Memories

Par Syaavero_

125K 9.6K 1.8K

"Semua hal yang berhubungan sama lo bakal gue simpan di kotak ini. Karena, hidup ga akan selalu tentang gue d... Plus

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Epilog
Extra Part
New Story

Chapter 3

3.4K 304 129
Par Syaavero_

"Because I could watch you for a single minute and find a thousand things that I love about you."


***

"Ini obat buat sakit kepala yang menurut gue cukup ampuh. Biasanya nyokap gue kalo sakit belinya yang kayak gini. Bisa dicoba."

Aura menatap seorang lelaki yang barusan menolongnya saat ia kesulitan memilih obat sakit kepala. Ia terkejut saat melihat cowok itu. Cowok yang sedang memakai baju hitam polos dengan celana pendek jeans beserta sendal jepit, yang membuatnya terlihat lebih santai daripada di sekolah. Tapi sama saja, wajah cowok itu tetap saja datar seperti biasa.

"Kak...Bintang?" Ucapnya ragu saat memanggil cowok itu dengan nama Bintang. Cowok itu lantas menaikkan sebelah alisnya.

Yaelah, baru tadi ngomong panjang, kenapa jadi irit lagi?

Seakan tersadar dengan apa yang sedang dipikirkannya, Aura menepuk dahinya dramatis.

Kok gue malah berharap dia ngomong panjang sih?

Cowok itu mengerutkan alisnya saat melihat tingkah aneh Aura. "Kenapa?"

"Gak," Ucap Aura dengan cepat. "Baru kali ini gue denger lo ngomong lebih dari 10 kata kak," Ucap Aura dengan kekehan kecil.

"Oh,"

Oh doang nih? Buset dah.

"Ini obatnya, mau gak?" Kata si cowok es dingin yang masih menyodorkan obat sakit kepala itu ke Aura.

"Makasih ya," Ia mengambil obat itu dari tangan cowok datar di depannya.

Cowok yang sedang menenteng tas belanjaannya itu lalu menganggukkan kepala.

"Yaudah kak, gue duluan." Aura berjalan menuju kasir dengan membawa cemilan yang cukup banyak dengan kedua tangannya. Ia sempat menyesal karena tidak mau mengambil tas belanja yang tersedia disana. Pikirnya, ia akan membeli dua cemilan saja. Tapi, apa daya jika Aura memiliki penyakit yang bernama lapar mata.

Alhasil, tanpa kesadaran Aura, ia malah tidak sengaja menjatuhkan obat yang barusan diberikan seorang cowok kepadanya. Untung saja, cowok itu memperhatikan Aura yang sedari tadi sibuk dengan barang-barangnya.

Setelah cowok yang Aura panggil Bintang itu membayar belanjaannya, ia menghampiri seorang cewek yang sedang menaruh barang belanjaannya di gantungan motor putih miliknya.

"Eh, cewek doraemon!" Ucap si cowok es agak berteriak.

Yang dipanggil lantas menolehkan kepalanya karena merasa dirinya dipanggil, sebab Aura sekarang sedang memakai baju tidur doraemon kesukaannya itu. Cewek itu mengerutkan keningnya saat menyadari siapa yang barusan memanggilnya. Ia menghentikan niatnya untuk menyalakan mesin motornya.

"Kenapa, kak?" Kata Aura saat cowok itu sudah berdiri di hadapannya.

Si cowok es menyodorkan obat itu dengan wajah datar. "Tadi jatoh,"

Aura melebarkan kedua matanya. "Ha serius?!"

Si cowok es lantas menganggukkan kepalanya. "Dasar ceroboh,"

"Ih? ngeselin dah," Aura menatap cowok itu sinis. "Jarang ngomong. Eh, sekalinya ngomong nyelekit,"

Cowok itu memutar matanya. "Buruan ambil, berat nih belanjaan gue." Cowok itu masih setia menyodorkan obat ke hadapan Aura.

"Oh iya," Aura mengambil obatnya. "Makasih, kak."

Cowok itu menganggukan kepalanya dan meninggalkan Aura begitu saja. Seakan teringat sesuatu, langsung saja Aura memanggil kembali cowok itu.

"Kak Bintang!" Cowok itu menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap Aura.

"Apaan?!" Ia sedikit berteriak berhubung jarak mereka yang sedikit jauh.

"Gue belom ganti duit obatnya!"

"Apa?!" Ulang cowok itu karena tidak bisa mendengar perkataan Aura akibat lagu yang sedang mengalun di kedua telinganya.

Aura menunjukkan obat yang ia pegang. "Obatnya belom gue bayar ke elo!"

