The Badboy Next Door

By scftgrunge

279K 19K 677

Cerita klise antara perempuan jutek dan lelaki pembuat onar. More

0.0
0.1
1.0
1.1
2.0
2.1
3.0
3.1
4.0
4.1
5.0
5.1
6.0
7.0
7.1
8.0
8.1
9.0
9.1
10.0
10.1
11.0
11.1
12.0

6.1

9.1K 687 19
By scftgrunge

"Strange, here I was having lunch with the hottest girl in school, but I was miserable. Because less than twenty feet away from me was Juli, my Juli, with Eddie Trulock. She's laughing; what was she laughing about? How could she sit there and laugh, and look so beautiful?" Bryce Loski from the movie FLIPPED [2010]

-------------------------

Seperti pagi biasanya, aku dibangunkan oleh jam weker yang berdering. Setelahnya, aku menuju toilet untuk menjalani rutinitas rutinku dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

Sehabis aku menyisir rambutku dan menjadikannya pony tail, aku mengambil tas yang tergantung disamping pintu. Aku turun kebawah seraya meneliti setiap bagian dari rumahku; dari ruang tamu sampai dapur. Dan menyadari kalau Mamah belum juga pulang, tak tau kenapa aku menjadi lebih mendramatisir keadaan seperti saat ini.

Aku tersenyum sedih. Semuanya beda setelah lo pergi, Zach.

Zachary Anderson, cowok pertama yang ngenalin aku apa rasanya disayangi dan menyayangi. Cowok yang benar-benar mengenalku sejak aku berada di panti asuhan sampai aku diangkat menjadi anak oleh keluarga Collins. Zach adalah cowok yang sopan, baik --sangat baik, dan ia tampan. Dia lebih tua dariku empat tahun, dan perbedaan umur itulah yang membuatku merasa nyaman dengannya. Dia mempunyai kepribadian dewasa dan sifat seperti anak-anak. Dan dua hal itu adalah hal yang jarang aku temukan di diri lelaki pada seusianya.

Dan dari saat itu aku menganggap Zach adalah pacarku. Konyol memang; mulai dari tidak memperkenankan dia dekat dengan perempuan sebayanya sampai tidak memperbolehinya untuk menyimpan nomor telfon perempuan, selain aku. Dan hal itu yang membuat Zach sangat marah padaku.

Jauhin gue, jangan pernah anggap gue itu pangeran lo, Skylin. Karena gue bukan apa-apa di hidup lo. Berhenti ngayal gue itu pacar lo. Gue nyesel deketin lo waktu Ibu Panti ngenalin lo. Gue bener-bener nyesel, Sky.

Kata-kata itu adalah omelan pertamanya padaku, dan omelan itulah yang ngebuat aku nangis semalaman. Malu-maluin --sampai-sampai Ibu Panti menenangkanku dan menginap di tempat tidurku semalaman, hanya memastikan kalau aku sudah lebih baik.

"Skyler!!" panggilan dari luar seperti tamparan yang membuatku tersadar kembali.

"Yaaa?" teriakku seraya berjalan ke arah pintu.

Aiden Blake, sedang berdiri di depan rumahku seraya mengacak rambutnya dan berusaha membersihkan sesuatu yang berada di seragamnya.

"Ihh, lo pake parfum satu botol, ya?" tanyaku seraya menutup hidungku karena bau tajam yang keluar dari tubuhnya.

Aiden mencium ketiak dan seragamnya, "enggak satu botol, sih. Tapi gue emang pake."

"Ini salah satu cara lo ngebunuh gue, hah?" perkataanku membuat dahinya berkerut.

"Ya enggalah. Gila aja gue bunuh pacar gue sendiri." ucapnya enteng.

Aku membesarkan mataku seraya menjambak rambutnya, "jangan ngaku-ngaku gue itu pacar lo ya!" setelahnya aku mengunci pintu dan meninggalkan Aiden.

Beberapa langkah menuju garasi, tangannya mencekalku. Aku melihat Aiden aneh, "mau ngapain sih lo?"

"Ke sekolah bareng gue, yuk." ajaknya.

"Dan dijadiin cewek one night stand lo lagi?" tanyaku sarkastik. "Gak lagi-lagi deh. Misih ya." aku memberikan penekanan pada setiap kata. Lalu bergegas meninggalkannya.

Ia berdecak, lalu memegang lenganku. "Sekali ini aja, Sky. Kasih gue.." dia memberi jeda.

"--kesempatan?" tanya Aiden, menyelesaikan perkataannya.

Aku menaikkan sebelah alisku, "yakin lo bener-bener mau nganter gue ke sekolah tanpa ada motif yang lain?"

