Marry Me or Be My Wife (End)

By AllyParker8

4.5M 213K 6.1K

Evelyn terpaksa harus menjalani pernikahan bisnis dengan pria cuek yang sombong, Armando Alfian Brawijaya, de... More

Bab 1 - Perjodohan
Bab 2 - No Love
Bab 4 - Married Couple
Bab 5 - Dinner
Bab 6 - Hate, Hate, Hate
Bab 7 - Lovely Gift
Bab 8 - Party
Bab 9 - Jealousy?
Bab 10 - Mad at You
Bab 11 - Flower
Bab 12 - Sweet Time
Bab 13 - Tersesat
Bab 14 - Won't Let You Go
Bab 15 - Stuck in the Moment With You
Bab 16 - Smile For Me
Bab 17 - Problem
Bab 18 - It's Gonna be Okay
Bab 19 - Close to You
Bab 20 - Surprise Hug
Bab 21 - What is Love?
Bab 22 - Look at Only Me
Bab 23 - Cute Jealousy
Bab 24 - Unseen Storm
Bab 25 - I'll Protect You
Bab 26 - Guilty
Bab 27 - Don't Hate Me
Bab 28 - Lyra
Bab 29 - Hold Me
Bab 30 - Realize (End)

Bab 3 - The Broken Heart Bride

167K 8.1K 127
By AllyParker8

The Broken Heart Bride


Evelyn menahan napas saat bibir Arman menyentuh bibirnya. Mengejutkannya, pria itu menciumnya dengan lembut. Arman mengakhiri ciumannya tepat ketika Evelyn sudah kehabisan napas. Belum reda keterkejutan Evelyn karena ciuman lembut Arman, ia mendapati dirinya kembali terkejut saat Arman tersenyum padanya.

Evelyn reflek memejamkan mata ketika Arman kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Evelyn. Samar ia mendengar dengusan pelan Arman, sebelum dirasakannya ciuman lembut di keningnya. Ketika Arman menarik diri, Evelyn melihat pria itu tersenyum geli, tampak terhibur. Ugh, memalukan sekali.

Dibiarkannya Arman menggenggam tangannya saat pria itu membawanya ke tempat duduk mereka. Selama beberapa menit, Evelyn hanya mendengar Arman berbicara, mengucapkan terima kasih pada para tamu undangan yang datang ke pesta pernikahan mereka.

Berikutnya, ketika para tamu undangan mulai mendatangi meja mereka untuk mengucapkan selamat kepada mereka, Evelyn memasang senyum di wajahnya. Di sebelahnya, ia bisa melihat Arman melakukan hal yang sama. Mendadak, Evelyn penasaran, apa yang ada di kepala pria itu? Apa yang dirasakan pria itu?

Evelyn bahkan tak sempat untuk meratapi hatinya yang baru saja patah. Kepalanya begitu penuh akan banyak hal, pernikahan, tamu undangan, keluarganya, pria yang kini menjadi suaminya, hingga ia tak sempat memikirkan kenyataan bahwa kisah cintanya sendiri sudah berakhir. Dengan menyedihkan.

Evelyn tersentak pelan ketika merasakan seseorang menyentuh pipinya. Ia menoleh kaget mendapati Armanlah pelakunya. Apa lagi yang akan dilakukan pria ini?

"Kamu mau makan? Minum?" tawar Arman lembut.

Evelyn mengerutkan kening bingung, tapi kemudian ia sadar jika Arman melakukan ini untuk image pernikahan mereka ketika salah seorang tamu yang datang ke meja mereka berkomentar,

"Arman perhatian sekali ya, sama istrinya."

Arman tersenyum pada pria paruh baya yang barusan berkomentar.

"Papamu mendidikmu dengan baik, ya?" lanjut pria paruh baya tadi.

"Terima kasih untuk pujiannya, Pak Hendri," Arman menjawab seraya tersenyum.