Tanpa aba-aba, si cowok es justru malah berbalik badan dan melanjutkan perjalanannya tadi tanpa berbicara lagi pada Aura. Cowok itu memasuki gang kecil yang berada tak jauh dari supermarket dan seketika itu juga menghilang dari pandangan Aura. Aura berspekulasi, bahwa rumah cowok itu mungkin dekat dari supermarket, berhubung cowok itu tidak membawa kendaraan sama sekali.

Cowok aneh. Kagak mau duit apa ya? Batin Aura sambil mengamati obat yang ia pegang.

Tak mau berlama-lama disana, Aura pun menyalakan mesin motornya dan menjalankan motornya dengan kecepatan yang sedang. Entah kenapa, Aura merasa penasaran dengan cowok itu. Cowok yang menurut Aura berbeda dari cowok-cowok yang lain. Pendiam dan dingin.

Senyum Aura timbul dari balik helm yang ia kenakan.

Cowok diem kalo dibikin jadi cerewet, asik juga? Bisa ga ya? Jadi penasaran.

***

Bel jam pelajaran ketiga baru saja berbunyi. Pergantian jam pelajaran akan dilakukan di semua kelas, tak terkecuali kelas 11 IPS 3. Kelas yang terletak di lantai 3 gedung tengah SMA Angkasa.

Pak Amar memasuki kelas lima menit setelah bel berdering sambil membawa beberapa barang yang bisa dipastikan menjadi bahan untuk praktek seni kali ini.

"Pagi semua," Sapa guru itu.

"Pagi, Pak," Ucap semua murid serentak, namun tidak untuk Aura.

Cewek itu masih memejamkan matanya dan menjadikan jaket putihnya sebagai alas pengganti bantal. Tidak tahu bahwa guru dengan mata pelajaran baru sudah datang dan memulai pelajarannya.

"Aura," Panggil Pak Amar dari depan kelas saat menyadari bahwa muridnya yang satu itu lagi-lagi tertidur di kelas.

"Ra bangun Ra," Fira menyenggol lengan sahabatnya itu sambil berbisik pelan. "Woy Aura, Pak Amar manggil lo itu."

"Aelah, ganggu aja," Gerutu Aura, namun ia menurut dan mengangkat wajahnya, iapun menatap Pak Amar dengan tatapan datar. "Kenapa Pak?"

"Kamu kalo di kelas jangan tidur mulu kenapa sih?"

"Aduh maaf, Pak. Tapi saya ngantuk," Aura menggaruk-garukkan rambutnya yang berantakan. "Mau diapain lagi? Obat biar ngantuk ilang itu kan tidur, Pak." Ucap Aura santai.

"Yasudah kamu cuci muka sana," Perintah Pak Amar, Aura pun menyetujuinya dengan senang hati.

"Oke," Aura bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu kelas.

"Oh iya Aura," Pangil Pak Amar tiba-tiba.

Aura menghentikan langkahnya, dan berbalik badan menghadap guru seni kelas 11 nya ini. "Kenapa lagi, Pak?"

"Bapak lupa sesuatu," Guru itu nampak menghentikan acara mengotak-atik barang bawaannya itu dan menatap salah satu murid yang sudah ia afal itu. "Kamu ambil hiasan tempel buat karya mozaik ya? Ada di lemari kayu warna putih di pojok ruang seni. Kamu tau kan? Nah, disitu ada tempatnya kok, khusus benda buat karya seni mozaik."

"Yaelah, Pak." Keluh Aura. "Bapak ajalah,"

"Kamu itu dimintain tolong masa tidak bisa, Aura? Sudah, lakukan saja."

"Yaudah-yaudah. Bentar ye, Pak." Dengan ogah-ogahan, Aura keluar dari kelas untuk menuju ruang seni yang berada di lantai satu.

***

Aura mengetuk pintu ruang seni yang tidak terkunci itu dan membukanya dengan pelan. Biasanya, ruang seni tidak ada yang menjaga, tidak seperti ruang uks yang selalu ada penjaga setia disetiap harinya. Iapun memasuki ruangan yang nampak sepi itu.

"Permisi," Ucap Aura.

Ruang seni SMA Angkasa tidak terlalu besar, namun nyaman. Ruang itu sejuk dan sangat bersih. Dengar-dengar sih, karena ada siswa yang sering datang kesana untuk melakukan sesuatu. Maka dari itu, ruang seni menjadi terawat dan bersih.

Terakhir kali Aura mengunjungi ruang seni itu waktu ia menduduki bangku di kelas 10 saat awal semester lalu. Pasalnya, guru seninya lebih sering menyuruh muridnya untuk praktek di dalam kelas dibanding di ruang seni itu sendiri.

