Diabolus

By Dillaft

576K 86.5K 19.6K

(Mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar) Bona, gadis keturunan campuran manusia-iblis yang seratus t... More

Prolog
One: I am Diabolus
Two: Blood
Three: History Of Diabolus
Four: Akennaton
Five: Right hand
Six: Why?
Seven: Good bye, Papa
Eight: The Real King
Nine: Blue Eyes
Ten: Seducer
Eleven: The Fake Princess
Twelfe: Defeat or Death?
Thirteen: Not a Slap, But a Hug
Fourteen: The New Lie
Fifteen: Raxil
Sixteen: The Dark Side Of Psycho
Seventeen: Become a Queen
Eighteen: Women and Weapon
Nineteen: Socialite Woman
Twenty: Angel Of Death
Twenty One: War Of the Underworld
Twenty Two: The King Of The North
Twenty Three: Mine
Twenty Four: Gossip
Twenty Five: An Aroggant Man
Twenty Six: Not Now
Twenty Seven: Crazy Suggestion
Twenty Eight: We Are Family
Twenty Nine: Someone Between You and Me
Thirty: Dangerous Man
Thirty One: Crazy Speculation
Thirty Two: An Enemy
Thirty Three: Great King Of The Past
Thirty Four: Love Is Weakness
Thirty Five: Wasted Women
Thirty Six: What Do You Know About Me?
Thirty Seven: Dark Version of Cinderella
Thirty Eight: Another Ruler
Thirty Nine: Life For Life
Forty: Dark and Light
Forty One: Innocent Creature
Forty Two: Mystery Of The South
Forty Three: Concubine Charade
Forty Four: Secret in the Hereditario Book
Forty Five: Cruel Past
Forty Six: Akennaton Woman
Forty Seven: The Gladiator
Forty Eight: The Dark Side Of Sacrifice
Forty-Nine: Happines Becomes Disaster
Fifty: The Stupidest Creature on Earth
Fifty One: Despair

Fifty Two: Hope and Help

3.5K 506 254
By Dillaft

Sang kegelapan membawa aura mencekam di langit Akennaton malam ini. Kilat tampak saling menyambar di atas menara istana fraksi barat. Kemudian menurunkan kabut berhawa panas yang menyapu clan api secara keseluruhan.

Kegelapan sudah menjadi ciri khas dari Clan Akennaton. Sang raja menyenanginya
sebab kegelapan merupakan sarang dari kejahatan.

Para diabolus tertidur tanpa merasa terganggu oleh suara gema lava mendidih yang bak sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun, sepertinya ada pengecualian kali ini. Sebab Lady Bona masih terjaga dengan kesadaran penuh.

Ratu Clan Akennaton itu terbaring dengan posisi tubuh menyamping. Mulutnya tertutup rapat, meskipun air matanya mengalir dengan deras.

Lady Bona kemudian merasakan sebuah tangan kekar melingkar di perutnya sehingga napas Lord Milson seolah memberi belaian lembut dari belakang.

Kegelisahan yang sungguh menyiksa ini membuat Lady Bona tak bisa tidur. Ia buru-buru menghapus jejak air matanya kemudian melepas tangan Lord Milson secara perlahan—takut membuat pria itu terbangun lalu bergegas ke kamar mandi.

Lady Bona membasuh wajah berulang kali. Ratu Clan Akennaton itu sempat tertegun menatap pantulan diri di cermin. Menyedihkan. Itulah satu kata yang tergambarkan.

Mata Lady Bona tampak memerah akibat kurang tidur. Lalu beralih menatap bibir kaku yang seolah tak bisa lagi mengukir senyuman itu.

Ketika Lady Bona berbalik, sosok Lord Milson di depan pintu mengagetkannya. "Milson..."

"Kau membuatku terganggu, Bona." Suara Lord Milson terdengar dingin. Namun, sudut matanya memancarkan kekhawatiran. Kegelisahan yang di rasakan oleh ratunya seolah tertular pada pria itu.

Lady Bona buru-buru merapikan rambut agar tak terlihat menyedihkan di hadapan Lord Milson.

"Kemarilah." Raja Clan Akennaton itu menarik Lady Bona masuk dalam pelukannya.

Bodoh jika ia tak menyadari gadis itu terjaga sepanjang malam. Mana mungkin ia tertidur lelap sementara pendampingnya dibelenggu kegelisahan? Lord Milson ikut terjaga dengan mata terpejam, berharap Lady Bona angkat bicara untuk berbagi kesedihan bersama jikalau memang ada.

Lady Bona balas memeluk erat dengan mata terpejam. Membiarkan kehangatan pria itu membawa ketenangan pada dirinya.

"Apa yang membuatmu gelisah? Kau bisa mengatakannya padaku," kata Lord Milson sembari mengusap bahu ratunya dengan lembut.

Mata Lady Bona kembali panas dan mengabur. Ia belum berani buka suara.

"Apa saudaramu melakukan hal yang buruk? Haruskah kuberi mereka pelajaran?" tanya Lord Milson. Sejak pulang dari Clan Asten beberapa hari lalu, Lady Bona menjadi murung.

Hal tersebut membuatnya begitu terganggu dan marah. Kondisi Lady Bona membuat konsentrasi Lord Milson pecah hingga tak bisa fokus bekerja.

Lady Bona berdongak. Bibirnya tak lagi kaku dengan senyuman merekah manis. "Aku tidak apa-apa, Milson. Kau harus tahu bahwa suasana hati perempuan memang sulit ditebak," kilahnya.

Lord Milson memegang kalung perak di leher gadis itu. "Apa kalung ini sudah membuatmu merasa lebih baik?"

"Ya. Tentu saja." Lady Bona keluar dari kamar mandi dan kembali merebahkan diri di tempat tidur.

Lord Milson melakukan hal serupa. Baru saja matanya ingin terpejam, tetapi Lady Bona langsung menindih dan tertidur di atas tubuhnya.

Lalu keheningan kembali. Bersama kegelisahan yang turut menyelimuti. Tak perlu membuat praduga mengada-ada. Yang membebani Lady Bona masih masalah yang sama, tetapi kali ini terasa lebih berat. Sebab satu-satunya harapan Ratu Clan Akennaton itu untuk bertahan hidup telah sirna.

Lord Gavriel menolak untuk membantunya.

Membuat Lady Bona begitu gelisah memikirkan, apakah dirinya akan berakhir seperti sang ibu?

"Bagaimana kalau aku hamil, Milson?"

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Lady Bona tanpa pertimbangan matang. Kali ini, bukan logika yang berbicara. Namun, isi hatinya.

"Aku akan menjadi pria paling beruntung di dunia."

Lady Bona berdongak, terkejut dengan jawabannya yang diluar dugaan. Sorot mata Raja Clan Akennaton itu terlihat antusias.

"Kehamilanmu adalah kabar yang baik untukku. Aku sangat menunggu calon penerus baru Akennaton dan kau yang harus menjadi ibunya," ungkap Lord Milson sembari mengelus lembut wajah Lady Bona.

Percaya tidak percaya, perkataan sederhana sang raja ini berhasil mengusir kegelisahan ratunya. Mata Lady Bona kelihatan berbinar. Bagaikan sebuah harapan baru tengah bersinar.

"Arion Akennaton."

Lady Bona mengerutkan dahi. "Siapa itu?"

"Itu akan menjadi nama anak kita jika dia lahir di dunia ini."

Wajah Lady Bona berseri-seri. Senyumannya terukir cerah hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ratu Clan Akennaton itu tampak terharu mengetahui Lord Milson telah menyiapkan nama untuk anak mereka.

"Kalau yang lahir perempuan, bagaimana?"

Giliran dahi Lord Milson yang berkerut. "Anakku harus seorang pria."

Lady Bona mendelik kesal.

"Kalau kau mau memberi nama, silakan. Tapi, kupastikan bahwa dia akan menjadi anak kedua," ujar Lord Milson, takut bila Lady Bona merajuk. Seorang raja pada umumnya menginginkan anak pertama adalah pria. Sebab kelak dia akan menjadi raja yang baru.

