Black Mission

By ayraa1205

2.9K 310 43

"Harus gue yang terima misi ini? Menyamar sebagai siswa SMA demi nemuin pelaku? Gila lo?!" -------- Dean Sank... More

Prolog
01. Berita persidangan
02. Bayangan trauma
03. Kabar si mantan jaksa
04. Rencana di sekolah
05. Tragedi tak terduga
06. Kesaksian yang membingungkan
C A S T
07. Ketemu!
08. Kabar dari Jhia
09. Penyelidikan
10. Interogasi
11. Rencana Essa
12. Hasil pemeriksaan
13. Kecurigaan terhadap Rena
14. Usaha pembuktian
15. Bayang perasaan bersalah
16. Nona Zee? Paramedis?
17. Kekhawatiran ayah
18. Hasil untuk Rena
19. Pengajuan diri
20. Karena trauma?
21. Tagihan janji
22. Pesan ancaman
23. Midnight rush
24. Perihal sepatu
25. Cerita dari Nara
26. Cuti menjelang persidangan
27. Petunjuk baru
28. Berbeda
29. Hari mendebarkan
30. Pesan yang mengkhawatirkan
31. Kabar serius
33. Pencarian
34. Terungkap sudah
35. Data pasien
36. Kesulitan
37. Ketahuan
38. Luka terpendam
39. Deep talk at night
40. Secercah petunjuk
41. Rasa tenang

32. Penjelasan singkat

36 5 0
By ayraa1205

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja.

Komentarnya dikeluarkan euyyy!

°°°°°°°°°°°°









"Tunggu, maksudnya gimana?"

Baru saja Revian hendak membuka mulut untuk menjelaskan, Dean menyela dengan cepat. Perkataan Revian yang mengatakan bahwa Nabel adalah dalangnya terdengar cukup ambigu untuk ditarik sebagai sebuah kesimpulan.

"Gue cuma berpendapat kalau-"

"Jahat bener lo, bang. Gue curiga sama si Nabel tapi nggak sampe nuduh dia sebagai dalang." Dean menggelengkan kepalanya.

"Iya, gue tau. Tapi mengenai-"

"Sidik jari yang ada di flashdisk? Emang kejadiannya gimana? Kenapa dia cocok dicurigai sebagai dalangnya?"

"Makanya lo diem dulu, anjing!" Revian menyolot kesal. Tentu saja karena sedari tadi ucapannya yang terus dihentikan oleh pemuda itu.

Lain halnya dengan Garel dan Essa, kedua insan itu terbahak tak karuan. Apalagi melihat wajah Dean yang hanya menyengir tatkala melihat Revian yang mulai tersulut emosi.

"Lagian mulut lo lancar banget buat ngomong, bang Revi dari tadi belum sempat jelasin." Jhia tersenyum tipis. Matanya sibuk memandangi layar ponselnya.

"Gak mood gue. Lo aja yang jelasin, Sa." Revian menyandarkan tubuhnya di atas sofa empuk itu. Menghela napas pelan dengan matanya yang terpejam.

"Dih, ngambek lo? Bang, udah tua ingat umur. Nggak mungkin gue bujuk pake es krim, 'kan?" Dean menahan senyumannya ketika Revian menegakkan tubuh.

Sebuah lemparan buku diarahkan kepada Dean. Bukannya marah, lelaki itu malah tertawa pelan. Ternyata menjahili pria itu cukup membuatnya terhibur.

"Bego lo! Anak siapa, sih?"

"Anaknya pak Haga. Belum kenalan, ya?"

Garel bertepuk tangan. "Lanjut! Baru kali ini bang Revi dibuat emosi, cuy! Kenapa nih? Mbak Zee cuekin lo, bang?"

"Lo kenapa jadi ikut-ikutan, njir?!" Revian menoyor kepala Garel. Tidak terlalu kuat, tapi cukup membuat kepalanya sedikit terhuyung ke samping.

Jhia yang sedari tadi diam pun bereaksi. Wajahnya sumringah menatap ke arah Revian yang sedang dikelilingi oleh para bocah kematian seperti mereka.

"Lah? Serius? Masih berlanjut sampe sekarang ternyata? Kapan sebar undangan, bang?"

"Goblok! Ya Allah! Salah apa sih gue hari ini? Sampe harus ngehadapin lo semua?!" Pria itu menutup wajahnya dengan kertas-kertas yang berserakan di atas meja.

