Marry Me or Be My Wife (End)

נכתב על ידי AllyParker8

4.5M 213K 6.1K

Evelyn terpaksa harus menjalani pernikahan bisnis dengan pria cuek yang sombong, Armando Alfian Brawijaya, de... עוד

Bab 1 - Perjodohan
Bab 2 - No Love
Bab 3 - The Broken Heart Bride
Bab 4 - Married Couple
Bab 5 - Dinner
Bab 6 - Hate, Hate, Hate
Bab 7 - Lovely Gift
Bab 8 - Party
Bab 9 - Jealousy?
Bab 10 - Mad at You
Bab 11 - Flower
Bab 12 - Sweet Time
Bab 13 - Tersesat
Bab 14 - Won't Let You Go
Bab 15 - Stuck in the Moment With You
Bab 16 - Smile For Me
Bab 17 - Problem
Bab 18 - It's Gonna be Okay
Bab 20 - Surprise Hug
Bab 21 - What is Love?
Bab 22 - Look at Only Me
Bab 23 - Cute Jealousy
Bab 24 - Unseen Storm
Bab 25 - I'll Protect You
Bab 26 - Guilty
Bab 27 - Don't Hate Me
Bab 28 - Lyra
Bab 29 - Hold Me
Bab 30 - Realize (End)

Bab 19 - Close to You

121K 6.6K 169
נכתב על ידי AllyParker8

Close to You

Dua minggu setelah Arman menghancurkan perusahaan tempat Filip bekerja, ia mengungkapkan penggelapan dana yang dilakukan Filip, sekaligus perannya sebagai mata-mata industri. Kini, tak ada satu pun orang yang bisa membantu Filip. Arman bahkan tidak terkejut ketika pengkhianat itu datang mencarinya dan memohon ampun padanya.

Seharusnya ia tahu, Arman orang seperti apa, sebelum membuat masalah dengan Arman. Pria itu beruntung Arman tidak menyentuh keluarganya. Yah, setelah ia menikah dengan Evelyn, ia harus berpikir ulang untuk menyentuh keluarga lawannya. Lyra mungkin bisa melindungi dirinya sendiri. Adiknya itu toh tahu cukup banyak tentang persaingan dunia bisnis. Namun Evelyn tidak seperti itu. Bahkan, istrinya itu sangat polos tentang perang seperti ini.

"Pak Filip masih belum meninggalkan lobi, Pak," lapor Luki. "Dia berkeras untuk bertemu Pak Arman."

Arman mendesah berat. Ia melirik jam. Sebentar lagi jam makan siang. Tak ada salahnya ia menghibur para karyawannya sekali-sekali.

Arman lantas meninggalkan ruangannya dan turun ke lobi. Luki mengikuti di belakangnya. Ketika Filip melihat Arman yang baru keluar dari lift, bergegas pria itu menghampiri Arman. Tangannya meraih tangan Arman, bibirnya memohon dengan menyedihkan.

"Cuma Pak Arman yang bisa bantu saya," ucap pria itu dengan nada penuh hormat, tak memedulikan kenyatan jika ia jauh lebih tua dari Arman. Namun Arman tak sedikit pun peduli akan itu. "Tolong saya, Pak. Bantu saya," Filip memohon.

Pria itu melepaskan tangan Arman, lalu berlutut di depan Arman. Kedua tangannya memeluk kaki Arman dengan menyedihkan, tapi Arman tetap bergeming di tempatnya. Bahkan ketika para karyawan mulai bermunculan di lobi untuk pergi makan siang, Filip masih bertahan pada posisinya, tak sedikit pun merasa malu. Begitu pun dengan Arman. Ia masih berdiam di tempatnya, memberi kesempatan pada Filip untuk mempermalukan dan merendahkan dirinya sendiri.

Sampai kemudian, Luki menyenggol lengannya dan berkata,

"Bu Evelyn ada di sini, Pak."

Arman menoleh pada Luki, lalu mengikuti arah kedikan kepala Luki dan ia mencelos melihat Evelyn yang sudah berdiri di tengah lobi, tampak terkejut melihat pemandangan di depannya. Gadis itu menunduk, menatap Filip, lalu menatap Arman. Bergegas, Arman menarik kakinya dari pegangan Filip.

"Pergi, sebelum aku ngelakuin yang lebih parah lagi," Arman mengancam. "Harusnya kamu bersyukur karena aku sama sekali nggak nyentuh keluargamu."