Lantas binar di mata Lady Bona kembali. "Aku ingin menamainya Angela. Supaya hati dan wujudnya seperti malaikat."

Kini Lord Milson yang nyaris merajuk. Tentu pria itu menolak mentah-mentah usulan sang ratu. "Bagaimana kalau Nerezza? Putri dari kegelapan. Aku lebih suka ini."

Lady Bona melongo. Ia dan Lord Milson memang selalu berbeda pendapat dalam hal apapun. Acapkali ide atau saran anti mainstream dari pria itu membuatnya terkejut.

"Ya. Bagus juga," jawab Lady Bona terpaksa.

Lord Milson beranjak dari tempat tidur kemudian memakai jubah. Raja Clan Akennaton itu kemudian mengulurkan tangan.

"Maukah kau pergi berkencan denganku?" tanyanya dengan senyuman miring yang sungguh memikat.

Lady Bona tertawa geli dan menerima uluran tangannya dengan senang hati.

Lord Milson memeluk Lady Bona kemudian berteleportasi ke atas menara istana Clan Akennaton.

Lady Bona tentu keheranan. Mengira bahwa dirinya akan dibawa ke taman atau tempat romantis lainnya. Bukan malah menikmati tanah gersang clan api dari ketinggian. Terlebih angin yang berhembus kencang membuat gaun dan rambutnya beterbangan.

Lord Milson bersiul. Tak lama kemudian seekor burung raksasa muncul dari kejauhan.

Paco. Burung phoenix tunggangan Lord Milson itu mendarat tepat di hadapan sang majikan. Sayapnya mengepak dengan kokoh. Postur tubuhnya yang tegap membuat Paco terlihat semakin gagah dengan bulu emasnya yang menawan.

Lady Bona mendekat lalu mengelus wajah Paco. Sehingga burung phoenix itu memejamkan mata lalu menyandarkan paruhnya di atas kepala Ratu Clan Akennaton itu.

Menyadari kebingungan Lord Milson lantas membuat Lady Bona berkata, "Aku pernah berpapasan dengannya di Clan Aneor, saat pertama kali kita bertemu." Lady Bona tersenyum penuh arti.

Lord Milson ikut tersenyum. Tanpa memberi aba-aba, Raja Clan Akennaton itu menggendong Lady Bona lalu melompat naik hingga mereka duduk di punggung Paco.

"Kau siap?"

Lady Bona tersenyum lebar lalu mengangguk.

Sayap Paco langsung mengepak dengan lebar nan gagah begitu sang tuan memberi satu tepukan. Burung phoenix itu perlahan melesat meninggalkan menara.

Lady Bona berteriak kegirangan lalu memeluk Lord Milson kala Paco terbang dengan kecepatan tinggi. Bahkan sayap dan ekor dari burung phoenix itu mengeluarkan api.

Lord Milson menyeringai. Manik mata merahnya memandang nyalang ke depan. Ia menunggangi Paco di sepanjang langit hitam nan kelam dunia alam bawah.

Namun, kondisi kini telah berbanding terbalik dengan isi hati. Hitam dan kelam tak lagi berkelebat dalam diri. Keduanya menikmati dengan kebahagiaan yang mendominasi. Kegiatan yang sebenarnya sederhana itu sudah dapat dipastikan akan menjadi kenangan yang berarti.

Termasuk cara Lord Milson menghibur ratunya dengan dua kata sederhana. Anak kita. Dua kata yang membangkitkan semangat Lady Bona untuk bertahan hidup dan mempertahankan anak mereka.

•••

Dua minggu berlalu. Lady Bona berhasil melewati masa-masa mual diawal kehamilannya. Namun, kini Ratu Clan Akennaton itu harus berhadapan dengan bentuk tubuh yang mulai berubah.

Lady Bona memandang pantulan diri di cermin. Semua bisa menyadari dengan jelas bahwa Lady Bona terlihat lebih kurus dengan pipi yang tirus. Bahkan wajahnya pucat bak mayat hidup.

Seperti yang sudah dikatakan Lucinda, anak dalam kandungannya seperti menghisap jiwa Lady Bona secara perlahan.

Lady Bona kemudian memandangi perutnya yang mulai membesar. Lambat laun keadaan ini tak lagi bisa disembunyikan, termasuk perasaannya yang selalu gusar.

Mereka semua gusar. Mereka semua resah. Sebab hingga detik ini, solusi belum juga ditemukan.

Damares membawakan handuk untuk menutupi tubuh telanjang sang tuan. Wajah lesu pria itu sungguh mewakilkan semua isi hati seruangan.

Pandangan Damares beralih pada bunga escravo milik Lady Bona. Bunga itu tampak kering bahkan sesekali mengeluarkan asap. Menandakan bahwa kondisi sang tuan serupa dengan bunga itu. Percaya tidak percaya, Damares sering mendapati napas Lady Bona mengeluarkan asap. Bahkan suhu tubuh Ratu Clan Akennaton itu sangat panas. Tak mengherankan sebab ada janin iblis api di dalam tubuhnya.

Damares telah menyarankan untuk merelakan bayi itu setelah satu-satunya harapan mereka tak mungkin diraih—pertemuan Lady Bona dan Lord Gavriel berakhir buruk.

Raja Clan Dexter itu menolak membantu dan pergi dari perbatasan The Black Soil, meninggalkan Lady Bona bersama keputusasaannya atas kehidupan. Persis seperti yang dia lakukan pada Sofiya setelah membuangnya di Clan Asten. Membiarkan wanita itu sendiri dalam kegelapan dunia sampai akhirnya menuju kematian abadi.

Hari itu, Damares masih mengingat betul dua hal. Pertama, saat Lady Bona terisak kuat karena menolak membunuh bayinya dan perkataan sang tuan yang sungguh menyakitkan;

"Aku tidak bisa melakukannya, Damares. Janin ini tidak berdosa dan aku terkoneksi dengannya. Dia ingin hidup bersamaku dan Lord Milson. Kalaupun jika aku yang harus mati, aku tak apa. Jadi, jangan menghakimiku."

Damares dengan keputusasaannya pun pasrah. Pria itu hanya bisa berkata, "Bagaimana mungkin aku menghakimimu, Nona? Bahkan jika kau pergi ke neraka sekalipun, aku akan selalu mengikutimu. Aku akan selalu mendukung, apapun keputusanmu."

Damares tersadar dari lamunan ketika sang tuan memanggil. "Ya, Nona?"

Lady Bona menahan napas ketika Solyi memakaikannya korset yang sangat sempit. Seketika perut gadis itu terlihat rata seperti dulu. Lalu beberapa ras gumiho lain membantu Solyi memakaikan gaun untuk sang lady.

Untuk saat ini, begitulah solusi sementara yang terpikirkan. Selebihnya, mereka hanya menemui jalan buntu. Namun, kehidupan sehari-hari harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. Lady Bona harus tetap bersikap normal dan profesional dalam menjalankan tugas sebagai seorang ratu.

"Aku ingin menemui Lord Milson."

Raut wajah Solyi berubah cemas. "Bagaimana kalau ditunda sebentar, Lady? Aku dengar bahwa Lord Milson sedang bersama Lord Victor di ruangannya saat ini," katanya sembari memakaian riasan ringan ke wajah sang tuan.

Lady Bona berpikir sejenak sembari menimbang warna lipstik yang ingin ia kenakan. "Jangan khawatir, Solyi. Lord Victor tak akan berani mengusikku jika ada Lord Milson," ujarnya kemudian menunjuk lipstik berwarna merah muda. Solyi lantas segera memoles dengan lembut di bibir gadis itu.

"Ya, Nona. Kami akan mengantarmu, tapi kumohon jangan berkata macam-macam," sahut Damares dengan wajah masam.

