How to kiss?

By MrsWulandari

692K 20.4K 1.4K

Bagaimana rasanya diminta menjadi partner berlatih ciuman? Aviona Elardi pikir, teman sekamarnya yang 27 tahu... More

1. πŸ’‹ A Tips πŸ’‹
2. πŸ’‹ Essence πŸ’‹
3. πŸ’‹ Kind of kiss πŸ’‹
4. πŸ’‹ Problem Solved πŸ’‹
5. πŸ’‹ Attention πŸ’‹
6. πŸ’‹ Happy Lunch πŸ’‹
7. πŸ’‹ Red Lipstick πŸ’‹
8. πŸ’‹ Someone you love πŸ’‹
9. πŸ’‹ Too hard to handle πŸ’‹
10. πŸ’‹ Pretending all it's fine πŸ’‹
11. πŸ’‹ Arque πŸ’‹
12. πŸ’‹ Confession πŸ’‹
13. πŸ’‹ waiting for answerπŸ’‹
14. πŸ’‹ Morning Kiss πŸ’‹
15. πŸ’‹ Upset πŸ’‹
16. πŸ’‹ Emotional Damage πŸ’‹
18. πŸ’‹ Finally Found πŸ’‹
19. πŸ’‹ Kiss and Make Up πŸ’‹
20. πŸ’‹ Green Light πŸ’‹
21. πŸ’‹ Uwu Moment πŸ’‹
22. πŸ’‹ Lovely Camping πŸ’‹
23. πŸ’‹ Sunrise Kiss πŸ’‹
24. πŸ’‹ Make Out πŸ’‹
25. πŸ’‹ The Feels πŸ’‹
26. πŸ’‹ Red Dress Effect πŸ’‹
27. πŸ’‹ Never Meant πŸ’‹
28. πŸ’‹ If you know, You know πŸ’‹
29. πŸ’‹ Fun Moment πŸ’‹
30. πŸ’‹ Reckless πŸ’‹
31. πŸ’‹ Was it over? πŸ’‹
32. πŸ’‹ Flashback On-Off πŸ’‹
33. πŸ’‹ Just let it go πŸ’‹
34. πŸ’‹ Good Decision πŸ’‹
35 πŸ’‹ Unexpected Meeting πŸ’‹
36. πŸ’‹ The Best Gift πŸ’‹
37. πŸ’‹ Kiss in Fitting Room πŸ’‹
38. πŸ’‹ Wedding plan πŸ’‹
39. πŸ’‹ Girls Night Out πŸ’‹
40. πŸ’‹ Amazing Wedding πŸ’‹
41. πŸ’‹ Epilog πŸ’‹
INGPO
Ingpo

17. πŸ’‹ Home Sweet Home πŸ’‹

13.9K 506 32
By MrsWulandari

Dua hari setelah komunikasi terakhir dengan saudara Viona, pria itu memutuskan untuk mendatangi tempat kos tersebut dan bermaksud untuk menemui wanita yang dia cari. Dia tidak akan bertele-tele, dia hanya ingin meminta maaf sebab sudah membuat wanita itu tidak nyaman setelah dia mengungkapkan perasaan yang seharusnya tidak diketahui.

Semuanya akan baik-baik saja seandainya Rean tetap mencintai wanita itu dalam diam, dan tidak mengikuti egonya untuk melakukan pengakuan. Jika tahu wanita itu akan meninggalkannya, lebih baik seumur hidup dia memendam perasaan itu.

Terlebih alasan wanita itu tidak siap menjalin hubungan dengannya karena kesenjangan karir mereka yang tidak sepadan. Padahal Rean tidak peduli akan hal yang Viona khawatirkan. Dia mencintai Viona dengan seluruh versi terbaik milik wanita itu, Rean bangga atas segala usaha yang wanita itu lalui.

Dia tidak peduli jika Viona tidak memiliki apa-apa. Baginya, hidup bersama wanita itu sudah menjadi bagian dari kebahagiaannya.

Rean mengepalkan kedua tangan menjadi satu dan berdoa dalam hati agar kali ini saja Tuhan memberinya kesempatan untuk mempertemukan mereka kembali. Setelah itu, jika Viona memang merasa bersanding dengannya adalah beban, Rean akan berhenti meski tahu betul itu menyakiti hatinya.