Kemudian Evelyn mendengar mereka melanjutkan pembicaraan sebentar mengenai proyek entah apa. Huh. Jelas saja dia mementingkan image. Apalagi kalau bukan demi pekerjaan yang sangat dicintainya itu.

Seharian itu, Evelyn tak ingat berapa banyak orang yang mengucapkan selamat padanya, siapa saja yang mengucapkan selamat padanya. Pikirannya tidak hanya penuh, tapi juga kacau. Ia tak bisa memikirkan apa pun lagi.

Baru ketika Evelyn sudah berada di mobil dalam perjalanan ke rumah Arman, ia kembali bisa berpikir. Gambaran kejadian seharian tadi berputar di kepalanya. Ketika orang-orang tanpa henti mengucapkan selamat padanya, ketika ia melihat orangtuanya menangis haru, ketika Ryan tampak menghindarinya, juga ... ketika Dani meninggalkannya.

Keheningan di mobil itu membuat rasa sakit di dada Evelyn semakin terasa. Perlahan amarah mulai memenuhi dirinya. Rasa sakit ini, ketidakadilan ini ....

"Kita nggak bakal pergi ke mana pun buat bulan madunya," tiba-tiba Arman berbicara. "Aku nggak bisa ninggalin perusahaan dalam waktu dekat ini."

Evelyn menatap pria itu tajam. Berbeda dengan Evelyn, Arman tampak begitu tentang, santai, seolah pernikahan mereka ini bukan apa-apa.

"Minggu depan kayaknya ada undangan pesta. Besok aku bakal kirimin sekretaris buat kamu, buat ngatur jadwalmu," Arman melanjutkan.

Pria ini benar-benar tidak punya hati.

"Yang kamu butuhin dari pernikahan ini cuma status sebagai suami yang baik, dan punya istri yang bisa kamu jadiin boneka buat ngejalanin peran sesuai keinginanmu, kan?" sebut Evelyn penuh kebencian.

Arman mendengus pelan. "Bagus deh, kalau kamu tau."

Evelyn mendengus kasar.

"Karena itu juga kamu nggak bisa nikah sama cewek yang kamu cinta? Karena kamu nggak mau buat dia jadi bonekamu, kayak yang kamu lakuin ke aku?" sinis Evelyn.

Mobil berhenti di lampu merah dan Arman menoleh menatap Evelyn.

"Kamu pengen buat aku keliatan jahat sampai separah apa, sih?" tanya pria itu dengan santainya.

"Buat kamu keliatan jahat?" cibir Evelyn. "Aku cuma nyebutin apa yang kamu lakuin. Kalau menurutmu itu jahat, satu-satunya orang yang bertanggung jawab kan kamu sendiri."

Arman mengangguk. "Bener juga." Pria itu bahkan tersenyum saat kembali menatap ke depan.

Evelyn mendengus tak percaya. Ia benar-benar takjub pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berakhir menjadi istri dari pria tidak punya hati seperti Arman?

Pernikahannya dengan Arman sudah menghancurkan impiannya. Dan kini, hidupnya yang menyedihkan baru akan dimulai. Bersama pria tak berperasaan ini; suaminya.

***

"Di mana Lyra sama papamu?" Itu adalah pertanyaan pertama Evelyn ketika ia memasuki rumah keluarga Arman.

"Lyra langsung balik ke Amerika dan Papa nganterin dia, sekalian ngurus kerjaan di sana," jawab Arman. "Papa juga bakal sering ke luar kota atau ke luar negeri, jadi bakal jarang di rumah."

Evelyn menatap Arman dengan dagu terangkat. "Bagus, deh. Jadi aku nggak perlu terus pura-pura buat jadi istri yang baik."

Apa dia menantang Arman?

Menanggapinya, Arman mengangguk santai. "Bener. Di rumah, kamu nggak perlu pura-pura jadi istri yang baik. Kamu bisa lakuin apa pun yang kamu pengen. Bahkan di depan Papa pun, nggak masalah kalau kamu ngelawan aku atau bikin kacau di rumah ini."