Lady Bona menghampiri Damares. "Sejak tadi ekspresi wajahmu selalu menggangguku. Berhentilah mengkhawatirkan aku. Bagaimana pun aku yang seharusnya melindungimu. Kita akan baik-baik saja, Damares," lirihnya lalu mengelus kepala pelayan setianya dengan lembut.

Damares membungkuk, berusaha untuk mengukir senyum, meskipun dalam hati ia menolak hiburan klasik yang sungguh ironi itu.

Mereka kemudian keluar dari kamar menuju ruangan sang raja. Beberapa kali Lady Bona singgah untuk menyapa rakyat diabolus yang berkunjung di istana. Ada yang datang untuk mengeluh. Mengadu atas kriminalitas yang terjadi. Pula ada yang dengan terang-terangan meminta diberi koin emas untuk melengkapi kebutuhan mereka.

Lady Bona mendengarkan dengan seksama. Memberi solusi efektif dari setiap keluhan. Kemudian mengalihkan tindak keamanan lanjutan pada pengawal dan ras lycan untuk diadili sebab pemberian hukuman bukan tugas Lady Bona.

Lalu untuk masalah terakhir. Lady Bona dengan rendah hati melepas kalung emas yang ia pakai untuk diberikan pada seorang wanita kasta bawah. "Ambil ini. Kau akan mendapat banyak koin emas yang kau butuhkan."

Solyi kelihatan tidak terima. Sebab perhiasan sang tuan sebagian besar memiliki harga yang mahal.

Wanita tua itu membungkuk berulang kali. "Terima kasih, Lady," katanya. Nyaris ia mencium kaki Lady Bona jika saja Ratu Clan Akennaton itu tak menahannya.

Lady Bona tersenyum. "Belilah pakaian yang layak," ujarnya sebelum meninggalkan wanita itu.

Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Ketika mereka sudah berada di koridor, sebelum sampai di ruangan Lord Milson, Solyi bertanya, "Bagaimana kita tahu bahwa seseorang benar-benar membutuhkan bantuan, Lady?"

Lady Bona yang mengetahui maksud sang pelayan lantas membalas, "Bagaimana jika kukatakan bahwa kita harus tahu yang kita inginkan, tanpa memedulikan rupa orang lain? Kita harus selalu berbuat kebaikan tanpa mengharapkan apapun, Solyi. Jika kau tulus, kau akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kau bayangkan," katanya.

Solyi mengerutkan dahi tak mengerti. Namun, ia tak bertanya lebih jauh sebab mereka telah tiba di depan ruangan Lord Milson.

Beberapa ras lycan langsung menyambut sang ratu. Gilbert dan Patricio menunduk. "Lady..."

Lady Bona balas tersenyum. "Kalian di sini saja."

"Baik, Lady." Damares dan Solyi menunduk. Sementara Gilbert membukakan pintu untuk sang ratu.

Lady Bona masuk. Baru saja ingin menyapa, tapi ia urungkan kala melihat kesibukan sang raja bersama pelayan-pelayan setianya. Lord Victor dan pelayan setianya pun turut hadir. Mereka sedang berdiskusi serius dengan posisi tubuh membelakangi pintu. Sehingga tak menyadari kedatangan Ratu Clan Akennaton itu.

"Titik buta berada di wilayah barat dan utara. Jadi, kita harus memulai pelacakan dari utara lalu menuju ke barat. Tak perlu memakai portal. Aku tidak mau melewatkan satu hal pun."

Mereka mendengar penjelasan Lord Milson dengan seksama. Yang menjadi pusat diskusi, ialah sebuah peta yang berada di tengah-tengah mereka. Sementara Lady Bona menyimak di sudut ruangan, meskipun ia sama sekali belum mengerti arah diskusi.

"Kita akan cukup jauh berjalan, Lord. Itu dapat mengundang perhatian," kata Zinki tanpa mengalihkan pandangan dari peta.

"Biar kutekankan sekali lagi, Zinki. Situasi membuat mereka buta," jawab Lord Milson dengan tenang.

"Lalu bagaimana dengan wilayah timur, Lord?" tanya Isaak.

"Joanne akan mengawasinya lebih dulu dari atas untuk memastikan penghalang."

Joanne mengangguk.

Lord Victor menyahut dengan dahi mengkerut. "Kenapa permainanmu terlalu lembut? Kita perlu pasukan. Echidna tak semudah itu untuk dikalahkan."

Wajah Lady Bona berubah muram. Kini ia paham bahwa Lord Milson sedang menyusun strategi untuk menaklukkan ras immortal lain lagi.

"Apa kau baru saja mengakui bahwa kau lemah?" Lord Milson berdongak dengan wajah dingin.

Rahang Lord Victor mengatup. Pandangannya menengadah melihat ketiga pelayan setia Lord Milson yang sedang menyeringai padanya.

"Kita hanya perlu membawa kehancuran dan kematian untuk mereka! Kau lupa bahwa kita akan menelusuri hutan yang merupakan sumber elemen Clan Aneor. Lalu bagaimana bisa kau menyerang di sarang mereka jika hanya ada kita berenam?" Lord Victor bersikeras, masih belum bisa menerima strategi adik tirinya itu.

Bukannya nyali Lord Victor ciut. Namun, pria ini lebih senang beraksi dengan terang-terangan dan penuh akan kebrutalan. Sejak tadi, Lord Victor paling bersemangat mengusung ide untuk menyerang Clan Aneor secara keseluruhan.

Lord Milson melonggarkan kerah baju dengan posisi tubuh yang sepenuhnya menghadap pada Lord Victor. Raja Clan Akennaton fraksi barat itu tertawa, tetapi matanya tak menunjukkan ekspresi apa-apa.

"Kehadiran satu darah Akennaton saja merupakan sebuah ancaman dari apapun di muka bumi ini," ujar Lord Milson. Aura gelapnya mulai terpancar hingga mendominasi seluruh ruangan. Sementara telapak tangan pria itu mengeluarkan kobaran api sebagai ancaman bagi siapapun yang mencoba menghalangi siasatnya.

Lantas Sean mulai resah di samping Lord Victor, was-was bila sang majikan terkena serangan dadakan.

"Peristiwa hari ini akan menjadi tragedi besar di Clan Aneor. Menyerang atau tidak, pada akhirnya mereka akan tunduk di bawah kakiku. Aku sedang memainkan peran. Jadi, jangan coba-coba rusak permainanku, Victor. Atau kau akan menyesal."

Kemarahan Lord Victor terasa mulai berserakan dalam kepala. Namun, Raja Akennaton fraksi timur itu hanya bisa terdiam tanpa mampu menolak perkataan sang raja yang sebenarnya. Kini ia paham siasat terselubung Lord Milson. Sekaligus membuatnya bergidik bahwa sosok pria itu mulai menunjukkan kemiripan dengan Dominic Akennaton.

Lady Bona merenung dalam kebingungan. Ia mencoba menerka siasat Lord Milson tanpa berniat untuk bertanya. Kehadirannya yang belum disadari membuat Lady Bona memanfaatkan situasi untuk hanyut dalam strategi berbahaya ini. Sebab sekali Lady Bona bersuara, Lord Milson akan bungkam seribu bahasa.

"Aku butuh sesuatu yang lebih besar daripada sekadar menyerang. Kau boleh pergi jika tidak ingin bergabung," ujar Lord Milson kesal lalu kembali memusatkan perhatian pada peta.

Lord Victor mengira bahwa fraksi barat akan menyerang Clan Aneor mengingat situasi di clan iblis elemen alam itu sedang kacau. Pertahanan Aneor pasti sedang lemah. Itulah alasan Lord Victor begitu semangat bergabung. Namun, ternyata dugaannya salah besar.

Sudah lama ia tak mengendus aroma pertumpahan darah di arena perang. Lord Victor begitu merindukannya. Meski kecewa, Lord Victor akan tetap bergabung dalam misi. Sebab firasatnya mengatakan bahwa ada hal besar yang akan terjadi hari ini.

"Aku akan membawa beberapa cerberus sebagai ancaman tambahan. Bagaimana pun, seorang Ibu tetaplah seorang Ibu," kata Lord Victor pada akhirnya.