"Yakin banget lah." Aku terdiam cukup lama, lelaki di depanku memandang dengan penuh arti.

"Ok then." ia berjingkrak kesenangan mendengar perkataanku, aku yang melihatnya hanya memutar mataku.

"Nih helm sama sweaternya, pake." ia memberikanku kedua barang tersebut.

Aku menggelengkan kepalaku. "jaraknya gak begitu jauh, lagipula ngapain sih pake kayak gitu. Gue bisa jaga diri kok."

"Ya masalah lo bisa jaga diri gak gue raguin. Tapi kalo sampe lo kenapa-napa gue gak mau tanggung jawab." katanya.

Setelahnya, Aiden mengambil sweater yang berada di tasnya dan melilitkan sweater di sekitar pinggangku. Aku yang menatapnya dari jarak sedekat ini, lantas tersenyum. Caranya mengangkat wajah, membuat rahang tajamnya semakin terlihat. Dan alis Aiden yang tebal dan panjang melengkapi raut wajahnya menjadi lebih tampan.

Dan menurutku jika ada lelaki yang mempunyai alis tebal, ketampanannya naik bertingkat-tingkat. Tapi kalo sifatnya urakan  kayak dia gini, aku masih mikir dua kali juga.

"Udah selesai meratiin guenya?" tanyanya seraya tersenyum lebar.

Aku membulatkan mataku, "loh--enggak, gue enggak kok."

"Normal kali, biasanya cewek-cewek gak bisa ngalihin pandangannya dari gue-- oh, apalagi Emma." aku memutar mata mendengarnya, terutama saat ia membawa nama perempuan itu disana.

Ia terkekeh melihat ekpresiku, "siap berangkat sekolah?" tanyanya. Aku mengangguk, namun masih terasa risih akibat sweaternya yang berada di pinggangku.

"Aiden." panggilku.

Aiden yang ingin memakai helm lantas menoleh. "Apa?"

"Sweater lo gue lepas aja, ya?" pintaku.

Aiden menatapku tajam, "kalo lo naik motor gue pasti rok lo keangkat. Nanti orang-orang pada merhatiin lo. Gue gak suka motor gue jadi pusat perhatian gara-gara lo." aku terdiam sesaat setelah mendengar penjelasannya. Maksudnya dia perduli sama gue atau masih mentingin popularitasnya sih?!

"Jangan di lepas kalo lo belom turun dari motor. Ngerti?" aku mengangguk mendengarnya.

Aiden memakai helmnya dan menyuruhku untuk naik. Lantas, aku melakukan apa yang ia katakan.

>><<

Motornya memasuki pekarangan sekolah. Aku merasakan tatapan anak-anak Weringtown School mulai memperhatikan kami ingin tau dan hal itu yang membuatku semakin menyembunyikan kepala di punggung Aiden. Lo kan pake helm. Ngapain ngumpet segala, sih. Aku menyadari kebodohanku yang benar-benar kelewat bodoh.

Setelah motornya terparkir dengan benar, Aiden mematikan mesinnya. Sedangkan aku melepaskan helm dan segera turun. Selagi melepaskan lilitan sweater miliknya, Charlotte mendekatiku. "Ngapain sih lo ngegoda Aiden terus? Sebenernya lo cuma one night--

"Please jangan ngomong hal itu seolah-olah lo jijik sama gue, dan sedangkan lo udah ngelakuin itu berulang kali." aku menunjukkan wajah datarku saat memotong perkataannya.

Ia membulatkan matanya mendengar apa yang baru saja aku katakan. "Kok lo lancang banget sih?!"

Aku menatapnya datar, "kenapa hidup lo drama banget, sih, Lot."

"Jangan panggil gue Lot!!" omelnya.

Setelah Aiden turun dari motor, Charlotte langsung menyenderkan kepalanya di bahu lelaki most-wanted sekolah ini. "Ngapain sih Lot." ucapnya risih.

Aku tertawa mendengar Aiden memanggil Charlotte dengan sebutan yang aku buat.

"Panggil aku Charry aja atau Lottie. Jangan Lot, dong. Jelek banget." mintanya.

Aku memutar mata mendengarnya. "Aiden, makasih sweaternya. Nih." kataku seraya mengasih sweater miliknya.

"Santai aja kali. Lo bawa pulang juga gapapa." katanya seraya tersenyum.

"Makin aneh aja sih lo." kataku lalu pergi meninggalkan mereka.

"Ihh, lepasin kek, Lot. Ah, ilah." aku masih bisa mendengar perkataan Aiden yang menyuruh Charlotte pergi. Dan hal itu membuatku terkekeh pelan.