Evelyn melotot kaget mendengarnya, membuat Arman harus menahan senyum. Ia lantas memperkenalkan satu-persatu asisten rumah tangga di rumah itu pada Evelyn.

"Di depan mereka juga, kamu nggak perlu pura-pura," Arman menambahkan di akhir perkenalan tadi. "Mereka orang-orang yang paling setia sama keluargaku, dan mereka tau kita nikah karena terpaksa."

Evelyn mengernyit. Dengan hati-hati ia menatap para asisten rumah tangga yang menyambut mereka tadi, dan Arman bisa melihat jika Evelyn malu akan kenyataan pernikahan paksa mereka ini. Ia tidak berpikir untuk berpura-pura menjadi istri yang baik di depan Arman bahkan di rumah ini, kan? Itu pasti akan sangat melelahkan. Tadi toh Evelyn tampak lega karena absennya papanya di rumah ini. Tapi melihat reaksi Evelyn barusan, sepertinya harga diri gadis ini terluka ketika Arman menyebutkan tentang pernikahan paksa tadi.

Apa yang harus Arman lakukan dengan Evelyn dan gengsinya ini? Gadis ini bahkan menuduh Arman hanya mementingkan image-nya sendiri. Padahal dia sendiri memiliki gengsi yang mampu mengubah pikirannya hanya dalam hitungan detik.

Setelah perkenalan singkat tadi usai, Arman membawa Evelyn ke kamarnya. Hal pertama yang dikatakan Evelyn saat memasuki kamar Arman adalah,

"Kita tidurnya sama-sama di kamar ini?"

Arman tersenyum dan mengangguk. Seperti yang biasa ia lakukan sepulang kerja, Arman melepas jasnya, melemparnya ke kursi panjang di ujung tempat tidurnya dan berjalan ke ruangan kecil tanpa pintu, lebih tepatnya tanpa pembatas dengan kamarnya, yang berisi pakaian-pakaiannya. Di samping lemari tempat pakaiannya, ia melihat lemari lain yang sepertinya berisi pakaian Evelyn.

Arman sudah membuka kancing kemejanya ketika teringat Evelyn juga ada di sana. Karena tidak ada pembatas antara ruangan ini dengan kamar Arman, jadi semuanya terlihat jelas dari kamarnya. Oke, sekarang apa? Ah, memangnya kenapa? Mereka toh sudah menikah. Dengan pikiran itu, Arman melepaskan kemejanya, dan ia tersenyum geli mendengar kesiap kaget Evelyn.

"Kita toh udah nikah," Arman berkata ketika ia memakai kaosnya. Ia berbalik dan dilihatnya Evelyn berdiri menghadap pintu, kedua tangannya mencengkeram sisi gaunnya erat.

Arman menghampiri gadis itu. Tubuh Evelyn langsung menegang kaku saat tangan Arman menyentuh rambutnya. Arman menahan senyumnya dan berkata,

"Aku mandi dulu, ya?"

Evelyn menahan napas dan Arman harus menahan diri untuk tidak tertawa. Dilepaskannya jepit-jepit kecil di rambut Evelyn dengan hati-hati. Begitu ia melepas semua jepit itu, diputarnya bahu Evelyn. Wajah cantiknya tampak pucat, kepanikan jelas tergambar di sana. Arman mendengus pelan sembari memindahkan jepit rambut di tangannya pada Evelyn.

"Aku udah capek dan aku pengen cepetan tidur," Arman berbicara. "Makanya aku mau mandi dulu, soalnya aku nggak yakin berapa lama kamu bakal ngurung diri di kamar mandi nanti. Kamu toh baru patah hati. Jadi aku nggak bakal ganggu kamu, berapa lama pun kamu mau nangis di kamar mandi nanti. Karena itu, aku mandi dulu, hm?"

