Black Mission

By ayraa1205

2.6K 300 42

"Harus gue yang terima misi ini? Menyamar sebagai siswa SMA demi nemuin pelaku? Gila lo?!" -------- Dean Sank... More

Prolog
01. Berita persidangan
02. Bayangan trauma
03. Kabar si mantan jaksa
04. Rencana di sekolah
05. Tragedi tak terduga
06. Kesaksian yang membingungkan
C A S T
07. Ketemu!
08. Kabar dari Jhia
09. Penyelidikan
10. Interogasi
11. Rencana Essa
12. Hasil pemeriksaan
13. Kecurigaan terhadap Rena
14. Usaha pembuktian
15. Bayang perasaan bersalah
16. Nona Zee? Paramedis?
17. Kekhawatiran ayah
18. Hasil untuk Rena
19. Pengajuan diri
20. Karena trauma?
21. Tagihan janji
22. Pesan ancaman
23. Midnight rush
24. Perihal sepatu
25. Cerita dari Nara
26. Cuti menjelang persidangan
27. Petunjuk baru
28. Berbeda
29. Hari mendebarkan
30. Pesan yang mengkhawatirkan
32. Penjelasan singkat
33. Pencarian
34. Terungkap sudah
35. Data pasien
36. Kesulitan
37. Ketahuan
38. Luka terpendam
39. Deep talk at night
40. Secercah petunjuk
41. Rasa tenang

31. Kabar serius

29 6 0
By ayraa1205

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, alur dan kejadian maka itu terjadi tanpa disengaja.

Semoga menikmati isi cerita.

°°°°°°°°°°°







"Bukan gue, tapi karena Essa."

Rena terperangah. Ia mengerjapkan mata beberapa kali karena sedikit tidak memahami ucapan Dean barusan. Ia menelan ludahnya kasar. Melepas genggamannya dan menggaruk pelipisnya pelan.

"Maksud lo?"

Dean tersenyum. Seketika pandangannya beralih kepada Essa yang sedari tadi berdiri di kejauhan menatap mereka. Rena pun melemparkan pandangannya kepada teman sekelasnya itu. Terlihat gadis bermata bulat itu seketika kaget ketika Dean dan Rena menatap ke arahnya secara bersamaan.

"Semua terima kasih lo itu seharusnya ditujukan untuk Essa, bukan gue."

Rena melebarkan senyumannya. Ia perlahan mendekati Essa yang hanya diam tak berkutik sedari tadi. Gadis berambut panjang itu bahkan merasa heran karena Rena yang tiba-tiba menghampirinya.

Essa bisa melihat binar mata Rena yang menyiratkan kebahagiaan di sana. Tak dapat dipungkiri kalau ia pun merasa senang melihat gadis itu akhirnya bisa kembali bersekolah setelah masalah yang menimpa.

Rena segera memeluk gadis berambut panjang itu. Mata Essa membulat kaget saat ia rasakan usapan lembut nan hangat yang Rena berikan pada punggungnya. Perlahan Essa membalas pelukan penuh haru tersebut.

"Sa, makasih banyak ya? Lo udah bantuin gue. Maaf kalau selama ini gue selalu bersikap acuh, makasih banyak. Lo adalah orang yang berniat bantuin gue di saat yang lain ninggalin gue. Lo juga masih bisa berprasangka baik ke gue padahal sikap gue menyebalkan. Lo juga-"

Ucapan Rena tertahan oleh isak tangis yang ia pendam. Pundak Essa dirasa sedikit basah, itu pasti karena air mata Rena yang meluruh di sana. Essa tersenyum tipis, ia mengeratkan pelukan tersebut.

"Jangan ngomong, nangis aja dulu."

Tak ada kata yang terucap setelahnya, bisa didengar juga isak pelan yang keluar dari mulut Rena.

Pelukan itu membuat mata Essa bertemu dengan kedua iris gelap Dean. Tak ada yang ditunjukkan, mereka sama-sama terdiam oleh situasi ini.

Rena melonggarkan pelukannya. Ia menghapus jejak air mata yang tersisa di wajahnya. Tersenyum dengan penuh haru. Essa bahkan sampai terdiam sejenak melihat Rena yang kini lebih berekspresi daripada sebelumnya.

"Udah lebih baik?"

Rena menghela napas. "Baru kali ini gue jumpa sama orang kayak lo dan Dean, Sa. Kenapa lo masih peduli sementara kita sebelumnya aja nggak pernah dekat? Gue merasa berhutang budi dengan lo."