Nama wanita itu yang selalu terselip dalam doanya di setiap malam, berjauhan dengannya membuat hati Rean gundah dan tidak tenang. Tapi perlu digarisbawahi, menjadi dewasa adalah tentang sanggup menerima segala konsekuensi dalam hidup ini, termasuk kehilangan wanita itu. Meski berat, Rean akan berusaha ikhlas dan tabah atas semua yang terjadi.

Namun jika masih bisa diusahakan, dia akan sangat bahagia dan tidak akan pernah menyembunyikan perasaannya lagi. Dia akan mencintai wanita itu sampai maut memisahkan mereka.

Sepulang kantor, Rean segera bergegas untuk menuju tempat kos itu. Siang tadi dia mengirim pesan kepada Yuji untuk melakukan share location agar dia bisa sampai sesuai titik.

Menyiapkan mental dalam diri, mobilnya melaju menuju daerah di belahan lain ibukota.

30 menit bersabar menghadapi macet yang setiap hari tidak bisa dia hindari, pada akhirnya Rean sampai di depan gedung kos sesuai titik di mana lokasi itu dikirimkan.

Rean menilik dari dalam mobil menatap gedung tiga lantai yang memiliki gerbang besar berwarna hitam itu, lokasi sekitar sedikit sepi sebab hujan habis melanda wilayah itu dan seluruh tempat menjadi basah.

Tak lama menunggu, seorang wanita berpotongan seperti Dora dan memakai kacamata retro keluar setelah menggeser gerbang. Dia memerhatikan layar ponselnya lalu celingukan dan mendapati mobil SUV hitam terparkir tidak jauh dari posisinya saat ini.

Setelah yakin bahwa benar Yuji yang keluar dari gedung kos, barulah Rean melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil untuk menemui wanita itu.

"Yuji?" tebak Rean saat wanita itu mengalihkan pandangannya dari ponsel, menyadari suara yang memanggilnya sama persis seperti saat di panggilan telepon dua hari lalu, Yuji segera mendongak dan bertemu tatap dengan pria itu.

Yuji termangu tidak percaya saat pertama kali menjumpai Rean, pria itu tinggi jangkung, pakaiannya rapi dan wangi maskulin menguar saat dia berjalan mendekatinya.

Fitur wajahnya sangat tidak nyata, hidungnya mancung sekali dan potongan rambutnya sangat pas untuk wajahnya yang super tampan seperti blasteran surga.

Yuji tidak habis pikir kenapa Viona harus kabur-kaburan ketika ada makhluk tampan tanpa cela yang menyukainya. Wanita itu benar-benar idiot dan tidak tahu terima kasih kepada Tuhan yang sudah menciptakan makhluk sesempurna Reandra Abimanyu.

"Astaga," desah Yuji pelan yang terus memandangi Rean. Pria itu berjarak dua langkah darinya dan menyapa dengan sangat sopan, senyumnya manis sekali seperti kembang gula.

"Halo, guebtemennya Viona," ucap Rean seraya mengulurkan tangan. Yuji tersenyum tipis lalu menyambut jabatan tangan tersebut. Bahkan telapak tangannya sangat halus, dan lihat pergelangan tangan pria itu... begitu putih seperti susu.

"Hai, Rean ya?" tebak Yuji lalu tersenyum. "You look good in person," puji Yuji jujur. Dia tidak menyangka jika versi nyata bentukan pria itu jauh lebih mengagumkan.

Sinting lo Viona cowok blasteran surga gini ditolak, batin Yuji menjerit geregetan sendiri. Selama ini Yuji hanya tahu Rean dari foto yang tersimpan di galeri ponsel Viona saja, wanita itu pernah menunjukkannya dan tidak menyangka jika secara nyata pria itu nampak seperti tokoh anime yang keluar ke dunia nyata.

"Iya, Viona di sini?" tanya Rean basa basi, pria itu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dengan kikuk lalu mendongak menatap ke atas berharap Viona tahu jika pria itu datang ingin menemuinya.

"Dia pergi ke Bandung."

"Apa?" Kedua bola mata Rean reflek membulat sempurna dan wajah terkejut itu tidak bisa dia sembunyikan. "Kapan? Kok bisa?"

"Dia ngambek karena gue marahin dia. Begini..." Yuji merapikan letak kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya, lalu menjelaskan segalanya yang terjadi beberapa hari lalu.

"Bukan gue nggak mau nampung dia ya, tapi... jujur gue kesel banget sama Viona yang bersikap pengecut saat ada masalah."