>><<

Setelah mengambil buku yang akan di pelajari hari ini, aku kembali menutup lokerku.

"Sky." aku menoleh pada sumber suara.

"Apaan lagi, sih?" tanyaku risih. Sedari tadi aku merasa dikuntit oleh Aiden, dan itu membuatku tidak nyaman sama sekali.

"Kenapa pas lo lagi marah tetep aja manis, ya?" perkataannya benar-benar menjijikan.

"Lo mau gue gampar, iya?!" aku udah gak tahan sama rayuan yang ia berikan padaku hari ini. Sebenernya ada apa sih?

"Gak .. gak-- masalahnya, tugas Mrs. Callaghan, mau kayak gimana jadinya?" tanyanya.

Aku baru inget kalo ada tugas kelompok di pelajaran Mrs. Callaghan. Dan Aiden Blake adalah pasanganku untuk tugas ini. Mungkin kalau Charlotte dan Emma akan senang hati dapat dipasangkan dengannya, namun itu tidak bekerja untukku jika pasangannya ialah salah satu badboy-troublemaker-handsome guy di sekolah. This is disaster.

"Untuk kerajinan tangan yang kita buat, nanti dipikirin lagi deh. Yang penting kita harus beli bahan-bahannya dulu." ucapku.

Aiden tersenyum, "kita?" aku memutar mata mendengarnya.

"Iya. Lo sama gue, Aiden." tekanku agar lebih dimengerti olehnya.

"Tapi lebih bagus--"

Dehaman seseorang membuat Aiden tidak melanjutkan perkataannya.

"Ngapain sih lu, Ben, ah! Ganggu, bego," katanya kesal "--pergi sana."

"Setan lu. Gue mau ngomong bentar sama Sky, ilah."

Aku mengerutkan dahi. "Gue? Mau ngapain?" tanyaku.

Ben mengangguk lalu mengarahkan pandangannya pada Aiden, "lo bisa pergi dulu gak?" ia mengetatkan rahangnya mulai kesal.

"Ngomong disini aja. Ada gua emang kenapa sih. Sky pacar gua ini." aku membulatkan mata mendengar perkataan asalnya.

"Apaansih lo!!" teriakku.

"Jangan ngomong yang enggak-enggak, deh." lanjutku.

Aiden mengangguk. "Jadi kalo ngomong yang iya-iya, gapapa?"

Aku memutar mata kesal, "bodo amat."

Aku menarik Ben untuk meninggalkan Aiden. "Jadi lo mau ngomong apaan?" tanyaku.

"Pulang sekolah bisa nemenin gue ke tempat latihan--umm, tempat les. Gue mau lo kasih gue saran." jelasnya.

Aku menatapnya dengan pandangan serba salah, "tapi masalahnya gue sama Aiden udah punya tugas. Dan itu dikerjain hari ini."

"Oh, oke. Santai-- Sky, gue duluan." ucapnya seraya menepuk pundakku.

"Sorry." gumamku, ia mengangguk mengerti.

>><<

"Kenapa gak beli di mall aja, sih?" tanya Aiden.

Aku menatapnya kesal. "Itu namanya bukan kerajinan tangan, dong, pinter."

"Ribet amat sih, elah."

Bersamaan dengan perkataannya handphoneku berdering, menandakan telfon masuk.

"Halo?"

"Skylin, lo dimana?" tanya suara di sebrang

"Ini Zach kan?!"

Dia berdeham, menandakan iya. Dan itu membuatku teriak kesenangan dalam hati.

Aiden mendekat kearahku. "Zach-- Zach siapa .. siapa Zach?"

"Temen." jawabku.

"Halo--halo, Zach. Masih disana kan?"

Aku mengecek handphoneku, dan sambungan terputus sepuluh detik yang lalu. Setelahnya, aku mulai menelfon nomor yang dipakai Zach untuk menelfonku. Sayangnya, 5 kali aku coba, 5 kali juga tidak diangkat.

Aku mendesah kesal. "Siapa Zach-- dia beneran temen lo kan? Bukan mantan atau gebetan lo atau--"

"Bukan, Aiden." jawabku.

Ia mengangguk mendengar jawabanku, "yaudah, ayo, sekarang kita ke mall dulu."

==========

[unedited] - [enjoy the quotes]

Ini adalah chapter terpanjang daripada chapter-chapter sebelumnya, yey!! (( padahal tetep segini-segini aja. ))

Guddy buddy, xx!!

Continue Reading

You'll Also Like

601K 23.6K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
305K 18.1K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.8M 231K 69
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
268K 25.4K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...