Essa tersenyum. "Nggak perlu, lo bisa kembali sekolah aja udah buat gue senang."

Rena menggeleng cepat. "Kasih tau gue, apa yang harus gue lakuin buat balas semua ini? Tolong, Sa. Gue merasa bersalah kalau nggak ngelakuin apa-apa."

Essa terdiam sejenak. Melihat wajah Rena yang menatapnya cemas dan penuh harap. Apa yang Dean ucapkan mungkin memang benar adanya. Gadis ini juga membutuhkan sebuah dukungan dari orang lain.

"Oke, kalau lo memang mau balas semua bantuan ini. Lo harus mau temenan sama gue. Perbanyak senyum, dan harus ceria ke depannya. Bisa, kan?"

Rena terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya. Mata gadis itu memerah menahan air yang hendak keluar dari kelopak indah itu. Kembali ia memeluk Essa dengan erat. Ada rasa bahagia yang bahkan tak dapat lagi diungkapkan dengan kata-kata.

"Gue nggak tau mau ngomong apa, makasih sebanyak-banyaknya, Sa."




°°°°°°°°°°°°°°







Hari yang terik membuat Dean menyipitkan kedua matanya. Dilihatnya Essa yang berada tak jauh darinya itu hendak memakai helm. Mereka akan menuju ke tempat yang sama karena sebelumnya telah diberitahu oleh Garel untuk berkumpul di markas.

"Essa, gue mau ngomong sebentar."

Essa hanya melirik sekilas kepada Dean yang menghampirinya. Ia segera merapikan rambut untuk bersiap memakai helmnya.

"Yaudah, ngomong aja."

Dean mendengus kesal. Ia segera menahan tangan Essa yang bersiap untuk memakaikan helm tersebut ke kepalanya. Hal itu membuat atensi Essa beralih sepenuhnya kepada Dean.

"Kenapa sih? Kan gue bilang tadi ngomong aja!" Sentak Essa sedikit emosi.

"Lo kira sopan begitu? Tata krama lo di mana?"

Suara Dean yang tegas dan datar membuat Essa sedikit menciut. Gadis itu menghela napas pelan. Ia memalingkan pandangan ke arah lain sembari menelan ludahnya kasar.

"Maaf, lo mau ngomong apa?"

Dean tersenyum tipis mendengar suara Essa yang merendah.

"Sa, gue tau nggak seharusnya gue menyudutkan lo kemarin. Gue salah, gue mau minta maaf sama lo. Gue tau, lo pasti sakit hati dengar ucapan gue. Gue minta maaf, Sa. Tolong jangan musuhin gue kayak begini, kita udah lama temenan. Gue nggak mau kalau kita jauhan cuma karena hal itu. Maaf, ya?"

Essa meneguk ludahnya. Napasnya sedikit tak beraturan. Ucapan lembut Dean membuatnya seketika tak dapat berkutik. Alhasil, ia mengangguk cepat sebagai jawaban.

"Iya." Essa menjawab cepat.

"Jawaban lo iya doang?"

Gadis itu mengernyitkan kedua alisnya. "Terus lo mau apa?"

"Nggak ada jawaban yang lebih panjang, gitu? Gue udah pengakuan kesalahan loh. Seharusnya lo puji gue karena ucapan gue barusan."

Essa mendengus pelan. "Sinting! Buruan, kita udah ditungguin!"

Essa segera memakai helmnya. Sementara Dean, ia tertawa kecil. Ia lebih menyukai sikap Essa yang cerewet seperti itu dibandingkan harus diam sepanjang hari yang akan membuatnya bingung untuk melakukan apapun.




°°°°°°°°°°°°







"Lo masih sering datang ke rumah Nabel buat ngajar les?"

Pertanyaan Revian barusan membuat Essa mengangguk. Ia bahkan rutin mendatangi gadis itu sebanyak tiga kali dalam sepekan untuk mengajarinya beberapa pelajaran yang cukup rumit.

"Iya, kenapa?"

"Lo juga ikutan, Dean?" Revian kini beralih kepada pemuda yang sedang santai menyandarkan tubuhnya di dinding seraya meluruskan kedua kaki.

"Iya, bang. Gabut aja gue, jadi mending ikutan sama Essa. Lagian, Nabel juga nggak keberatan kok." Dean menyengir.