Baiklah, sudahi candaannya. Mereka juga cukup was-was jika nantinya Revian akan marah dengan serius. Sekarang, balik ke inti permasalahan yang sebelumnya hendak dijelaskan.

"Jadi, gue harus jelasin dari mana biar lo paham, Dean?" Essa memiringkan kepalanya. Dean berpikir sejenak dengan wajah heran.

"Terserah lo aja, gue bakal coba pahami apa yang terjadi nanti." Dean tersenyum tipis yang dibalas oleh anggukan Essa.

"Tunggu, lo berdua udah baikan?"

Pertanyaan Garel mendadak membuat suasana seketika hening. Revian yang tadinya bersandar kini menegakkan punggungnya sembari meletakkan kembali kertas-kertas itu di atas meja. Jhia beralih menatap Dean dan Essa bergantian.

"Emang kenapa? Ada masalah rumah tangga lo berdua? Kok gue nggak tau?" Revian menatap mereka dengan penuh tekanan intimidasi.

Dean melirik ke arah Essa. Gadis itu telah melemparkan tatapan nyalang tanda ia tidak suka akan hal ini. Essa jengah, masalah ini hanya hal sepele dan telah diselesaikan oleh mereka berdua. Namun, kenapa yang lain harus sampai tahu?

"Bukan apa-apa, bang. Lanjut penjelasan, Sa."

"Wait! Gue berhak tau. Lo berdua berantem? Karena apa?" Revian melipat tangannya di atas dada dan wajah tengil yang ia tampakkan membuat Essa memutar bola matanya.

"Monyet lo, bang! Kepo amat sama urusan orang. Mending lo urusin tuh bu Nara. Kemaren dia digangguin mulu sama pak Andri waktu lo izin cuti ke sekolah. Gue aja yang ngeliatnya risih dah."

"Pak Andri? Guru yang berkacamata terus badannya berisi itu bukan? Memang dia ngapain?" Revian mengernyitkan kedua alisnya bingung.

Essa mengedikkan kedua bahunya. "Mana gue tahu. Kali aja dia mau kenal bu Nara secara lebih dekat, terus nanti ngelamar dan berakhir di pelaminan dan-"

"Serius, anjir!"

Essa meringis pelan tatkala kepalanya ditimpluk dengan kumpulan kertas yang digulung oleh pria itu. Gadis itu memanyunkan bibirnya dan menatap Revian dengan pandangan kesal.

"Gue nggak tau, bang! Bangke lo emang! Cari tau sendiri lah, mau bayar berapa lo buat gue?"

Dean mendengus kesal. Ia mengacak rambutnya karena frustasi melihat tingkah teman-temannya itu. "Sampe kapan gue nunggu buat dapat penjelasan doang, woy?!"

Jhia menggelengkan kepalanya. "Gue mau ke supermarket dulu, ada yang mau nitip nggak? Temen gue bilang lagi ada beberapa produk makanan yang promo di sana."

Revian mengangguk. "Samain aja biar nggak ribet."

"Gue ikutan bareng lo, Jhi. Sekalian cari angin. Stres juga gue kelamaan di sini apalagi bareng sama para manusia emosian begini." Garel bangkit dari duduknya dan segera mengambil kunci motor yang berada dalam genggaman Jhia.

"Ke supermarket nggak nyampe 15 menit, Gar." Jhia berkata pelan. Tapi tetap saja ia mengikuti langkah pemuda itu yang sudah lebih dulu berjalan keluar.

Nada dering dari handphone Revian berbunyi nyaring. Pria itu menjauh dan berisyarat dengan tangannya bahwa ia izin untuk menjawabnya sebentar.

Kini tersisa Essa dan Dean saja yang masih berada di tempat semula. Setidaknya, hal itu lebih baik daripada keadaan ricuh saat masih ramai-ramai tadi.

Pria itu segera menatap Essa yang menunjukkan bahwa ia menuntut penjelasan secepatnya dari gadis itu. Suasana tegang yang sebelumnya ia dapatkan seketika berubah menjadi bahan candaan dari mereka semua tadi.

"Pelakunya memang Ares, Dean. Tapi dia nggak dihukum dengan alasan gangguan jiwa yang ia alami sementara ini. Lo pasti kaget dengar kabar ini, 'kan?"

Pemuda itu mengernyitkan kedua alisnya. "Kok bisa?"