Fillip bergetar ketakutan di bawahnya. Berkali-kali ia meminta maaf pada Arman. Sementara di depan sana, Evelyn menyaksikan itu semua.

"Bawa orang ini pergi dari sini," Arman memerintahkan Luki.

Luki mengangguk, lalu menarik Filip berdiri dan menariknya ke arah pintu utama gedung itu. Namun saat Filip melihat Evelyn, ia menarik diri dari Luki dan menghampiri Evelyn. Arman bergegas menghampiri Evelyn yang tampak shock saat Filip berlutut di depannya dan memohon-mohon maaf padanya.

"Pergi sekarang!" Arman membentak Filip. "Kesabaranku ada batasnya."

Pria itu lantas berdiri, tak berani menatap Arman, dan berjalan lesu meninggalkan lobi.

Sepeninggal Filip, Arman dan Evelyn masih berdiam di tempat masing-masing. Arman menatap Evelyn lekat, sementara gadis itu menatap lantai. Arman sudah akan bertanya, kenapa Evelyn berada di sini, ketika gadis itu sudah mendongak dan tersenyum pada Arman. Satu tangannya terangkat dan Arman melihat tas kotak kecil di sana.

"Aku bawain kamu makan siang," Evelyn berkata riang. Terlalu riang.

"Ayo ke ruanganmu," ucap gadis itu lagi, tanpa menatap Arman. Lebih tepatnya, menghindari tatapan Arman.

Arman mengepalkan tangan, mendadak merasa marah. Kenapa tadi Filip harus datang kemari? Kenapa pula tadi Arman meladeni pengkhianat busuk itu? Dan kenapa ... Evelyn harus melihat kejadian tadi?

Sebelum ini, Arman tak pernah peduli jika orang lain melihat sisi dirinya yang ini. Ia bahkan tak peduli ketika Evelyn melemparkan kata-kata tuduhan padanya, tentang ia yang tak berperasaan. Itu toh hanya pendapat Evelyn. Namun berbeda dengan apa yang terjadi tadi. Evelyn melihat sendiri, di depan matanya langsung, betapa tak berperasaannya Arman.

Padahal selama dua minggu terakhir ini, hubungannya dengan Evelyn sudah semakin baik. Sejak kedatangan ayah Evelyn ke rumah, Evelyn bersikap semakin baik pada Arman. Ia bahkan menyiapkan pakaian kerja Arman. Di akhir pekan pun dia mengajak Arman berbelanja.

Namun setelah melihat kejadian tadi, Arman tak tahu apa yang dipikirkan Evelyn tentangnya saat ini. Bagaimana jika gadis itu kembali mengambil jarak darinya? Bagaimana jika ...?

"Pak Arman." Panggilan Luki itu seketika menarik Arman dari pikiran marahnya.

Arman menarik napas dalam. "Kamu bisa pergi makan siang. Aku bakal ada di ruanganku sama Evelyn," ia berkata.

Luki mengangguk. Sepeninggal Luki, Arman memimpin Evelyn ke arah lift eksekutif. Keheningan di dalam lift mendadak terasa begitu mencekik. Arman melirik Evelyn. Gadis itu menatap lurus ke depan, tanpa ekspresi.

"Riani di mana?" tanya Arman akhirnya.

"Di luar," jawab Evelyn tanpa menatap Arman. "Tadi aku suruh dia makan siang sendiri."

Mendapati Evelyn menghindari menatapnya seperti ini, Arman menyerah. Maka keheningan yang mencekik tadi kembali berlanjut sampai mereka tiba di lantai ruangan Arman. Pun ketika memasuki ruangan Arman, Evelyn masih tak mengatakan apa pun.

Arman membawa gadis itu duduk di sofa di sisi ruangan. Tanpa kata, Evelyn meletakkan tas kecil yang dibawanya tadi dan membongkar isinya. Setumpuk kotak makanan kemudian memenuhi meja kaca itu.

"Kamu masak banyak banget," Arman berkomentar.

Evelyn hanya mengangguk singkat sebagai jawabannya. Apa sekarang gadis itu akan menolak berbicara pada Arman? Apa dia akan menghindari Arman? Apa dia ... takut pada Arman?

"Evelyn, aku ..."

"Cobain, deh," Evelyn menyela kalimat Arman. Mengejutkan Arman, gadis itu tersenyum lembut padanya. "Tadi aku juga nyobain resep terakhir yang aku pelajari di kelas masak. Aku udah nyobain tadi. Bi Nah sama Riani juga udah nyobain. Yah, seenggaknya yang ini nggak kebanjiran garam."