Nyaris semua jenis monster di dunia alam bawah adalah anak dari echidna. Salah satunya, ialah cerberus, anjing berkepala tiga. Monster yang dapat menyemburkan api itu telah lama tunduk pada Clan Akennaton sejak masa pemerintahan mendiang Lord Romelo.

Anak echidna tersebar di beberapa clan. Namun, sebagian besar tunduk pada Clan Akennaton. Sebagiannya lagi berada di pihak Clan Dexter. Echidna dikenal sebagai wanita raksasa setengah ular yang mengerikan dan tak tertandingi, tetapi seorang ibu tetaplah seorang ibu. Echidna menyayangi anak-anaknya.

Mereka pun setuju. Joanne memberi pertanyaan tambahan. "Tanda apa yang kuberi jika ada penghalang di wilayah timur, Lord?"

"Tanda apa yang kau harapkan? Langsung bunuh saja!"

Mereka semua menyeringai.

"Ingat, lakukan strategi ini jika strategi pertama gagal. Kalian sudah paham?"

"Aku belum paham," sahut Lady Bona dari belakang. Akhirnya gadis itu bersuara untuk mengakhiri rasa penasarannya.

Sudut mata Lord Milson kelihatan terkejut begitu baru menyadari kehadiran gadis itu. Ia cukup ketar-ketir memikirkan Lady Bona telah mendengar semua percakapannya barusan.

Para pelayan langsung membungkuk ketika Lady Bona mulai mendekati Si pemimpin misi.

"Kupastikan bahwa yang belum paham boleh bertanya. Bukan begitu, Lord Milson?" tanya Lady Bona penuh penekanan. Wajahnya yang serius sungguh mengintimidasi.

Lord Milson terpaksa menjawab, "Tentu, Lady."

"Peran apa yang kau mainkan?"

Satu pertanyaan itu memiliki jawaban dari semua inti strategi sang raja. Tentu Lord Milson tak akan memberitahu. Tatapan dinginnya menengadah menatap anggota diskusi lain, seolah mengancam untuk tak membuka mulut selama Lady Bona mencoba mengorek kebenaran dari siasat berbahaya ini.

Lord Milson sadar betul jika Ratu Clan Akennaton itu tahu, maka dia akan marah padanya bahkan kecewa. Memberi jawaban netral, ialah pilihan terbaik.

Lantas pria itu menjawab, "Peran yang semestinya dilakukan seorang raja."

Dahi Lady Bona berkerut tak senang. Bukan itu jawaban yang dia inginkan. Lantas ia mencoba memancing raja yang satunya.

"Apapun yang ingin kalian lakukan, kekerasan tak perlu dilibatkan. Apalagi menggunakan anak untuk mengancam Ibunya."

Lord Victor tentu terpancing. "Menjadi bagian dari kami pasti sudah membuatmu tahu bahwa begitulah cara Akennaton bekerja, Lady. Kekerasan adalah jalan pintas menuju kekuasaan," katanya dengan senyuman miring.

"Oh, ya aku melihatnya. Jalan pintas yang kau maksud di fraksi timur... yang tidak bertahan lama itu. Tak heran jika aku berhasil merebutnya. Terbukti bahwa jalan pintasku lebih efektif." Kini giliran Lady Bona yang tersenyum.

Tangan Lord Victor terkepal. Kekesalannya pada Lady Bona kian memuncak. Ratu Clan Akennaton itu menyinggung persoalan rakyat fraksi timur yang berpaling ke fraksi barat karena ulahnya. Persoalan tersebut sangat sensitif bagi Lord Victor akhir-akhir ini.

Ruangan mulai didominasi ketegangan. Tiga penguasa Clan Akennaton itu saling bersitegang melalui tatapan. Membuat para pelayan ikut terintimidasi oleh kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.

Sebenarnya, Lady Bona sama sekali tak bermaksud apa-apa. Namun, perkataannya seolah menunjukkan bahwa dirinya pun memiliki niat terselubung. Hal ini cukup mengejutkan Lord Milson hingga membuatnya merasa terancam dengan keahlian sang ratu dalam berpolitik.

"Lalu jalan pintas seperti apa yang kau miliki, Lady?" tanya Lord Victor dengan kekesalan tertahan.

"Sebuah harapan dan pertolongan."

Mereka langsung saling melirik satu sama lain. Merasa asing sebab itu bukan cara Akennaton.

"Jangan berfokus pada sekitar, Lord Milson. Fokus pada subjek. Kau harus tahu apa yang echidna butuhkan dan harapkan. Berikan itu padanya, maka dia akan memberikan kesetiaan untukmu," tutur Ratu Clan Akennaton itu.

Lord Milson terdiam cukup lama. Konsentrasinya mulai buyar akibat perkataan ratunya. Ia mencoba menghempas pikiran buruk jauh-jauh.

Pria itu memberi kode berupa anggukan pada ketiga pelayan setianya. Sehingga mereka segera keluar dari ruangan. Kemudian disusul oleh Lord Victor dan Sean.

Lord Milson berusaha menghadapi Lady Bona dengan raut setenang mungkin. "Tidak ada kekerasan di sini, Bona."

"Ya, jika strategi pertama gagal, bukan?"

Lord Milson menangkup pipi gadis itu. "Aku hanya akan bernegosiasi," kilahnya.

Lady Bona menghela napas. "Lalu apa yang kau maksud dengan peristiwa hari ini di Clan Aneor. Kau akan menyerang mereka?"

"Tentu tidak. Seperti yang kukatakan tadi, hanya bernegosiasi," elak Raja Clan Akennaton itu.

Lady Bona mencoba untuk mempercayainya. Gadis itu memeluk Lord Milson, berharap sang pendamping tak menempuh kesesatan yang selama ini ia takutkan.

Lord Milson balas mendekap erat. "Hanya peran seorang raja. Kau hanya perlu mendukungku, Bona. Itu sudah cukup untukku," bisiknya.

Mata Lady Bona terpejam saat Lord Milson mencium keningnya begitu dalam.

"Kau ingin kubawakan apa saat aku pulang nanti?" tanya Raja Clan Akennaton itu lalu melepas pelukannya.

Lady Bona tertawa kecil sembari berpikir. "Mmm... bunga mawar?"

"Baiklah. Tunggu aku pulang bersama bunga mawarmu."

Lady Bona mengangguk sembari melambaikan tangan melihat kepergian pendampingnya. Ketika Lord Milson telah menghilang dibalik pintu, senyuman Lady Bona memudar.

Ia mencoba untuk berpikir positif, meskipun firasatnya negatif. Lady Bona kemudian memandang peta wilayah Clan Aneor di atas meja. Berharap bahwa sahabatnya, Lady Caitlyn baik-baik saja jikalau memang ada peristiwa besar yang akan terjadi hari ini di clan iblis elemen alam itu.

Kedatangan Lord Victor menyadarkan Lady Bona dari lamunan. "Keberatan jika peta itu kuambil?"

Lady Bona menoleh. "Tentu tidak, Lord Victor," jawabnya lalu mempersilakan pria itu.

Lord Victor menggulung peta tersebut kemudian ia masukkan ke dalam saku jubahnya. Sebenarnya, pria ini telah berniat pergi lantaran kekesalannya untuk Lady Bona masih bertahan. Namun, karena alasan itu pulalah Lord Victor tetap tinggal sejenak. Niatnya sudah dapat dipastikan, yakni menoreh api sebagai balasan.

"Boleh kusarankan sesuatu padamu, Lady Bona?" Lord Victor berbalik dengan wajah berlagak serius.

Lady Bona mengangguk singkat dengan perasaan was-was.

"Kau terlalu amatir untuk memahami politik Akennaton. Masih banyak pekerjaan lain yang bisa dilakukan oleh seorang ratu, tidur manis di atas ranjang misalnya," kata Lord Victor dengan seringaian mengejek.

