Dream (Part 1)
Dream (Part 2)
Dream (Last Part)
Pesan dari Penulis
Vannya
Inside Her
Contract
Resus (Part 1)
Resus (Part 2)
Resus (Part 3)
Pesan dari penulis
Resus (Part 4)
Resus (Part 5)
Scorch
Pesan dari Penulis

Resus (Part 6)

503 38 1
By _ROGUE__

Butiran abu bertabur ditiup angin, kobaran api dengan cepat menyebar, menyala-nyala pada pemukiman desa, menyulap bangunan bertembok kayu menjadi arang yang tak ada lagi artinya. Rumah kecil pun menjadi mangsanya, rumah yang kini tak lagi utuh diterjang api, runtuh pada bagian depannya hingga membuat seorang gadis kecil tak berdosa terperangkap di dalamnya. Dirinya menangis sunyi dengan napas yang sesak, bongkahan kayu nan besar menindih sekujur tubuhnya yang mungil. Gelap menyelimuti tempatnya terbaring pasrah, hanya sedikit celah yang membiarkannya mengintip nyala api yang berkobar di luar sana.

Raungan monster terdengar menggema, terdengar suara kaki yang buru-buru menjiplakkan jejak di atas jalan berlumpur. Hujan dan guntur menemani mereka-para penduduk desa-yang tengah berteriak, merintih, dan menangis dalam duka dan keputusasaan.

Terlihat dari celah reruntuhan, seorang wanita yang berjalan terseok-seok dengan kaki gemetar. Tangannya meremas erat pundaknya yang terluka. Tubuhnya bermandikan darah yang mengucur di sepanjang jejak yang dicetaknya. Tak lama, wanita itu tersungkur, jatuh dengan posisi berlutut sebelum akhirnya terbaring tak berdaya di atas tanah berlumpur. Entah bernapas, entah bernyawa, genangan air melahap sekujur wajahnya, tubuhnya pun tak bergerak seinci pun, titik air hujan menyapu sebagian darah yang menempel pada permukaan bajunya.

"Ibuu...," rintih sedu sang gadis, ketakutan dalam pilu dan deritanya.

Bergetar, tanah mendadak bergetar. Sesuatu yang besar menghantam tanah-tidak, bukan! Sesuatu yang tengah melangkah, bertubuh besar layaknya seorang raksasa. Rentetan dentuman terdengar, perlahan mendekat dengan pasti. Getaran terasa menguat, celah reruntuhan pun melebar seketika, terlihat bayangan hitam yang tercetak di tanah, mewakili sesuatu yang besar, teramat besar dan berkaki empat.

Ketakutan bukan main, bising bencana lenyap dari telinga sang gadis, hening pun datang mendekap, detak jantungnya yang semakin memburu menggantikan segala suara yang ditangkap telinganya.

"I-itu...," bisik kaku sang gadis.

Tak begitu jauh di depan matanya, hadir sesosok makhluk berbulu dan bertubuh besar yang membuat telinganya seakan tak ingin lagi menangkap suara. Seekor predator berkepala dua, bertubuh jangkung, dan bernodakan darah pada setiap giginya yang meringis. Makhluk itu mengendus-ngendus wanita yang terkulai di atas jalan berlumpur, lalu menjilati sekujur tubuhnya dengan kedua lidahnya dari masing-masing kepala. Tak lama, monster itu menggigit salah satu kakinya dan menyeretnya jauh-jauh hingga tubuhnya tak lagi terlihat. Gemeletuk keras terdengar setelahnya, beriringan dengan suara daging yang terkoyak oleh taring-taring yang tajam. Sesuatu yang merah pun mengalir dari sisi yang sama, bersua dengan genangan lumpur yang semakin kental bercampur darah.

Sang gadis kecil menahan mulutnya erat-erat, menangis dalam sunyi, genangan bening di matanya mewakili batinnya yang histeris ingin menjerit.

Tidak..., besitnya dalam hati yang tak sanggup lagi mengharapkan keselamatan.

Napasnya tak tahu arti kendali, detak jantungnya semakin menjadi-jadi dan tak beratur, namun itu bukanlah berita buruk yang membuatnya demikian. Makhluk itu datang kembali, kedua mulutnya yang meringis seakan memberi tanda bahwa ia tak puas dengan apa yang dilahapnya barusan. Makhluk itu mengendus-ngendus sekitarnya seraya melangkahkan kakinya mendekati sang gadis, memanjat reruntuhan rumah dengan keempat kakinya yang berlumuran lumpur dan darah. Moncongnya bersimbah merah, darah pada mulutnya perlahan menetes, jatuh mengalir pada seluk-beluk reruntuhan di bawah kakinya, bergantung pada tepian bongkahan kayu hingga akhirnya mendarat pada pipi sang gadis.

Berat dan semakin berat, sang gadis meringis pedih ketika sang monster menindih reruntuhan yang membuatnya semakin terjepit. Tubuhnya terasa hancur dengan perlahan, tak sengaja ia merasakan tulang pinggulnya yang perlahan retak. Tak tahan dengan pedih yang dirasanya, sang gadis tak sengaja membiarkan jeritnya meledak, sekeras-kerasnya ia berteriak, sakit bukan main ketika sekujur tubuhnya terhimpit jauh lebih erat.