Aura merasa terpana akan foto-foto yang terpampang dibalik tembok putih bersih disekitarnya. Ia tertarik untuk melihat-lihat foto itu dan segera mendekatinya. Foto-foto itu nampak sangat indah dan bagus. Pasti yang mengambil gambar sudah ahli dan juga kamera yang digunakannya pasti bukan sembarang kamera.

Foto yang terpampang rata-rata tentang bintang, ada juga beberapa tentang bulan, dan kebanyakan pemandangan. Objek-objek yang diambil sang pemotret sangatlah pas dan bagus.

Aura terkejut saat melihat salah satu foto yang tertempel disana. Foto yang menampakkan dirinya saat sedang men-dribble bola basket. Ia ingat, foto itu pasti diambil saat Cup yang diadakan SMA Angkasa tahun lalu.

Anjir, guenya jember banget.

"Ada keperluan apa kesini?"

Suara berat seseorang dari arah belakang membuat Aura membalikkan badannya spontan. Ia langsung dihadapkan dengan seorang lelaki yang memakai seragam batik khas SMA Angkasa yang berwarna biru yang tidak berada di dalam celananya. Kedua tangannya berada dibalik saku celana putihnya yang agak kecil. Tampangnya masih sama, datar.

"Fotonya bagus-bagus banget sih?" Aura tidak memperdulikan ucapan si cowok es itu dan melanjutkan aktivitas lihat-melihatnya. "Lo tau gak, siapa yang moto ini foto-foto?"

"Tau," Suara cowok itu sekarang terdengar dari samping Aura, tidak lagi dari belakangnya.

"Siapa?"

"Buat apa lo tau?"

"Ya karna gue mau tau, siapa yang ngambil itu foto gue yang jembernya minta ampun," Aura menunjuk foto yang menampakkan dirinya dengan tatapan horor. "Bukannya pajang yang guenya kece juga, malah yang begitu."

"Masih syukur ada yang mau motoin," Ucap cowok itu dingin. "Lagian kalo menurut gue, fotonya udah kece. Lo nya aja yang kagak kece."

"Idih ngeselin banget dah," Aura menatap cowok datar itu dengan sinis. "Kalo ngomong selalu datar, mana ngatain melulu lagi."

"Lo mau tau gak, siapa yang rajin kesini buat ngerawat ruang ini, terus juga yang moto dan nempel semua foto disini? Mereka orang yang sama." Ucap cowok itu tidak nyambung.

"Siapa?"

"Namanya Zaro,"

"Siapa tuh Zaro? Pasti keren ya orangnya? Biar gue tebak," Aura mengetukkan pelipisnya menggunakan jari telunjuknya, layaknya seseorang yang sedang berpikir keras. Yang membuat cowok di sebelahnya tersenyum kecil. Sangat kecil bahkan, seperti tidak tersenyum sama sekali. "Dia pasti orangnya bersih, rapi, keren, asik, dan yang pasti ga datar. Betul gak?" Lanjutnya pede.

"Nama panjangnya Zaro Bintang Adiwijaya," Ucap cowok itu tidak nyambung, lagi. "Dan lo salah." Telaknya.

"Dih?"

"Karena, yang gue tahu dia itu orangnya dingin, diem, datar, tapi lo ada benernya juga. Dia rapi , bersih, asik. Kece juga, ganteng juga, tinggi juga. Pokoknya sih jago moto dan pastinya, dia suka bintang."

***

Aku update lagi yeaaaaay!
Happy reading guys:)
Jangan lupa v&c yessshh!:))

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Rosy Clouds Par n

Fanfiction

34.6K 4.5K 22
Untuk satu detik pertama, Levina merasakan hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya, lalu detik selanjutnya ia melepaskan tangan Calum yang menggengg...
114K 17K 32
Pas April Mop, gue berniat ngerjain temen kecil gue, Ervika. Gue menulis surat cinta dan meminta Gavin, sahabat gue buat ngasih pernyataan cinta gue...
From The Start Par nabilawrdn

Roman pour Adolescents

370K 19.2K 22
[ C o m p l e t e ] Feel close but, distant fact. || Pemenang Wattys 2017 Kategori The Storysmiths || Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights R...
Juni Katastrofe [End] Par Del

Roman pour Adolescents

3.8K 1K 42
Katastrofe pertama Juni terjadi tujuh belas tahun selang kelahirannya sebagai bulan yang menahtai hari-hari cerah. Para pewaris Gerodito telah datang...