Wajah Lady Bona berubah dingin, tetapi ia tak mau terpancing emosi. "Semua penguasa memulai sebagai seorang amatir, Lord."

"Tapi, Akennaton tak semudah itu untuk dijangkau. Kau terlalu mencintai Lord Milson hingga tak bisa mengenalinya, termasuk siasatnya sendiri." Lord Victor mulai memercik api dengan tipu muslihatnya.

Lady Bona yang mulai paham arah perbincangan lantas berkata. "Apa yang terjadi pada Clan Aneor?"

"Berdasarkan informasi yang beredar, Lady Caitlyn sempat ditahan atas tuduhan pembunuhan terhadap penerus baru takhta Clan Aneor, tapi itu bukan sekadar tuduhan. Pelakunya memang Lady Caitlyn."

"A-apa?"

Seringaian mengerikan Raja Clan Akennaton fraksi timur itu terukir lebar. "Dia akan dieksekusi mati hari ini dan yang menghasut Lady Caitlyn untuk melakukan pembunuhan itu adalah Lord Milson."

Lady Bona tak bisa menahan rasa terkejutnya. Bahunya merosot lemas dengan kaki gemetar.

"Strategi yang pertama, ialah menghancurkan Clan Aneor dari dalam dengan mengadu domba mereka," ujar Lord Victor sembari terkekeh kemudian menghilang bersama portal.

Inilah siasat Lord Milson yang sebenarnya. Ia menciptakan kekacauan di Clan Aneor. Mengadu domba mereka. Lalu ketika diujung kekacauan, Lord Milson akan datang sebagai penengah dengan imbalan perampasan echidna.

Lady Bona berlari keluar dari ruangan dengan wajah panik. Lord Milson mulai menunjukkan entitas diri. Karakternya dalam menjalankan siasat sungguh familiar.

Setelah Lord Victor, Lady Bona menjadi yang kedua menyadari bahwa Raja Clan Akennaton fraksi barat itu semakin mirip dengan sosoknya di masa lalu, yakni iblis pemberontak dari tanah api, Dominic Akennaton.

•••

Clan Aneor. Menempati posisi kedua sebagai jantung kehidupan dunia alam bawah setelah posisi pertama diduduki oleh The Black Soil. Sesuai dengan elemen mereka—alam, Clan Aneor kaya akan sumber daya alam juga menampung monster-monster menyeramkan di hutan mereka.

Berdasarkan sejarah diabolus, Lord Zion—iblis murni terakhir di dunia alam bawah, memiliki lima anak, yakni Azazel Aneor, Arzen Akins, Zafael Akennaton, Elzano Asten dan Zieldan Ausar.

Anak-anak Zion rakus akan kekuasaan hingga berkomplot untuk menggulingkan kekuasaan ayah mereka. Mengetahui pengkhianatan kelima anaknya, Lord Zion murka. Raja dari segala raja itu memecah belah kekuatan anak-anaknya lalu kembali ke neraka, meninggalkan mereka yang akan beranak pinak dengan anak, saudara, cucu hingga cicit mereka dalam dunia fana yang tak abadi ini hingga terbentuklah ras baru, diabolus—iblis dengan kekuatan terbatas.

Elemen pertama yang berkuasa saat itu, ialah elemen alam milik Azazel Aneor. Wilayah kekuasaan mereka membentang luas hingga mencapai The Black Soil. Clan Aneor begitu jaya di generasi pertama. Sehingga elemen alam tampak begitu tersohor jika dilihat di buku sejarah.

Namun, masa lalu tetaplah masa lalu. Di generasi kedua yang mendominasi kekuasaan di dunia alam bawah, ialah elemen api milik Zafael Akennaton. Generasi demi generasi, Clan Aneor semakin jauh tertinggal bahkan dikalahkan oleh elemen terakhir, elemen es milik Zieldan Ausar—Clan Dexter yang mengalami kemajuan pesat hingga kini setara dengan Clan Akennaton.

Sekarang, Clan Aneor jatuh sejatuhnya. Setiap harinya, di sana hanya ada penekanan hingga berakhir pertengkaran. Insiden kematian sang pewaris membawa kekacauan yang begitu besar. Kini Lady Grace memiliki peran yang begitu besar di istana. Semua pejabat Aneor berpihak pada Ratu Clan Aneor itu. Mereka menuntut keadilan agar Si pembunuh yang belum terbukti bersalah segera dihukum mati.

Lord Caesar yang menerima penekanan dari berbagai pihak membuatnya begitu frustasi. Pria itu seolah tak bisa berbicara di atas singgasananya sendiri. Hingga kini Raja Clan Aneor itu masih berusaha menyelidiki kasus yang kurang bukti ini. Sebab Lady Grace dengan seluruh massanya hanya menuduh bersadarkan spekulasi. Lord Caesar tak bisa memutuskan secara sembarangan, ia telah bersumpah untuk menjunjung tinggi proses hukum yang diturunkan oleh leluhurnya.

Alasan lain yang memberatkan Lord Caesar, ialah sosok terdakwa, selir kesayangannya, Lady Caitlyn. Jauh dalam lubuk hati Caesar, ia tak percaya jika Lady Caitlyn melakukannya. Bahkan jikapun benar, gadis itu pasti dibawah perintah seseorang atau kemungkinan buruk lainnya.

Di sinilah Lord Caesar, terduduk dengan wajah frustasi. Termenung dengan segala kesedihan yang menyatu di dalam pikiran kemudian mulai berkomplot atas hasutan bahwa dirinya merupakan seorang raja yang gagal. Masa pemerintahannya membawa Clan Aneor jatuh semakin dalam pada lubang keterpurukan.

Lord Caesar memandang kosong ke depan. Hasutan-hasutan di kepalanya terasa semakin brutal. Pikiran negatif membuatnya kalut dan takut. Ia berpikir bahwa dirinya akan segera dilengserkan dari takhta oleh pihak internal Aneor. Atau bahkan Aneor sendiri yang akan dirampas oleh pihak eksternal.

Keadaannya terlihat lebih suram dari Si terdakwa itu sendiri.

"Sayang... kau harus percaya padaku."

Lord Caesar memandang Lady Caitlyn dibalik jeruji besi. Sudah dua minggu gadis itu mendekam dalam penjara. Wajahnya sungguh pucat dengan kondisi tubuh lemas tanpa energi akibat tak pernah diberi asap dosa.

Lady Caitlyn memegang sepatu Lord Caesar dengan mata berkaca-kaca, "Aku tidak melakukannya," lirih gadis itu.

Lady Caitlyn kukuh tak mau mengaku atas perbuatannya. Meskipun, ia memang sang pembunuh, tetapi Lady Caitlyn tak mau mati. Selir raja itu tahu bagaimana hukum di Clan Aneor berjalan. Tanpa bukti, Lady Caitlyn tak bisa dieksekusi. Gadis itu cukup cerdas untuk memanfaatkan situasi.

Lord Caesar memegang tangan Lady Caitlyn. "Kau bisa mengatakannya padaku, Caitlyn. Katakan sejujurnya," bisik pria itu dengan pandangan memohon. Tangannya tampak gemetar akibat frustasi berat.

Lady Caitlyn merapatkan wajah ke jeruji besi. Tatapan matanya memancarkan keputusasaan, berharap Lord Caesar menjadi satu-satunya harapan yang dapat menolongnya.

"Aku tidak melakukannya. Percayalah padaku, my love."

"Katakan dengan jujur atau penjara ini benar-benar akan menjadi kuburanmu, Caitlyn!" bentak Lord Caesar.

Lady Caitlyn tersentak. Ini pertama kali Lord Caesar membentaknya dan itu berhasil membuat Lady Caitlyn ketakutan. Gadis itu menangis di bawah kaki sang raja, meminta belas kasih atas rasa takutnya yang mungkin akan segera terjadi, yakni dicampakkan dan dibiarkan mati secara tidak terhormat.

"Katakan..." Suara Lord Caesar terdengar dingin.