Arman kontan tersenyum geli mendengarnya. Gadis ini baik-baik saja. Mungkin tadi dia agak terkejut. Merasa lebih lega dengan pikiran itu, Arman mulai memusatkan perhatian sepenuhnya pada masakan Evelyn.

"Keliatannya enak," ucap Arman seraya tersenyum.

***

Evelyn memperhatikan Arman lekat sementara pria itu melahap masakannya. Pikirannya lantas melayang pada kejadian di lobi tadi. Evelyn tahu orang di lobi tadi adalah orang yang mengkhianati ayahnya, mengacaukan perusahaan ayahnya, bahkan ingin menikahi Evelyn dengan cara licik. Namun melihat bagaimana Arman bahkan tak berkedip ketika orang itu berlutut di depannya ....

Evelyn menggeleng, mengusir gambaran itu. Namun kemudian, ia teringat kejadian ia di restoran dulu. Ketika Intan tiba-tiba meminta maaf pada Evelyn. Saat itu juga ... Arman mengatakan sesuatu pada Intan. Mengancamnya. Melihat reaksi Intan, jelas gadis itu takut pada Arman. Inikah Arman yang sebenarnya?

Namun meski Evelyn melihat semua itu, ia tak bisa memungkiri jika Armanlah yang menyelamatkan dia dan keluarganya. Pria itu tak mendapat keuntungan apa pun dengan membantu keluarga Evelyn. Dia bahkan menikahi Evelyn, menerima perlakuan kasar Evelyn, juga menghadapi orang yang melakukan hal buruk pada keluarga Evelyn.

Kenapa Arman tak pernah mengatakan itu semua pada Evelyn? Bahkan meskipun Evelyn akan merasa hidupnya menyedihkan, seperti yang dikatakan Arman, tapi jika ia tahu, ia tidak akan berkata dan bersikap kasar pada Arman. Apa alasan Arman melakukan semua ini?

Ketika dia adalah pria yang ditakuti orang lain di dunia bisnis, kenapa dia mau melakukan semua ini hanya untuk membantu keluarga Evelyn?

"Kenapa?" Evelyn akhirnya tak tahan lagi untuk bertanya.

Sendok yang tadinya sudah terangkat di udara, kembali mendarat di atas kotak makanan di depan Arman. Pria itu menoleh padanya.

"Kenapa kamu nggak ngasih tau aku tentang orang yang namanya Filip itu, dan apa yang dia lakuin ke keluargaku? Orang yang ada di lobi tadi ... itu dia, kan? Kenapa kamu nggak bilang ke aku, kalau tujuanmu nikah sama aku itu bukan cuma buat keluargaku sama perusahaanku aja, tapi juga ... nyelametin aku dari orang tadi?" tuntut Evelyn.

Arman tampak terkejut. "Apa Riani yang ngasih tau semua ini ke kamu?"

Evelyn menggeleng. "Aku denger sendiri dari ruang kerjamu hari itu, pas Ayah datang ke rumah."

Arman mengerjap tak percaya.

"Jadi, kamu nikah sama aku bukan cuma buat nolong keluargaku, tapi buat nolong aku juga dari Pak Filip itu?" ulang Evelyn.

Arman berdehem. "Papa nggak mungkin ngebiarin keluargamu, kamu, hancur gitu aja."

Evelyn mengangguk. Jadi, papanya yang menjadi alasannya.

"Lagian, Ryan sama Lyra juga deket. Aku nggak bisa ngabaiin keadaan keluargamu gitu aja," lanjut Arman.

Evelyn kembali mengangguk.

"Kamu ... marah sama aku?" tanya pria itu kemudian.

"Kenapa aku harus marah?" balas Evelyn.

"Karena ... aku dan ayahmu nyembunyiin semua ini dari kamu. Orang tuamu bahkan tau kalau kamu nggak begitu suka ama pernikahan kita," sebut Arman.

"Ya," Evelyn menjawab. "Aku sebenernya pengen marah. Tapi aku nggak berhak buat marah."

Arman mengerutkan kening.

"Gimana aku bisa marah ke kamu, kalau kamulah orang yang udah nyelametin aku dan keluargaku? Kamu bahkan harus ngorbanin banyak hal buat pernikahan kita ini," ucap Evelyn.

"Aku ngelakuin itu karena ..."