Rean mengangguk mengerti dan terus mendengarkan sepupu Viona itu menjelaskan.

"Dia bingung harus apa padahal kalau komunikasi kalian baik, dia nggak perlu lari dan kabur kayak orang abis maling celana dalem. Iya nggak sih? Gue cuma nyuruh dia untuk nemuin lo dan jelasin kenapa dia pergi tanpa pamit. Buat gue itu sangat nggak sopan." Yuji menjelaskan semuanya tanpa terkecuali. "Saat lo menyambut dia dengan tangan terbuka tapi dia pergi ninggalin tanpa aba-aba. Bodoh banget, kan."

Rean melirik wanita itu, sedikit kesal karena menyebut Viona bodoh. Rean tidak suka ketika ada orang lain yang mengatai orang yang begitu dia sayangi. Menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana, Rean menggut-manggut mengerti setelah mendengar penjelasan itu.

Dia menarik nafas kemudian menyugar rambutnya berusaha mencerna, masalah itu memang muncul dari ketidakpercayaan diri Viona.

"Boleh gue minta alamatnya yang di Bandung. Gue nggak akan datang sekarang kok, tenang aja." Rean menatap si editor dan mengucapkan permintaannya dengan hati-hati. Tidak mau membuat orang yang kabur terus-terusan itu makin merasa rendah diri, dan Yuji sangat dekat dengan Viona, ada kekhawatiran dalam diri Rean takut Yuji memberi tahu wanita itu di Bandung jika pria itu sewaktu-waktu bisa datang ke sana.

"Oke, gue kirim lewat chat. Tiga jam perjalanan dari Jakarta kalau lewat tol."

"Makasih banyak, ya. Kalau gitu gue pamit pergi."

"Sebentar," interupsi Yuji saat pria jangkung itu akan melangkah. "Gue kepo deh, kenapa lo secinta itu sama Viona di saat dia menyia-nyiakan lo? Kebanyakan laki-laki lain akan pergi saat dalam situasi begini, tapi lo konsisten pengen ketemu dan nyariin dia."

"Karena gue serius sama perasaan gue. Viona hanya perlu diyakinkan bahwa dia berharga dalam hal apa pun. Dan gue menerima segala hal tentang dia." Pria itu menunduk kecil lalu membuka pintu mobil dan berlalu dari sana. Dia menilik ponselnya kemudian mengecek lokasi di mana Viona berada.

Lembang.

Rean akan ke sana menyusulnya, tapi tidak sekarang. Dia butuh waktu yang tepat.

💋💋💋

Menarik kopernya dengan lunglai, begitu keluar dari stasiun terakhir hal yang ingin Viona lakukan adalah segera menemukan taksi dan langsung tancap gas ke rumah orang tuanya.

Jarak dari stasiun ke Lembang tidak terlalu jauh, maka Viona masih memiliki sisa waktu istirahat di taksi nanti. Menggulir layar ponselnya pelan-pelan, dia memesan taksi online lewat aplikasi yang terinstal di ponselnya tersebut.

Lima menit menunggu, satu driver muncul dan siap mengantarnya untuk menuju tempat tujuan. Viona tersenyum manis kepada sopir taksi online tersebut lalu memasukkan kopernya ke bagasi mobil.

Setelah masuk, dia mengintruksikan kepada sopir tersebut untuk menuju alamat orang tuanya. Entah reaksi apa yang akan dia dapati setelah bertahun-tahun tidak pulang. Terakhir dia berkomunikasi dengan orang tuanya adalah saat Viona mengabari mereka, jika dia sudah mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja dulu.

Yang langsung mendapat tentangan dan cecaran dari sang papa.

Tapi kini, Viona tidak punya pilihan. Yuji selalu memarahinya dan Rean sewaktu-waktu akan menemukannya. Menjauh adalah hal paling sederhana yang bisa Viona lakukan, dan tujuan akuratnya adalah rumah orang tuanya.

Sedikit meminta maaf dan memberi alasan kecil tidak akan membuatnya diusir, kan?

Dua puluh menit mobil berkendara, tanpa Viona sadari tujuannya sudah di depan mata. Dia merasa sedikit asing sejak tidak pernah berkunjung ke tempat kelahirannya sendiri. Dulu kebun stroberri terbentang luas dengan jarak 500 meter dari dekat area rumahnya, dan kini berganti menjadi lokasi proyek pembangunan villa. Sementara kebun dan jalan kecil di kanan kirinya tertanam pohon pinus besar menuju rumahnya.