Revian menggelengkan kepalanya. "Mulai besok dan seterusnya, biar Essa aja sendiri yang datang ke sana. Lo nggak perlu ikutan. Bisa, kan?"

"Loh? Emang kenapa?" Pemuda itu seketika menegakkan tubuhnya. Menatap satu persatu ke arah semua orang yang ada di sana termasuk Essa. Gadis itu menggeleng tanda ia juga tidak mengetahui apapun.

"Gue takut kalau nantinya ada suatu hal yang bakal membahayakan lo, Dean."

Ucapan Garel barusan membuat Dean heran tak terkira. Apa maksudnya?

"Kalau memang bakal ada yang membahayakan nantinya, itu berarti harusnya Essa yang dilarang, bukan gue. Essa lebih butuh perlindungan, gue juga nggak bakal ngebiarin dia kenapa-kenapa."

Revian menghela napas. "Lo bisa nurut aja nggak sih, Dean? Kalau hal berbahaya itu cuma nyerang lo aja, itu nggak masalah. Tapi yang kita cemaskan saat ini adalah ayah lo! Kalau ayah lo yang dijadikan sasaran di saat lo lengah, lo yakin bakal baik-baik aja?"

Dean terpaku. Matanya membulat tak percaya. Kenapa tiba-tiba ayahnya ikut diseret dalam hal ini? Baru saja tadi pagi ia berdamai dengan sang ayah walau belum sepenuhnya berbaikan. Tapi yang barusan didengarnya, hal itu kembali mengguncangkan pikiran.

"Kenapa? Kenapa ayah gue disangkut pautkan dalam hal ini? Ada yang kalian sembunyikan?"

Jhia tersenyum tipis. "Dean, nomor yang selama ini ngancam lo terus-terusan itu berada di sekitar kita. Terus, gue juga sempat mendapatkan adanya koneksi terhadap gadis yang lumayan dikenal bang Revi, dan itu adalah Nabel. Kita cuma berharap yang terbaik buat lo, Dean."

Dean terperangah. Ia paham betul maksud dari penjelasan temannya itu. Pemuda itu menyugar rambutnya ke belakang. Ia tampak frustasi sendiri.

"Banyak kecurigaan yang gue lemparkan ke Nabel. Tolong jelaskan keadaan sebenarnya tentang insiden yang terjadi terhadap Rena. Apa kesaksian yang Nabel ajukan? Terus, apa hukuman yang diterima pelaku dan siapa orangnya?"

Revian terdiam sejenak mendengar daftar pertanyaan yang diucapkan Dean. Ia menoleh ke arah Garel sekilas sebelum kembali menatap netra hitam milik Dean yang penuh oleh rasa penasaran.

"Jawab, bang. Gue butuh penjelasan. Terus, gimana kelanjutan dari sidik jari yang ada di flashdisk yang sempat hilang kemarin?"

"Dean, Nabel bukan pelakunya. Tapi..."

Revian menghentikan ucapannya sejenak. Ia menggigit bibir bawahnya dengan rasa cemas yang tampak dari wajahnya. Ia menghela napas. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya hingga ia cukup kewalahan saat ini.

"Ngomong aja, kenapa diputus?" Dean semakin dibuat penasaran.

"Dia dalangnya. Mungkin?"

°°°°°°°°°°°°°°°





Haloo! Maaf baru update lagi
Jangan lupa vote yaa. Yang nggak ngevote jahat banget sih😣

Keluarkan semua komentar random kalian ya guys, biar nambah semangat buat aku

Jumpa lagi di chapter selanjutnya❣️
My instagram : @hanie_ayrana10












Continue Reading

You'll Also Like

8.3K 690 22
TENTANG SEORANG MATA MATA YANG TERCIDUK DENGAN TARGETNYA SENDIRI APAKAH SANG MAFIA AKAN MENEMBAK SANG MATA MATA ATAU ADA OPSI LAINNYA??? WARNINGS🚨 ...
231K 8.4K 69
Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari, ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Yaitu ayah nya beliau me...
70.9K 6.2K 18
"Semakin banyak hartamu, semakin dekat juga ajalmu." Disclaimer!! Banyak adegan kekerasan dan ucapan kotor, tolong lebih bijak menanggapi. Ini hanya...
5.7K 599 22
menceritakan seseorang yg bernama reivan gieora adell. sebut saja adel adel seorang yg bisa di bilang cukup nakal karena dia pernah memukuli guru di...