Kepanikan Evelyn seketika berganti ekspresi geram. Lihat ini, Arman sudah berusaha mengerti dan menerima patah hatinya, tapi gadis ini malah menatap Arman seolah Arman adalah musuhnya.

Sebelum Evelyn sempat mengucapkan umpatan kesal padanya, Arman berbalik dan masuk ke kamar mandi yang ada di kamar itu. Ia terlalu lelah malam ini untuk menerima umpatan kesal gadis itu juga.

Tak ingin membuat Evelyn menunggu lama, Arman membersihkan diri dengan cepat. Namun saat ia keluar dari kamar mandi, dilihatnya Evelyn sudah meringkuk di atas tempat tidur, masih mengenakan gaunnya. Arman kontan menghampiri gadis itu, hendak membangunkannya, tapi urung melakukannya saat melihat jejak air mata di pipi Evelyn.

Arman mendesah berat. Dengan hati-hati, ia duduk di tepi tempat tidur. Gadis ini pasti sudah sangat lelah. Secara fisik dan mental. Selama beberapa saat, Arman hanya menatap wajah tidur Evelyn, hingga ia teringat betapa sesaknya gaun yang dikenakan Evelyn itu.

Arman lantas memperbaiki posisi tidur Evelyn dengan sangat hati-hati. Ia menarik selimut ke atas tubuh Evelyn, lalu masih dengan hati-hati, ia membungkuk di atas gadis itu. Ia sedikit mengangkat tubuh Evelyn untuk membuka resleting gaun gadis itu. Setelah resleting gaunnya ditarik turun, setidaknya gaun itu tidak lagi tampak sesesak tadi.

Ditariknya selimut di atas tubuh Evelyn hingga ke leher gadis itu, kemudian Arman menjauh dari tempat tidur. Sembari mengeringkan rambutnya, Arman mengecek berita tentang pernikahannya dengan Evelyn. Luki, asistennya, juga sudah mengirimkan informasi tentang status perusahaan Om Haris.

Syukurlah, pernikahannya dengan Evelyn ini sukses menyelamatkan perusahaan Om Haris. Bahkan kini nilai saham yang tadinya anjlok sudah naik lagi. Sepertinya Arman tak perlu mengkhawatirkan tentang perusahaan Om Haris lagi. Setidaknya untuk sementara ini.

Karena ia tahu, segera, ia akan menghadapi masalah lain. Setidaknya, keluarga Evelyn akan baik-baik saja. Lagipula, Arman tak pernah terjun ke peperangan di mana ia tidak akan menang.

Setelah mengirimkan instruksi pada Luki untuk mempersiapkan beberapa hal, Arman keluar dari kamarnya dan pergi ke ruang kerjanya. Dikumpulkannya berkas-berkas yang akan ia perlukan untuk perangnya itu, dan menyimpannya di laci terbawah meja kerjanya.

Setelahnya, ia menghubungi seseorang, memintanya untuk datang ke rumahnya besok. Riani akan mengurus Evelyn dengan baik. Sementara Arman akan sibuk dengan pekerjaannya, Riani bisa menemani Evelyn bermain-main. Sekaligus menjaganya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 89.4K 39
Satu yang selalu menjadi keyakinan Cathalina bahwa rancangan Tuhan selalu indah dalam hidup setiap manusia. Seberat apapun masalah yang terjadi dalam...
957K 88.7K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1.2M 104K 53
📍SEQUEL OF SO I MARRIED A FAMOUS ACTOR?📍 Punya suami pengertian, mertua yang baik, keluarga suportif serta sahabat yang selalu ada jelas adalah imp...
445K 20.3K 47
#SERIESKUTUEMPRET3 P.S : Chapter 1-5 masih bisa dibaca. Sedangkan sisanya terpaksa hanya diberikan beberapa spoiler saja karena proses penerbitan. Te...