Rumah orang tua Viona memang terselip ke dalam dan membutuhkan waktu lima menit dari jalan raya, pohon-pohon besar mengelilingi daerah situ dan jarak antar tetangga memang benar-benar renggang. Dua ratus meter ke depan akan terbentang villa-villa dan kebun kentang, dan di daerah itu tidak terlalu banyak penduduk, kecuali jika musim liburan tiba. Begitu asri dan sangat berbeda saat dia berada di Jakarta.

Begitu sampai di depan jalan, Viona mengeluarkan koper dari bagasi mobil taksi tersebut. Setelah taksi melaju pergi, wanita itu menarik nafas mempersiapkan diri jika nanti akan dibombardir pertanyaan dari kedua orang tuanya.

Menarik kopernya dan melewati taman di depan rumah yang cukup luas, Viona kini dapat menemukan banyak perbedaan di sana. Sekarang ada kolam ikan koi dan juga banyak pot yang berjejer di dekat tangga kecil di depan teras, ibunya pasti yang mengide ingin menanam banyaknya mawar dengan berbagai warna.

Tok
Tok

Tangan kanan Viona terangkat untuk mengetuk pintu dan menunggu benda itu dibuka, sembari mengedarkan pandangan jika suasana rumah masih asri seperti yang sudah-sudah.

Masih sejuk, bersih dan nyaman. Dia rindu suasana di rumah ini.

Tak lama menunggu, wanita paruh baya yang memakai daster berwarna merah membuka pintu dan terkejut siapa yang dia dapati di depan pintu.

"Astaga! Neng!" Sang ibu menutup mulut dengan telapak tangan dan tidak menyangka jika anaknya akan datang. Wanita itu berloncat-loncat kegirangan saat anak wanita satu-satunya itu menyambangi rumah mereka setelah beberapa tahun.

"Neng! Mamah kangen banget!" Wanita paruh baya yang begitu mirip dengan Viona itu buru-buru memeluk untuk menyalurkan rasa rindunya yang lama tertahan.

Sementara Viona tidak menolak rengkuhan itu, dia justru membalas sebab dia pun rindu pada sang mama. Sejak mendapat wawancara kerja di perusahaan yang sama dengan Rean di Jakarta dulu, Viona pergi merantau untuk memulai karirnya. Belum lama bertahan dan masih menjadi karyawan kontrak, dia memutuskan resign dan memilih menjadi penulis lalu meninggalkan harapan orang tuanya yang menginginkan wanita itu menjadi pekerja kantoran dengan hidup dan gaji yang stabil. Sejak bertahun-tahun lalu dia tidak lagi kembali, baru sekarang dia datang. Saat Natal, juga tahun baru Lunar yang seharusnya menjadi ajang kumpul keluarga malah dia abaikan karena tidak ingin ditanya-tanya soal keputusannya mengundurkan diri dari perusahaan.

Sang mama mempersilahkan putri satu-satunya itu untuk masuk dan ikut sarapan bersama ke ruang makan. Kabar baik pula, sang papa ada di sana yang tidak tahu jika anaknya pulang saat ini.

Eliane Elardi--mama Viona menyeret koper anaknya, kemudian meletakkannya di sudut dekat pintu lalu mengajaknya untuk segera ke dapur.

"Papah, anak papah pulang nih." Eliane menarik pergelangan tangan Viona kemudian menyuruhnya duduk di kursi, sementara papanya menurunkan kacamata memastikan jika perempuan cantik di sebelahnya memang putrinya yang nakal itu.

"Ih tumben pulang? Masih inget Papah rupanya."

"Papa kok gitu," cetus Viona merajuk. "Nggak boleh apa kalau aku pulang?"

Sang papa mengerling usil sambil menyesap kopi di cangkir. "Biasanya kalau mendadak pulang gini di sana ada yang nggak beres. Papah mah paham kamu."

Dan hal itu disambut tawa oleh sang mama. "Bener juga ya, Pah. Ada masalah apa emangnya, Neng? Sok wae kasih tau Mamah sama Papah biar kita cari solusinya bareng."

Viona menuang air putih di gelas lalu meneguknya hingga habis separuh. "Pada kepo yah. Orang baru dateng biarin makan dulu, atuh."