Lady Caitlyn berdongak dengan pipi berlumur air mata hitam. Ingin sekali ia mengaku bahwa dirinya dihasut oleh Lord Milson. Namun, membawa nama pria itu akan berakhir sia-sia. Bahkan Lord Milson mungkin akan memutarbalikkan fakta yang akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

"Katakan, Caitlyn!"

Lady Caitlyn terlihat sulit berbicara dengan bibir gemetaran, "Aku—"

Perkataan gadis itu terpotong kala Tiquico, pelayan setia Lord Caesar datang. Peri hutan berbadan setengah manusia setengah kambing itu membungkuk kemudian berkata, "Lord Milson dan Lord Victor datang, Lord."

Lady Caitlyn terperangah.

Lord Caesar menoleh dengan kerutan dahi. Sedikit rasa takut mulai menyerang. Hasutan di kepalanya kembali berkembang. Akankah pihak eksternal berusaha mengambil takhta dan kerajaannya?

Mengetahui kegelisahan sang tuan, Tiquico kembali berujar, "Mereka hanya datang berdua bersama beberapa pelayan, Lord."

Datang tanpa pasukan, setidaknya hal itu sedikit menghilangkan cemas Caesar, tetapi cukup dibuat bertanya-tanya tujuan kedatangan dua raja Clan Akennaton itu.

Lord Caesar bergegas meninggalkan penjara bawah tanah istana. Sementara Lady Caitlyn histeris melihat kepergiannya.

"Jangan percaya apapun yang dia katakan!" Suara Lady Caitlyn menggema sebelum Tiquico menutup pintu.

Hal tersebut menambah kebingungan Lord Caesar. Meski begitu, pria itu tetap melanjutkan langkah.

Pintu raksasa ruang takhta istana kini telah berada di depan. Lord Caesar terdiam sejenak untuk mempersiapkan diri atas segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

"Lord?" Tiquico menyadarkan sang tuan.

Lord Caesar mengangguk.

Tiquico lantas membuka pintu kemudian berujar dengan suara lantang. "Lord Caesar Aneor, Raja kesepuluh Clan Aneor."

Seketika seisi aula langsung membungkuk kala sang raja masuk kemudian duduk di singgasana.

Semua pejabat Aneor telah menanti pemimpin mereka. Begitu pula sang ratu yang masih tersulut sedih dan dendam atas kematian bayinya.

Lord Caesar memandang para Akennaton di tengah-tengah para pejabat. Dua raja dari clan api itu melemparkan senyuman menyeramkan padanya.

"Selamat datang, Lord Milson... Lord Victor."

Lord Victor maju beberapa langkah. "Senang bertemu denganmu, Lord Caesar. Aku turut bersedih atas apa yang terjadi di sini."

Raja Clan Akennaton fraksi timur itu kemudian membungkuk pada Lady Grace. "Aku sangat sedih atas apa yang menimpamu, Lady."

Lady Grace mengangguk singkat. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaan atas kehadiran para Akennaton di tengah situasi genting ini. Tentu saja tak ada satupun di antara para Aneor yang menyukainya. Mereka was-was dan memiliki praduga yang sama atas kedatangan dua raja dari clan api itu. Akennaton yang gemar menjajah dan merampas kekuasaan clan lain sudah pasti ingin mencari cela sebelum menyerang.

Namun, Lord Victor begitu lihai memainkan peran. Ia menunjukkan kesedihan mendalam untuk berbelasungkawa. "Sebagai sesama keturunan Lord Zion, terlepas dari perbedaan clan dan elemen, kita semua adalah saudara. Akennaton akan menjadi yang pertama merangkul Aneor dalam masalah ini, terbukti dengan kedatangan kami hari ini," katanya sembari memegang dada menunjukkan rasa hormat. Pandangan pria itu menengadah ke para pejabat kemudian berakhir pada Lord Caesar.

Lord Milson masih belum angkat bicara. Pria itu menyimak dengan tenang di tengah-tengah pejabat Aneor. Membiarkan Si mulut ular mengambil alih sebab dia memang ahlinya dalam urusan menjilat musuh.

Lord Caesar menghela napas. "Hentikan perbincangan omong kosong ini, Lord Victor. Katakan tujuan kalian yang sebenarnya."

Giliran Lord Milson yang ambil alih. Pria itu maju beberapa langkah lalu berkata, "Seperti yang Lord Victor katakan, Akennaton akan merangkul kalian, tetapi tentu bantuannya tidak kuberi cuma-cuma."

Lord Caesar berpikir keras, menyusun ingatan-ingatan terbaru perihal Akennaton hingga menemukan satu titik kejadian. Satu kejadian yang langsung membuatnya tahu tujuan kedatangan Raja Clan Akennaton itu ke clan-nya.

"Apakah penolakanku belum jelas melalui suratku? Haruskah kukatakan dengan lantang sekarang?"

Lord Milson tersenyum miring. Namun, matanya memancarkan amarah. Isi surat itu tentu jelas. Lord Caesar menolak memberi echidna, tetapi secara garis besar juga berisi penghinaaan pada Raja Clan Akennaton fraksi barat itu.

"Kau akan menyesal mengatakan itu setelah mengetahui bantuanku, Lord Caesar." Senyuman Lord Milson semakin melebar.

Keheningan berkuasa setelah itu. Sementara Lord Caesar masih berpikir keras perihal langkah apa yang selanjutnya ia lakukan. Echidna merupakan aset berharga bagi Clan Aneor. Di sisi lain, tawaran Clan Akennaton memang selalu menarik, meskipun memang diimbangi dengan dampak besar, tetapi akhirnya sama saja merugi sebab clan api tidak pernah pulang dengan tangan kosong. Lord Caesar yakin bahwa Lord Milson dan Lord Victor akan melakukan segala cara untuk merebut yang mereka inginkan.

Sentuhan Lady Grace menyadarkan sang raja. Lord Caesar pun berkata, "Mari kita dengarkan."

Lord Milson menjentikkan jari. Keluarlah seorang pria bernama Erdman. Pria itu merupakan salah satu petugas di bagian penyelidikan kasus kematian putra mahkota.

Lord Erdman membungkuk pada sang raja. "Lord."

Lady Grace langsung tertarik. Tubuhnya menegang di singgasana ratu. "Katakan," ujarnya tak sabar.

Lord Milson angkat tangan. "Dia tidak akan bicara sebelum rajamu mengiyakan kesepakatan."

Lady Grace langsung menatap sang pendamping, menuntut agar segera menyetujui kesepakatan ini. Matanya tampak berkaca-kaca dengan kilatan amarah. Kehilangan sang putra tentu membuat Lady Grace murka. Kondisi mayat bayinya bahkan masih membekas dalam ingatan Lady Grace. Ratu Clan Aneor itu menyimpan dendam yang sangat membara pada Lady Caitlyn. Tanpa bukti satu pun, ia sangat yakin bahwa gadis itulah yang telah membunuh anaknya.

"Terima kesepakatan itu, Lord."

"Katakan ya, Lord!"

"Kami butuh keadilan, Lord!

"Selesaikan masalah ini, Lord!"

Kondisi mulai tak kondusif kala para pejabat Aneor mulai buka suara. Ruang takhta diisi oleh kebisingan. Tuntutan terus bermunculan hingga situasi tak terkendali. Mereka saling ribut satu sama lain. Bahkan suara Lord Caesar bak tenggelam oleh keributan.

Lord Milson menyeringai di tengah-tengah kekacauan. Tanpa merasa terganggu sementara Raja Clan Aneor kelabakan menghadapi segala penekanan.

Lord Milson memukul meja, kebisingan pun enyah. Seluruh pasang mata kini tertuju pada Raja Clan Akennaton itu. "Bagaimana, Lord Caesar?" tanyanya dengan tersenyum menawan.

Tangan Lord Caesar terkepal dibalik jubah. Dadanya bergemuruh berusaha meredam amarah. Rasa murkanya tentu tertuju pada Lord Milson yang berhasil membawa huru-hara.