Di saat yang hampir bersamaan, sang monster mengangkat moncongnya dari reruntuhan. Kedua kepalanya buru-buru menoleh ke sana kemari, mencari asal suara yang baru saja merasuk ke dalam telinganya. Hingga akhirnya, keempat matanya mendapati sang gadis yang terhimpit di bawahnya, di saat itu pula sang monster menghunuskan semua cakarnya, lalu dengan liar menancapkannya pada reruntuhan di bawah kakinya berpijak. Sang monster menggali lurus ke bawah, terus menggali sembari menggigit-gigit rongsokan bangunan yang menghalangi taringnya dari sang gadis. Moncongnya mendekat, terus mendekat dan sejengkal lebih dekat dalam setiap detik yang berlalu. Hingga akhirnya, ketika tiada lagi rongsokan yang menghalangi, ketika taring dan napas sang monster tercium dalam jarak yang begitu dekat, di saat itulah sang gadis sadar bahwa nyawanya tak akan bertahan sampai menit selanjutnya. Uap panas berbau amis menyembur dari lubang hidung sang monster. Sang gadis pun perlahan menutup matanya pasrah, menyiapkan batinnya kuat-kuat, menghadapi maut yang jaraknya tak sampai sejengkal di depan wajah.

Tanpa undangan, angin mendadak datang menerpa keras, begitu keras layaknya topan yang menghantam tanah, disusul suara dari sebatang bilah yang membelah udara, lalu dengan keras menghantam cakar sang monster, diikuti suara belulang yang terpotong bersama daging yang melapisi tulangnya.

Rasa penasaran mengalahkan takut, sang gadis perlahan membuka kelopak matanya, lalu membelalak kaku ketika dirinya sadar bahwa Tuhan baru saja mengubah garis takdirnya.

Di hadapannya, terlihat tubuh sang monster yang tak lagi utuh, terbelah melintang, separuh tubuhnya lenyap entah ke mana, sedangkan separuhnya yang lain hanya membeku di atas sang gadis dengan mulut terbuka. Tak lama, separuh jasad itu terbakar oleh reaksi kimia, kulitnya membara layaknya arang, perlahan menjadi abu yang bertabur bersama angin, dan menyisakan jantungnya yang membeku menjadi sebongkah koral raksasa.

Tak jauh di belakang separuh jasad sang monster, terlihat seorang pria berambut perak yang membungkuk dengan satu lutut yang menyentuh tanah. Tangan kanannya menggenggam sebilah pedang yang tampak baru saja merenggut nyawa-bersimbah darah pada tepiannya yang lancip. Perlahan, ia menolehkan kepala menghadap sang gadis, menampakkan kedua matanya yang tampak merah menyala. Sang gadis mengatur napasnya yang berantakan, sebisa mungkin pikirannya menelaah apa yang baru saja terjadi.

Sang pria berambut perak membangkitkan tubuhnya, lalu berjalan pasti mendekati reruntuhan yang menjepit sang gadis.

"Eterna, bantu aku," ucap sang pria berambut perak entah kepada siapa.

Pedang di genggaman tangannya sontak menyala, benderang layaknya mentari, hingga cahayanya lenyap setelah beberapa detik kemudian. Wujud benda mati di tangannya pun berubah, sesosok wanita berambut hitam legam tampak baru saja terlahir dari pedang itu.

Sang pria meraih ujung batangan kayu yang masih menjepit kaki sang gadis, bersama dengan sang wanita di sisi lain yang menggenggam batangan kayu yang sama.

"Dalam hitungan ketiga," ujar sang pria.

"Satu... dua... tiga!" seru serempak keduanya.

Tak perlu waktu lama, bongkahan kayu pun terangkat. Terlihat cipratan darah pada permukaan bawahnya, juga pada tanah yang menjadi tempat terbaringnya sang gadis.

Sang gadis memberanikan lidahnya berucap, "Si-siapa kali-"

"Claude, ada pendarahan di pinggulnya," potong sang wanita.

Sang pria berambut perak merendahkan tubuhnya ke dekat sang gadis dan berucap, "Jangan bergerak atau lukamu akan bertambah parah."

Sang pria tak dikenal itu menggulung lengan baju kirinya ke dekat sikut, menampakkan rentetan tato yang terlukis rapi pada permukaan lengannya. Mulutnya lalu melantunkan sebaris kalimat yang terdengar asing di telinga, diikuti dengan munculnya cahaya misterius berwarna kehijauan yang berkilau pada seluruh bagian tatonya.

"Ini akan sakit, bertahanlah," ucapnya halus.

Terbakar, begitu panas layaknya bara yang menyengat. Sang gadis menjerit lantang ketika sang pria menyentuh pinggulnya dengan tangan yang bercahaya. Gadis malang itu berusaha memberontak, namun sang wanita lekas menyekap kedua tangannya untuk memastikan tubuhnya tetap berada pada posisi yang sama. Tak lama, hitam pekat memenuhi pandangannya, pupil matanya membesar, kesadarannya hilang dengan mata yang masih terbuka lebar.

***


Hi readers!! Maaf, updatenya lama banget....

Mimin sibuk banget kuliah, tugas-tugas nomplok kayak hujan duren, minggu depan juga ada UTS. (ToT)

Buat yang bentar lagi lulus SMA, mimin mau ngucapin selamet ya! Hehehe, dan semoga kalian bisa dapet perguruan tinggi yang kalian inginkan... :)

Eh, udah sampe sini bacanya?
Makasih ya udah baca pesan singkat dari mimin... :)

Continue Reading

You'll Also Like

241K 343 17
Kumpulan cerita dewasa part 2 Anak kecil dilarang baca
1.5M 79.6K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
1.2M 88.2K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
220K 552 21
21+++ Tentang Rere yang menjadi budak seks keluarga tirinya