Marry Me or Be My Wife (End)

By AllyParker8

4.5M 213K 6.1K

Evelyn terpaksa harus menjalani pernikahan bisnis dengan pria cuek yang sombong, Armando Alfian Brawijaya, de... More

Bab 1 - Perjodohan
Bab 2 - No Love
Bab 3 - The Broken Heart Bride
Bab 4 - Married Couple
Bab 6 - Hate, Hate, Hate
Bab 7 - Lovely Gift
Bab 8 - Party
Bab 9 - Jealousy?
Bab 10 - Mad at You
Bab 11 - Flower
Bab 12 - Sweet Time
Bab 13 - Tersesat
Bab 14 - Won't Let You Go
Bab 15 - Stuck in the Moment With You
Bab 16 - Smile For Me
Bab 17 - Problem
Bab 18 - It's Gonna be Okay
Bab 19 - Close to You
Bab 20 - Surprise Hug
Bab 21 - What is Love?
Bab 22 - Look at Only Me
Bab 23 - Cute Jealousy
Bab 24 - Unseen Storm
Bab 25 - I'll Protect You
Bab 26 - Guilty
Bab 27 - Don't Hate Me
Bab 28 - Lyra
Bab 29 - Hold Me
Bab 30 - Realize (End)

Bab 5 - Dinner

148K 7.4K 105
By AllyParker8

Dinner


Evelyn takjub juga setelah melihat jadwal lengkap fashion show yang disebutkan Riani tadi. Pasalnya, setelah mengetahui tentang perjodohannya itu, Evelyn bahkan tak lagi sempat memikirkan tentang fashion show. Membaca majalah fashion pun ia tak sempat.

"Kalau ada yang Bu Evelyn ingin lakukan, Ibu bisa mengatakannya pada saya," Riani berkata.

Evelyn merenungi kata-kata Riani itu. Apa yang ingin ia lakukan sekarang? Di rumahnya dulu, ia tak melakukan apa pun. Membaca majalah fashion dan menonton video fashion adalah kegiatan rutinnya di rumah. Tapi di rumah ini ....

"Apa nggak ada yang bisa aku lakuin?" Evelyn bertanya pada Riani.

Pertanyaan Evelyn itu membuat Riani terkejut, hingga ia tak bisa langsung menjawabnya.

"Arman nggak bilang aku harus ngapain?" tanya Evelyn lagi.

Riani tersenyum. "Pak Arman hanya berpesan agar saya menemani Bu Evelyn ke mana pun Bu Evelyn ingin pergi, atau apa pun yang Bu Evelyn ingin lakukan."

Evelyn mendesah berat. Ia bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Seharusnya ia bertanya pada ibunya, tapi .... Argh, bagaimana ia akan bertanya pada ibunya tentang masalah ini?

Evelyn lalu berusaha mengingat-ingat apa yang dilakukan ibunya di rumah. Meski ada asisten rumah tangga, tapi ibunya masih memasak, menyiapkan pakaian untuk ayahnya, menemani ayahnya .... Ah, tidak, tidak. Bagaimana bisa Evelyn melakukan itu untuk Arman?

Evelyn menggeleng kasar, mengusir bayangan mengerikan itu.

"Ada apa, Bu?" tanya Riani kemudian.

Evelyn mendongak, menggeleng. "Kamu ... udah nikah?" tanya Evelyn hati-hati.

Riani melongo, tapi gadis itu berdehem cepat dan menjawab, "Belum, Bu."

"Ah ...." Evelyn mengangguk-angguk. "Maaf ya, aku lancang banget nanya-nanya masalah pribadi," ucapnya tulus.

Riani tersenyum. "Nggak pa-pa, Bu."

Evelyn kembali menatap Riani. "Kamu ... dekat sama Arman?" tanyanya.

Riani mengangkat alis.

"Maksudku, kamu tau seberapa banyak tentang Arman?" Evelyn menjelaskan.