"Kamu nggak perlu khawatir," Evelyn menyela kalimat Arman. "Mulai saat ini, aku beneran bakal jadi istri yang baik buat kamu. Aku bakal nurutin semua kata-katamu. Dan aku bakal jadi orang yang ngebelain kamu, apa pun yang kamu lakuin."

Arman mengernyit. "Termasuk yang kamu liat di lobi tadi?"

"Termasuk yang aku liat di restoran Intan dulu," tandas Evelyn. "Malah bagus dong, aku punya suami yang ditakuti orang-orang."

Arman menatap Evelyn ragu. "Evelyn, aku ..."

"Arman," Evelyn kembali memotong. Ia menarik napas dalam, lalu menatap tepat ke mata Arman. "Mulai saat ini, aku bakal serius sama pernikahan kita. Aku bakal jadi istri yang baik buat kamu dan aku nggak bakal malu-maluin kamu di depan orang lain. Karena kamu juga udah nyelametin aku sama keluargaku, jadi mulai saat ini, kamu yang megang hidupku."

Ya. Inilah yang seharusnya ia lakukan. Ia harus membayar apa yang diterimanya.

"Oh iya, aku harus pergi sekarang, kayaknya. Ada pertemuan musik klasik sama istri-istri direktur lainnya," ucap Evelyn kemudian seraya berdiri.

Arman ikut berdiri. Pria itu bahkan mengikutinya, saat Evelyn berjalan ke pintu ruangannya.

"Aku bisa turun sendiri. Nanti aku telpon Riani. Kamu abisin aja makan siangmu," Evelyn berkata pada Arman ketika pria itu hendak mengikutinya keluar.

Arman tak menjawab. Evelyn sudah berbalik, tapi ia menghentikan langkah dan kembali menatap Arman.

"Aku tarik kata-kataku dulu," ucap Evelyn. "Bahkan sekarang pun, kamu berhak ketemu sama kekasihmu. Atau mantan kekasihmu. Atau cewek yang kamu cintai itu. Setelah apa yang kamu lakuin buat aku, aku nggak berhak ngelarang kamu tentang itu juga, kan? Jadi ..." Kalimat Evelyn terputus ketika bibir Arman membungkam bibirnya dengan ciuman.

Evelyn menahan napas, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Lembutnya ciuman Arman membuainya, membuatnya memejamkan mata. Ketika Arman akhirnya menarik diri, perlahan Evelyn membuka matanya.

Arman menatap tepat ke matanya saat berkata,

"Nggak ada cewek lain selain kamu. Sampai kapan pun, nggak ada yang bakal berubah tentang itu."

Ah, bahkan di saat seperti ini, Arman masih memikirkan image pernikahan mereka? Namun Evelyn juga tidak berhak protes akan itu. Ia hanya tersenyum membalas Arman. Sementara dalam hati, ia tak bisa mencegah dirinya berharap.

Seandainya, Arman melakukan semua ini bukan karena papanya, atau keluarga Evelyn. Seandainya, Arman melakukan semua ini benar-benar untuk Evelyn. Seandainya ....

"Sampai ketemu di rumah nanti," pamit Evelyn, sebelum ia berbalik dan bergegas keluar dari ruangan Arman.

Di depan lift, Evelyn menatap bayangannya di pintu lift, dan tangannya terangkat ke dadanya. Bahkan hanya dengan mengingat kata-kata Arman tadi, dadanya bergetar hangat.

"Nggak ada cewek lain selain kamu."

Seandainya ... perasaan Arman benar-benar seperti itu.

***    

Note: 

Dear Readers, 

Buat yang mau baca cerita lengkap Marry Me or Be My Wife bisa download ebook-nya di google play book (link di profil author). 

Terima kasih. :) 

המשך קריאה

You'll Also Like

1.5M 52.8K 28
(COMPLETE) "Untuk pelayanan sesungguhnya, kau tidak perlu membayar" Sahla harus tetap mempertahankannya, sebagai pelayan kafe untuk membiayai kehidu...
3.7M 40.1K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
1.5M 50.8K 21
Farah adalah gadis yang sangat beruntung-wajah yang jelita, kekayaan yang dimiliki keluarganya, dan laki-laki yang menginginkannya ke mana pun dia pe...
4.2K 309 28
# 9Karel (20/11/2022) # 5 Meira (20/11/2022) # 29 Conflict (21/11/2022) Merebut calon pengantin orang lain, tidak pernah ada dalam daftar hidup...