Essa menghembuskan napas. Ia menggigit bibir bawahnya karena hal ini memang cukup menguras tenaga dan pikiran untuk orang-orang yang tidak berpengalaman sepertinya.

"Sampe sekarang, Awan masih belum ada kabar. Terus Ares, nggak tau kenapa tiba-tiba dia jadi kayak gitu. Matanya penuh sorot ketakutan. Apalagi waktu bu Nara yang nanya. Waktu kami sebutin nama Nabel, dia makin histeris nggak jelas. Sampe sekarang sebenarnya masih jadi pertanyaan."

"Kok bisa sekacau itu? Terus, dengan alasan yang masih berantakan ini, Rena bisa dibebaskan dengan segitu gampangnya?" Dean menggaruk pelipisnya pelan.

Essa menggeleng. "Tadi bang Revi cerita kalau dia sama Garel berusaha untuk mencari alasan lain apapun itu yang berkaitan dengan insiden supaya Rena bisa dibebaskan dengan mudah. Urusan Nabel, jujur sampe sekarang masih jadi tanda tanya yang besar."

Essa bangkit dari duduknya dan mengambil posisi untuk berhadapan dengan Dean. Matanya menatap dalam manik hitam pemuda itu dengan wajah yang cukup serius.

"Dean, orang yang sempat neror lo kemaren itu punya koneksi dengan Nabel, persis kayak yang dibilang Jhia tadi. Lo harus hati-hati. Turuti ucapan mereka. Mulai besok, biar gue sendirian aja yang pergi dan lo nggak perlu ikutan."

"Lo kira gue bakal tenang?" Dean mengusap wajahnya cepat. "Gue yakin kalau orang jahat itu bukan cuma ngincar gue, Sa. Gue nggak mau lo kenapa-napa nanti."

Essa tersenyum tipis. Ia menghela napas pelan dengan wajah yang terlihat tenang. "Mungkin gue bakal luka doang. Kalau enggak, ya nyawa gue taruhannya, mati."

"Anessa!!"

Sejenak gadis itu terkesiap. Sentakan kasar Dean membuatnya membisu seketika. Pemuda itu terlihat mengeratkan kepalan tangannya. Padahal ia hanya melontarkan candaan saja tadi.

"Jangan pernah ngucapin kata-kata sampah nggak berguna kayak gitu."

Essa menunduk dalam. Ia menautkan jari-jemarinya. Menggigit bibir bawahnya dengan perasaan yang seketika berubah cemas. Jujur, ia takut jika Dean mode garang seperti ini.

"Maaf, gue nggak bermaksud buat lo marah. Tapi lo harus nurut ucapan bang Revi tadi. Bukan cuma lo yang dijadikan sasaran, tapi ayah lo juga. Kalau lo baik-baik aja, gue bakal minta bantuan lo setiap saat nantinya. Jadi yang pertama, lo harus jaga diri lo sendiri, keluarga lo, baru gue dan orang lainnya yang lo sayang."

Essa tersenyum. Namun, senyuman itu malah membuat Dean semakin gelisah. Pikirannya terlalu kacau saat ini. Masih banyak rahasia yang tersimpan. Dean tahu itu, tapi dia tidak bisa memaksa mereka untuk membeberkan segalanya. Semua itu perlu waktu.

"Janji bakal baik-baik aja sampai kapan pun ya, Sa?"

°°°°°°°°°°°°



Aduh, aku mulai greget sama ceritanya. Yang baca jangan lupa vote yaw..

Kalau ada yang mau ditanya silahkan aja tinggalkan di kolom komentar

See you again❣️
My instagram : hanie_ayrana10










Continue Reading

You'll Also Like

106K 11.9K 39
[ On going ] "Kalian diperbolehkan untuk membunuh satu sama lain." "Saat di akhir, satu orang dari kalian akan menjadi MVP." • • • Bukankah sekolah t...
25.4K 1.6K 19
seorang pria yang selalu di tuntut menjadi sempurna oleh ayahnya sehingga membuatnya sebagai alat untuk melindungi keluarga saja sehingga ayahnya men...
28.8K 3.5K 40
[ BL!, bahasa!, rioncaine!AU, tnf!AU, tokyoverse!AU, on-going! ] Seorang perusuh dan seorang penolong seharusnya berbeda seperti api dan air. Tetapi...
67.4K 5.1K 22
patah hati? yah itu yang di alami seorang Prienss,pria yang baru saja melihat sang kekasih bersama pria lain yg sedang bercumbu di kafe. akibat patah...