Riani mengerutkan kening, tampak berpikir. "Cukup ... banyak," jawabnya.

Baiklah, jadi Evelyn bisa bertanya pada Riani jika ada yang perlu ia tahu tentang Arman. Tapi untuk saat ini ....

"Kamu bisa bantuin aku cari tau tentang sesuatu, nggak?" tanya Evelyn.

Riani mengangguk. "Apa yang Bu Evelyn ingin tau?"

Evelyn menatap Riani ragu. Ia berdehem, menegakkan tubuh dan mengangkat dagunya tinggi.

"Gimana caranya biar aku bisa jadi istri yang baik buat Arman?"

Evelyn memperhatikan reaksi Riani, antara bingung, kaget, dan entah apa lagi. Gadis tu berdehem, menatap Evelyn dan hendak mengatakan sesuatu, tapi ia kembali menutup mulutnya. Ia berdehem lagi, hendak berbicara lagi, tapi tak satu kata pun keluar.

Baiklah, bukan berarti Evelyn ingin menjadi istri yang baik untuk Arman, tapi ia merasa perlu meyakinkan semua orang jika ia adalah istri yang baik untuk Arman, dan dia bahagia di rumah ini. Setidaknya, keluarganya harus tahu itu. Jadi, pilihan apa yang Evelyn punya sekarang?

Frustasi, akhirnya Evelyn berkata lebih dulu,

"Kamu pasti tau kan, kalau aku sama Arman dijodohin. Tapi ... yah, seperti yang kamu liat, aku berusaha buat jadi istri yang baik buat dia. Kami berdua baik-baik aja. Bahagia, malah."

Oke, bagian terakhir itu terlalu memaksa.

"Meski sekarang kami masih belum sebahagia pasangan-pasangan lain, tapi percaya deh, kami bakal bahagia," Evelyn berusaha meyakinkan Riani.

Mengejutkannya, gadis itu tersenyum dan mengangguk.

"Tapi kamu ... bisa jaga rahasia ini dari Arman, kan?" pinta Evelyn kemudian. Jika Arman tahu apa yang Evelyn coba lakukan, meski itu bukan demi Arman tapi demi Evelyn sendiri, tetap saja ....

"Saya akan merahasiakannya dari Pak Arman, Bu," ucap Riani.

Evelyn mendesah lega mendengarnya. "Jadi tugas pertamamu, cari tau gimana caranya biar aku bisa jadi istri yang baik buat Arman."

"Saya akan mencari tau, Bu," jawab Riani patuh.

Evelyn menggumakan terima kasih, lalu melemparkan tanya berikutnya,

"Jadi, sekarang aku harus ngapain?"

Riani tersenyum kecil, tapi gadis itu menjawab, "Sebenernya malam ini Bu Evelyn ada jadwal makan malam di luar dengan Pak Arman dan ..."

"Apa?!" Evelyn segera menutup mulutnya menyadari ia baru saja berteriak. "Apa?" tanyanya lagi dalam bisikan.

Riani kembali tersenyum. "Bu Evelyn ada acara makan malam ..."

"Iya, tadi aku udah denger, tapi maksudku, itu seriusan?" Evelyn menyela tak sabar.

Riani mengangguk.

Evelyn lantas teringat ketika ia menyindir Arman tentang image pernikahan mereka tadi. Mengajak Evelyn makan malam di luar? Tentu saja Arman sudah memikirkan bagaimana cara menjaga image pernikahannya meski ia pergi ke kantor hari ini.

"Kalau gitu, aku harus siap-siap, kan?" ucapku pada Riani.

"Untuk makan malamnya? Sepagi ini?" Riani melirik jam.

Evelyn mengibaskan tangan. "Apa kamu tau berapa lama waktu yang kita butuhin buat di salon?"

Riani mengangkat alis.

"Intinya, kita harus belanja, ke salon. Bisa dibilang, ini acara pertamaku sebagai istrinya Arman, jadi aku harus nunjukin penampilan terbaikku, kan?" Evelyn menyebutkan.