Namun, Lord Caesar tak punya pilihan lain. Sebab tak ada yang berpihak padanya saat ini. Dengan berat hati pria itu berkata, "Ya."

"Katakan, Lord Erdman," ujar Lady Grace.

Lord Erdman membungkuk. "Aku menjadi salah satu petugas yang membantu mengusut kasus kematian putra mahkota dan kebetulan bertugas di tempat kejadian perkara. Berulang kali kami melakukan pengecekan, memeriksa setiap detail kamar pangeran, tetapi tak menemukan apapun. Mayat pengawal yang berjaga diketahui mati oleh kekuatan elemen alam. Yang menyimpulkan bahwa pembunuh berasal dari Aneor. Namun, kemarin aku menemukan satu jejak yang dapat dijadikan bukti."

Lady Grace turun dari singgasana. Langkahnya cepat menunjukkan betapa ia semangat untuk memecahkan kasus kematian anaknya.

"Tunjukkan."

Lord Caesar menyusul sang ratu lalu menghampiri Lord Erdman. "Mana buktinya?"

Tampak seisi aula begitu penasaran kala Lord Erdman merogoh sesuatu dari dalam jubah. Mereka semua berkumpul setelah pria itu memberikan sebuah benda pada sang raja.

Sebuah anting dengan permata zamrud. Satu-satunya bukti milik sang pelaku kini menjadi pusat perhatian.

Bahu Lord Caesar langsung melemas. Ia tahu betul siapa pemilik anting tersebut. Sebab dia sendirilah yang memberikannya. Anting tersebut milik Lady Caitlyn.

"Aku menemukan ini di bawah lemari, Lord."

Lady Grace mengepakkan jubahnya marah. "Seret pembunuh itu ke sini!"

Kini Lord Caesar tak dapat lagi mengelak. Sesuai sumpahnya, hukum harus tetap berjalan, siapapun orangnya.

Lord Milson tersenyum miring melihat Lord Erdman menjalankan tugasnya dengan baik. Oh, tentu ini termasuk dalam strategi pertama. Tak banyak yang tahu bahwa Erdman adalah seorang keturunan campuran Aneor dan Akennaton. Jangan tanya mengapa ia bersedia mengkhianati rajanya. Sebab Akennaton telah menyuapnya dengan jutaan koin emas.

Lord Victor kembali cari muka. Pria itu mendekati Lord Caesar dan Lady Grace untuk kembali berbelasungkawa sesuai peran. Kemudian mengagung-agungkan Akennaton atas andil dalam memecahkan kasus yang bahkan internal Aneor tak bisa pecahkan sendiri.

Tak lama kemudian, Si tersangka datang.

"Lepaskan aku!"

Lady Caitlyn memberontak saat tubuhnya ditarik paksa ke dalam aula.

"Lepaskan aku, brengsek! Beraninya kalian melakukan ini padaku!" Lady Caitlyn berteriak histeris.

Selir Clan Aneor itu didorong hingga terjatuh tepat di bawah kaki Lady Grace.

Lady Caitlyn berdongak, menyadari dirinya berada di tengah-tengah para petinggi. Kini ia sadar bahwa dirinya akan segera diadili.

Lady Caitlyn terkejut kala menyadari kehadiran Lord Milson. Rasa takutnya lantas menyebar. Gadis itu merangkak kemudian bersujud di kaki Lord Caesar. Sungguh menyedihkan.

"Ampuni aku, Lord. Jangan hukum aku..." lirihnya.

Lady Grace yang sudah tak bisa menahan emosi langsung menarik rambut Lady Caitlyn. "Kau tidak bisa mengelak lagi, jalang sialan! Kau telah membunuh anakku!"

Lady Caitlyn berteriak kesakitan. Ratu Clan Aneor memukulinya dengan brutal sementara Lord Caesar tak berbuat apa-apa untuk menghentikannya.

"Lord Caesar..." Lady Caitlyn menangis sejadi-jadinya.

"Tenang, Lady Grace. Biarkan dia mengaku," sahut Lord Milson.

Lady Grace menendang rival abadinya itu bahkan meludahi wajahnya.

Lady Caitlyn berdongak dengan hidung penuh darah, menatap Lord Milson penuh amarah. Ia sadar bahwa hasutan Raja Clan Akennaton itu telah menjebaknya di saat ia hilang arah.

Lord Caesar melempar anting pada Lady Caitlyn. "Penyidik menemukan sebelah antingmu di kamar mendiang anakku. Kau tidak bisa mengelak lagi, Caitlyn," katanya dengan sorot kecewa.

Lady Caitlyn mengambil anting tersebut. Kemudian mengingat bahwa di hari itu, ia tak mengenakan anting itu. Bahkan Lady Caitlyn menyimpannya dengan baik di dalam lemari dan sama sekali belum memakainya sejak Lord Caesar memberikan perhiasan mewah itu.

Lady Caitlyn menatap sang penyidik, langsung mengetahui bahwa Lord Erdman telah bersiasat dengan Lord Milson.

"Kau bohong, pria sialan! Aku bahkan tidak pernah memakai anting ini!" katanya marah.

Lord Caesar langsung menampar. "Cukup, Caitlyn!"

Lady Caitlyn memegang pipinya yang terasa perih. Namun, hatinya jauh lebih perih. "Kau harus percaya padaku, Lord Caesar. Aku tidak pernah memakai anting ini! Pria ini telah bersekongkol dengan Lord Milson untuk menjebakku!"

Lord Milson terkekeh kecil. "Memakai atau tidak pun, pembunuhnya tetap kau, Lady Caitlyn."

Lady Caitlyn menoleh dengan tangan gemetar. Dadanya bergemuruh dengan perasaan campur aduk. Dirinya benar-benar terpojok sekarang.

"Ya, aku membunuhnya, tapi kau yang telah menghasutku melakukan itu!" Lady Caitlyn akhirnya mengaku dengan suara bergetar.

"Dasar pembunuh!" Lady Grace semakin murka. Ia mencoba menyerang Lady Caitlyn, tetapi Lord Caesar menahannya.

Aula kembali didominasi kebisingan. Para pejabat merecoki Lady Caitlyn dengan umpatan kasar. Tanpa menunggu waktu lama, permintaan eksekusi segera diserukan.

Lord Milson tersenyum miring. Tentu tak ada yang percaya pada perkataan sang selir.

Lady Caitlyn terisak merasa riwayat hidupnya akan segera tamat. Gadis itu memohon pengampunan di bawah kaki Lord Caesar.

"Aku dibawah p-pengaruh Lord Milson. Dia menghasutku u-untuk membunuh pangeran. Percayalah padaku, Lord Caesar..." ujar Lady Caitlyn disela isak tangisnya.

Lord Caesar yang terlanjur kecewa menepis tangan gadis itu. Setelah kehilangan putranya, Lord Baron, kini ia kembali kehilangan putra untuk yang kedua kali. Terlebih pelaku utama dari kejadian tragis tersebut adalah orang yang begitu dia percaya selama ini. Hati Lord Caesar sungguh terluka.

Lady Caitlyn kembali meraih kakinya dan menumpahkan segala tangisnya di sana. Ia berdongak dengan sorot kejujuran. "Mereka berkomplot untuk menjebakku. Mereka berusaha mengadu-domba kita. Aku m-memang membunuhnya, tapi aku tidak sepenuhnya berpikir jernih s-saat itu, Lord. Dia menghasutku melakukan i-itu."

Melihat kesungguhan Lady Caitlyn menimbulkan secuil keraguan di hati Lord Caesar. Ia kemudian memandang sosok Lord Milson dengan sorot natanya yang begitu mengerikan.

"Apa yang kau lakukan, Lord. Segera eksekusi pembunuh itu!" hardik Lady Grace marah.

Lady Caitlyn menggeleng keras. Tangisannya begitu keras bak memecah langit Aneor.