Kedua orang tuanya itu lantas tertawa, Eliane Elardi dan Soni Elardi adalah orang tua yang hangat. Meski Viona wanita yang keras kepala dan labil, mereka tetap mencintai perempuan itu tanpa syarat.

"Ya udah makan. Kangen kan lama nggak sarapan bareng. Btw, Neng sekarang kerja di mana?" tanya ibunya basa basi.

Papa Viona melirik istrinya sambil memasukkan tempe goreng ke mulut. "Kata si Yuji teh dia author. Bikin novel. Si Neng halu mulu kerjanya, Mah."

"Ih, Papah!"

"Eh santai aja sama Papah mah, nggak apa-apa Neng masih belum nemu kerjaan sesuai passion ceunah anak jaman sekarang mah. Nanti ikut Papah aja ngurus toko elektronik ya, biar berguna dikit."

Dan Viona tidak dapat menyembunyikan senyum saat kedatangannya benar-benar tidak dipermasalahkan oleh orang tuanya. Mereka sarapan bersama dan sesekali melempar candaan untuk melepas rindu.

"Neng udah 27 tahun sekarang, nggak mau ngenalin pacar ke Mamah sama Papah? Mamah udah pengen punya cucu tau, masa musti gendong di Ciki mulu." Ibunya memberi isyarat bahwa beliau sudah menginginkan anaknya menikah. Ciki adalah nama anjing puddle piaraan ayah Viona yang berusia tiga tahun. Guna menghilangkan rasa sepi ditinggal anak satu-satunya merantau, pria paruh baya itu memelihara anak anjing sebagai teman di rumah agar memiliki kegiatan lain selain mengurus toko elektroniknya.

Viona yang mendengar itu langsung terbatuk secara tiba-tiba.

"Uhuk! Aduh!"

"Minum, Neng. Kaget yah Mamah nanyain pacar?" tanya Eliane iseng. "Sampe batuk gitu."

Viona meneguk air dalam gelas dan mengelap bibirnya yang basah. "Belum kepikiran nikah, Mah. Emang nikah gampang banget apa?"

"Kamu kan kayak Mamah kamu, sukanya nonton anime jadi ngide pengen punya suami kartun. Untung Papah mah sabar ngadepin Mamah kamu yang Wibu akut ini. Jangan pilih-pilih, Neng. Kalau ketemu yang baik apalagi spek anime sih Papah dukung ya biar anak Papah cepet nikah dan punya tujuan hidup."

Viona mencubit kecil lengan sang papa dengan gemas. "Ihh Papa!"

Meski Viona tak ingin membahasnya, tetapi suara hatinya tidak bisa berdusta jika dia memang menyukai Rean. Hanya saja, Viona merasa belum selesai dengan dirinya sendiri, maka dari itu dia mendadak menjadi pecundang begini dan menghindarinya.

"Sebenernya ada kok cowok yang aku suka, tapi... aku ngerasa nggak pantes aja buat dia," ucap Viona apa adanya. "Aku nggak punya apa-apa, Pah. Dia sukses banget. Aku minder."

Sang papa memastikan apakah anaknya hanya halu ingin menikah dengan karakter anime favoritnya atau manusia betulan. "Kali ini orang, kan?"

"Iya, Pah. Orang betulan. Spek manhwa makanya aku insecure."

Dugaan kedua orang tuanya benar, ada yang tidak beres sehingga membuat putrinya itu pulang tiba-tiba. Kedua orang itu bertemu tatap dan saling mengirimkan sinyal satu sama lain saat mendengar penuturan itu.

Tbc

Ortunya Viona prik juga ternyata 😭👍🏻

Rean di pojokan be like



Continue Reading

You'll Also Like

632K 40.4K 45
MATURE CONTENT. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA [ 21+ ] Dia mendekat ke arahku, bagai dewa kematian yang siap menjemputku. Auranya dingin, menakutkan, dan...
1.8M 53.2K 32
[Follow me first] Pengkhianatan tunangannya, membuat Risa mengiyakan ajakan kencan semalam yang diajukan teman sekantornya, Alva. Playboy yang kebera...
Bed Mate By Ainiileni

General Fiction

542K 18.3K 45
Andai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya...
39K 2.4K 69
(JANGAN LUPA FOLLOW AUTHORNYA DULU) βœ” BEBERAPA PART MENGANDUNG ADEGAN 21+ Ini cerita tentang mereka yang memiliki takdir yang sama. Ini cerita tentan...