Sebenarnya, ia hanya ingin menunjukkan pada Arman siapa dirinya yang sebenarnya. Selama ini pria itu selalu meremehkan dan meledek Evelyn. Seolah Evelyn tidak berarti apa-apa dibandingkan dirinya. Maka malam ini, Evelyn akan menunjukkan kemampuannya. Setidaknya dalam fashion, Evelyn cukup percaya diri. Bahkan, sangat percaya diri.

"Ayo kita pergi," ucap Evelyn seraya berdiri.

"Sekarang?" Riani masih bertanya. "Tapi ... ke mana, Bu?"

"Kamu ikut aja, ntar juga kamu liat sendiri," ucap Evelyn. Ia lalu mennghentikan langkah dan menatap Riani, memperhatikan penampilan gadis itu. Stelan kantor yang membosankan. Celana kain panjang warna hitam, kemaja putih, jas kerja hitam. Dia bahkan lebih tampak seperti seorang bodyguard alih-alih sekretaris.

Evelyn harus melakukan sesuatu tentang Riani. Ia bisa menjamin, Arman pasti akan sangat terkejut nanti.

***

Ketika Arman pulang ke rumah sore tadi, Evelyn dan Riani tidak ada di rumah. Bi Nah memberitahu jika Evelyn seharian tidak di rumah, tapi kenapa Riani tak mengatakan apa pun pada Arman?

Pun ketika Arman meneleponnya tadi, Evelyn meminta Arman bertemu di depan restoran saja. Apa lagi yang direncanakan gadis itu? Apa dia tahu betapa pentingnya acara makan malam ini?

Meski begitu, Arman terpaksa menuruti Evelyn dan pergi ke restoran tempat janji temunya dengan Pak Hendri dan istrinya. Besok mereka akan menandatangani perjanjian kerjasama, karena itu Pak Hendri mengajak Arman makan malam bersama malam ini untuk merayakannya lebih dulu.

Jika sampai Evelyn melakukan hal bodoh dan mengacaukan acara makan malam ini, Arman benar-benar akan membuat perhitungan dengan gadis itu. Bisa-bisanya dia pergi seharian tanpa mengabari Arman dan mendadak mengambil keputusan sendiri seperti ini.

Setelah menunggu selama sepuluh menit penuh kekhawatiran, khawatir Evelyn tidak akan datang, khawatir gadis itu kabur ke rumah orangtuanya, dan ribuan khawatir lainnya, akhirnya Arman melihat salah satu mobilnya yang dikemudikan Riani, terparkir di pelataran parkir restoran itu.

Bergegas Arman turun dari mobil untuk menghampiri mobil itu, tapi beberapa meter sebelum ia tiba di mobil itu, pintu belakang mobil itu terbuka dan Evelyn turun dari sana, mengenakan gaun merah yang cantik, sementara rambutnya yang bergelombang tertata rapi di satu sisi lehernya. Jika biasanya Evelyn sudah tampak cantik, malam ini gadis itu tampak ... menakjubkan.

Kecantikan polos yang ditampilkannya di hari pernikahan mereka kemarin berganti kecantikan seorang wanita elegan. Belum usai keterkejutan Arman karena penampilan Evelyn, Riani kemudian muncul dengan mengenakan gaun tanpa lengan sepanjang lutut warna hitam.

"Apa dia udah gila?" Arman mendengar gumam terkejut Luki di sebelahnya.

Arman masih mematung di tempatnya sementara Evelyn menghampirinya dengan senyum angkuh di wajahnya. Di sebelahnya, Riani terus menunduk sembari menarik-narik gaun selututnya.

"Mau ditarik kayak gimanapun juga, itu gaun nggak bakal tambah panjang," Arman tak tahan untuk berkomentar.

Riani seketika mendongak dan wajahnya memerah.