Lord Caesar menggerakkan tangan. Lantai aula pun bergemuruh. Mereka semua menghindar kala lantai di tengah-tengah ruangan hancur hingga membentuk sebuah lubang raksasa. Tak lama kemudian keluarlah sebuah pohon dengan sinar yang begitu terang. Pohon The Last Vutomi, pohon kehidupan Clan Aneor.

Para diabolus Aneor langsung membungkuk begitu sang pilar kehidupan menunjukkan keindahan, tetapi tidak bagi Lady Caitlyn. Sebab ia tahu bahwa kematiannya akan segera tiba.

Di hadapan pohon Vutomi, Lady Caitlyn tak bisa lagi berbohong. Ranting-ranting pohon itu akan masuk ke dalam tubuh Lady Caitlyn kemudian menghancurkan organnya dari dalam sebagai hukuman mati.

"Biarkan Vutomi yang mengadili," kata Lord Caesar.

"Tidak!" Lady Caitlyn berteriak saat dua pengawal menyeretnya ke hadapan sang pohon kehidupan.

Lady Caitlyn kini berdiri di depan pohon Vutomi. Tubuhnya tak lagi bisa bergerak. Hanya suara tangisnya yang menggema. Lord Caesar memejamkan mata kala ranting-ranting pohon Vutomi mulai memanjang dan mendekati tubuh Lady Caitlyn.

Sementara sang pembawa kekacauan menyimak dengan senyum penuh kemenangan. Percikan api yang ia toreh di Clan Aneor kini telah menyebar dan berhasil membawa kehancuran.

Baru saja Lord Milson merayakan kemenangan, tetapi dibuat terkejut kala mendengar suara yang begitu familiar.

"Hentikan!"

Semua pasang mata langsung tertuju pada satu titik. Lady Bona. Lord Milson memandang Ratu Clan Akennaton itu saat masuk ke dalam aula lalu menghampiri deretan para penguasa.

Air mata Lady Caitlyn semakin deras. Lady Bona datang sebagai harapan dan pertolongan untuknya. Membuat sisa-sisa semangat akan kehidupan yang tadinya sirna, kini kembali memancarkan cahaya.

Lord Milson segera mendekati ratunya, takut apabila gadis itu terkena dampak dari situasi yang berbahaya ini. Namun, Lady Bona bergerak menjauh. Sorot kecewa Ratu Clan Akennaton itu telah menjawab semuanya.

Meski begitu, Lord Milson tetap berujar, "Bona, pulanglah."

Lady Bona tak mengindahkan. Tangannya tampak gemetaran mengetahui kekacauan besar yang telah dilakukan oleh Lord Milson.

"Lepaskan Lady Caitlyn, Lord Caesar. Dia tak bersalah," kata Ratu Clan Akennaton itu.

Ratu Clan Aneor lantas menyahut. "Apa kau bisa membuktikannya?" tanyanya berdesis.

Lady Bona diam sejenak. Ia sedikit menoleh pada Lord Milson. Situasinya kini serba salah. Lady Bona tak mungkin mengungkap kejahatan pendampingnya sendiri. Namun, hatinya yang tergerak oleh keadilan dan kebenaran berkata lain.

"Lady Caitlyn dibawah pengaruh seseorang, Lady Grace."

"Apa kau bisa membuktikannya?" tanya Lady Grace sekali lagi. Suaranya kali ini terdengar lebih tinggi.

Lord Caesar memandang Lady Bona, menyadari gelagat tubuhnya yang tampak ketakutan dan cemas. Tangan Ratu Clan Akennaton itu begitu gemetar. Sorot matanya pun memancarkan kekalutan.

"Ikuti kata hatimu, Lord Caesar," kata Lady Bona. Pun menyadari keraguan pria itu.

"Jika kau terlalu yakin, bagaimana kalau kau saja yang menggantikannya, Lady?" Lady Grace memandangnya dengan sorot penuh ancaman.

Lord Milson dan para pelayannya langsung bergerak waspada.

Dada Lady Bona mulai bergemuruh. Ia memandang Lady Caitlyn dengan wajahnya yang penuh akan bercak darah hitam. Gadis itu terisak dengan ranting-ranting berduri yang mengelilingi tubuhnya.

Sementara Lord Caesar diam saja akibat keraguan yang masih membelenggu di dalam kepala. Juga tak berbuat apa-apa kala Lady Bona mendekati Lady Caitlyn.

"Apa kejujuranku bisa menghilangkan kekacauan ini?" tanya Lady Bona dengan jatung berdebar. Matanya tampak berkaca-kaca menghadapi situasi berbahaya. Tanpa menyadari bila Lady Grace telah dikuasai oleh amarah yang berapi-api.

"Jangan sentuh dia, Bona!" Lord Milson menghardik. Raja Clan Akennaton itu tahu hukum Clan Aneor dan cara pohon Vutomi bekerja. Siapapun yang berusaha menghentikan eksekusi dan menyentuh tubuh sang tersangka, maka dialah yang akan menggantikan hukuman mati tersebut.

Lady Grace yang murka lantas berlari dan secepat kilat mendorong tubuh Lady Bona. Maksud hati ingin memukul, Ratu Clan Aneor itu malah tak sengaja membuat Lady Bona terjatuh hingga mengenai tubuh Lady Caitlyn.

Seisi aula terkejut. Bersitegang antar Akennaton dan Aneor pun dimulai. Hukuman mati kini beralih pada Lady Bona.

"Lady Bona!" Lady Caitlyn terjatuh.

Lady Bona panik kala ranting-ranting berduri mulai mengelilingi tubuhnya. Ratu Clan Akennaton itu tak bisa bergerak.

Lord Victor menyeringai lalu memasang siaga untuk menyerang. Pengawal-pengawal Aneor melindungi raja dan ratu mereka.

Para pejabat Aneor bekerja sama untuk menghalangi Lord Milson yang berusaha menghancurkan sang pohon kehidupan.

Lord Milson berteriak penuh amarah. Perkelahian pun pecah. Ketika Lord Milson mulai melayangkan pukulan, Lord Victor langsung ikut menyerang.

"Bona!"

Situasi semakin memanas dan tak terkendali. Zinki, Isaak dan Joanne menghabisi satu per satu penghalang. Sementara Lord Victor mematahkan leher sang lawan dengan senyuman lebar.

Lord Milson panik saat ranting-ranting Pohon Vutomi mulai melilit tubuh Lady Bona.
Tanah bergemuruh ketika Raja Clan Akennaton itu menggeram murka. Ia mengeluarkan semburan api menuju sang pohon kehidupan.

Namun, situasi mencengangkan terjadi. Ranting-ranting Pohon Vutomi terlepas dari tubuh Lady Bona, tetapi bukan oleh api milik Lord Milson, melainkan oleh es.

Seketika kekacauan padam. Semua pasang mata tertuju pada satu sosok di depan pintu masuk aula.

Dia Lord Gavriel.







TBC

Halo, guys! Aku balik lagi yuhuuu

Mohon maaf lahir batin yaaa

7000an word, gilasih kalo kalian ga excited:p

kenapa ya wattpad agak berubah, contohnya aku gabisa nambahin mulmed. jadi, agak gak sreg kalo nulis. aku kan seneng nambahin gif-gif gitu di mulmed biar ada gambaran pas kalian baca, tapi ini pas ke up ga muncul samsek. apa versi wattpadku aja yang kureng kali ya wkwk

but, semoga kalian suka chapter ini💓

deg deg ser ya next chapter papi milson ketemu sama aki gavriel, berantem gak tuh:p

yang suka cerita bertema sekolah penyihir boleh mampir ke ceritaku yang lain ya, judulnya mirror witch

see you di chapter seru lainnya

cipika-cipiki online, dilla.

Continue Reading

You'll Also Like

276K 23.7K 22
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
357K 926 8
konten dewasa 🔞🔞🔞
692K 43.7K 31
Kanara menyadari dirinya memasuki dunia novel dan lebih parahnya lagi Kanara berperan sebagai selingkuhan teman protagonis pria yang berujung di camp...
643K 53.3K 56
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...