"Kamu ngapain, sih?" Evelyn mengomeli Riani. "Udah cantik gitu." Evelyn menepis tangan Riani yang memegangi gaun hitamnya.

Jadi itu ulah Evelyn juga?

"Kita ke dalam sekarang?" tanya Evelyn kemudian, dengan dagu terangkat tinggi.

Arman mendengus pelan. Ia tak tahu apa yang gadis ini coba lakukan, tapi ia berterima kasih karena Evelyn tampil menakjubkan malam ini.

Ia mengulurkan lengannya pada Evelyn. Gadis itu agaknya terkejut. Arman meraih tangan Evelyn dan menautkannya di lengan Arman. Arman menunduk untuk menyembunyikan senyum ketika mereka berjalan ke meja yang sudah dipesan Arman. Setelah menarik kursi untuk Evelyn, Arman mengambil tempat di sebelah gadis itu.

"Kamu duduk di sini?" tanya Evelyn, membuat Arman mengangkat alis.

Apa gadis ini bercanda? Apa dia berharap Arman duduk di meja lain?

"Kamu duduk di seberang, tuh," usir Evelyn. "Biar Riani yang duduk di sini."

Arman seketika menoleh pada Riani.

"Ah, itu ... nanti Pak Hendri, Direktur dari Royal Pharmacy, dan istrinya akan bergabung di sini, Bu," Riani berkata.

Arman mengangkat alis ketika kembali menatap Evelyn. Apa gadis ini tidak tahu jika mereka akan makan malam dengan salah satu calon partner kerjasama Arman?

Evelyn menatap Arman sama bingungnya, ia membuka tutup mulutnya, tapi tak satu kata pun lolos dari bibir merahnya yang ....

Arman berdehem sembari mengalihkan tatap ke arah meja. Ia belum sempat memikirkan bagaimana Evelyn datang kemari dengan gaun secantik itu tanpa tahu bahwa mereka akan makan malam dengan rekan bisnis Arman, ketika ia melihat Pak Hendri dan istrinya berjalan ke arah meja mereka.

Arman berdiri dari kursinya dan di sebelahnya Evelyn melakukan hal yang sama. Arman tak tahu apa yang terjadi dengan acara Evelyn di luar seharian serta gaun cantiknya itu, tapi syukurlah ketika berhadapan dengan Pak Hendri dan istrinya, Evelyn bersikap begitu ramah pada mereka.

Bahkan ketika istri Pak Hendri menyebutkan tentang kemampuan piano Evelyn yang pernah dilihatnya di acara amal yang ia datangi bersama ibu Evelyn, Evelyn tidak menolak memainkan piano yang ada di restoran itu. Sembari menunggu pesanan mereka datang, Evelyn berbaik hati memainkan piano untuk mereka.

Ketika Arman melihat Evelyn dengan lincah menggerakkan jemarinya di atas tuts-tuts piano itu, Arman kembali dibuat terkejut oleh gadis itu. Ia sudah tampak menakjubkan dengan gaun cantiknya itu, dan melihat Evelyn memainkan musik yang indah dengan piano itu, Arman mengakui dia terpesona hingga tak sanggup berkata-kata.

Sampai Luki mengganggunya karena ada sedikit masalah yang harus diurusnya tentang pesanan pentingnya. Jika bukan karena pesanan itu sangat penting untuknya, ia tentu akan mengabaikan Luki.

***

Continue Reading

You'll Also Like

445K 20.3K 47
#SERIESKUTUEMPRET3 P.S : Chapter 1-5 masih bisa dibaca. Sedangkan sisanya terpaksa hanya diberikan beberapa spoiler saja karena proses penerbitan. Te...
776K 45.2K 34
[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [...
255K 13.1K 33
COMPLETED [BACA CERITA CUTE COUPLE DULU] Jordan Amalio, imam baikku. Sumber kebahagianku dengan caranya sendiri. Bersikap manis sejak dulu, sampai...
623K 31K 40
"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan...