Evanescent

By hanyaabualan

24.5K 2.8K 1.2K

Setelah 10 kali pertemuan, Jordan bersedia menemani Serenade tanpa paksaan orang tua yang sudah beberapa kali... More

Prolog: Kembang Api
1. Pertemuan Pertama, Pertemuan Kelima
2. Kesiapan
3. Feel Special
4. Kedekatan yang Pasti
5. Meyakinkan yang Ragu
6. Pertimbangan Lain
7. Imaji dan Realitas
8. Lamaran?
9. Tujuan yang Dinanti
10. Hari-H
12. Dua Minggu dan Berlanjut
13. Sentuhan Tak Terduga
14. Sinyal Bahaya
15. Prasangka Baru
16. Naif
17. Telanjur Mencinta
18. Perang Dingin
19. Menantang Maut
20. Unforgiven
21. Intuisi
22. Menyadari Keadaan
23. Tidak Gentar untuk Mundur
24. Menepi Sejenak
25. Manis yang Singkat
26. Pola yang Terulang
27. Solusi Terbaik
28. Roller Coaster
29. Garis Awal yang Berbeda
30. Seandainya
31. Cinta yang Menyiksa
32. Membebaskan
33. Babak Akhir
34. Jabatan Terakhir
35. Roda Kehidupan
Epilog: Lembar Baru
Cerita Tambahan

11. Setelah menikah harus apa?

566 70 13
By hanyaabualan

Jangan lupa vote dan komentarnya 💚

Biar aku makin semangat 💚

Tidak ada kicau burung merdu sebagai alarm alami. Sinar mentari pagi pun tidak menyelinap di balik gorden yang masih tertutup rapat. Namun, Serenade akhirnya bangun setelah tidur berjam-jam tanpa paksaan, merasa puas ketika istirahatnya tercukupi dengan baik.

Serenade mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya duduk dan mengangkat kedua tangan untuk meregangkan ototnya yang sedikit kaku. Pegal pada kaki dan pundaknya masih terasa, tetapi tidak membunuh tenaga seperti semalam. Tidurnya kali ini sangat nyenyak, sampai Serenade menerka-nerka waktu yang yakin ini sudah sedikit siang.

Mata Serenade yang semula masih setengah terbuka, lama-lama membulat untuk melihat sekitar kamar sebelum mandi dan memulai aktivitas. Awalnya tidak ada perasaan aneh, sampai mata Serenade menemukan beberapa kardus serta koper yang tersimpan di lantai seakan belum tahu akan disusun di mana.

Serenade yakin kamarnya tidak pernah berantakan oleh tumpukan barang yang dikumpulkan dalam satu kotak, jadi pemandangan itu sangat asing di matanya yang belum sepenuhnya sadar. Sampai akhirnya Serenade sadar bahwa dia tengah berada di tempat asing alih-alih di kamar sendiri, bersama aroma musk yang tidak familier dan pemandangan berbeda dari rumahnya.

Serenade mendadak panik selagi kesadarannya masih dalam proses pengumpulan, hingga dia menemukan cincin di jari manis yang melingkar sempurna pertanda sesuatu telah terjadi dan menjadi penyebab dia bisa berakhir di kamar lain.

"Ini ... gue beneran udah nikah?" lirih Serenade yang masih tidak percaya sambil menyatukan kepingan memori kemarin begitu kesadarannya terisi penuh. "Iya! Gue udah nikah!"

Serenade mulai panik sendiri saat memori pernikahannya telah terpasang rapi di otak, termasuk bagaimana dia berakhir di kamar asing yang seingatnya berbeda dengan kamar Jordan. Serenade menjerit tertahan kala melihat waktu pada ponselnya yang sudah menunjukkan pukul delapan pas, lalu buru-buru berdiri dan mengambil pakaian seadanya di koper, barulah masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar.

Alih-alih mandi santai seperti biasanya, Serenade membersihkan badan dengan kilat asalkan wangi sabun di badan bisa menempel dengan baik. Ini hari pertamanya sebagai istri, jadi Serenade ingin memberi impresi baik meskipun bangun siang adalah hal yang dilarang bagi seorang istri. Serenade masih bersyukur dia tidak tinggal di rumah mertua, tetapi jelas tidak tenang jika ternyata Jordan sudah bangun dan entah sedang apa di luar sana.

Mengingat dia bangun sendiri, artinya Jordan sudah lebih dulu bangun, 'kan? Itu yang jadi salah satu alasan mengapa Serenade tidak bisa mandi dengan santai, karena dia merasa tidak pantas bangun terakhir saat seharusnya sudah siap sejak pagi hari. Ada sepuluh menit mandi dan lima menit siap-siap dengan kaus lengan panjang serta celana joggernya, Serenade pun keluar dari kamar seraya mengikat rambutnya serapi mungkin setelah beberapa kali disisir oleh tangan. Serenade tidak sempat mencari sisir di dalam kardus atau koper, hingga dia memanfaatkan jemarinya dan berharap tetap bisa tampil maksimal.

Aroma sedap langsung tercium oleh hidung Serenade dan dia makin gugup kala harus berjalan lebih jauh untuk mencari asal aroma itu. Pelan sekali kakinya meninggalkan kamar untuk mengikuti aroma sedap yang dibuat oleh seseorang. Sampai akhirnya Serenade tiba di dapur dan menemukan Jordan yang tengah sibuk memasak.

Tanpa sadar mulut Serenade menganga kecil melihat penampilan Jordan di pagi hari yang begitu menarik. Kaus putih lengan pendeknya menunjukkan lekukan di tangan dengan lebih jelas, bergerak lincah saat mengaduk nasi di wajan. Punggungnya bergerak kecil mengikuti tangan, lalu rambutnya setengah basah menguarkan aroma segar yang memanjakan indra penciuman. Jordan tampak rapi sekaligus tetap santai saat di rumah dan jujur ... ini adalah pemandangan terbaik yang Serenade syukuri bisa dia lihat dengan mata telanjang.

"Good morning."

Sapaan hangat dikombinasi dengan senyum manis membawa Serenade kembali ke realitas kala sadar Jordan sudah berbalik ke arahnya. Serenade tersenyum kikuk, lagi-lagi merasa bersalah karena bangun lebih lambat dari suaminya. Ditambah lagi malah Jordan yang membuat sarapan.

"Duduk aja. Sarapannya bentar lagi jadi."

Perintah itu segera dibalas dengan gelengan oleh Serenade yang dengan sigap segera mengambil dua piring sebelum dilakukan oleh Jordan sendiri.

"Minimal aku bantu," ucap Serenade seraya memegang erat dua piring di tangan agar bisa berkontribusi untuk sarapan pagi ini.

Jordan tersenyum saja dan mulai menuangkan nasi goreng ke piring, lalu dibawa ke meja makan setelah keduanya terisi. Jordan menyusul Serenade ke meja makan sambil membawa dua sendok, lalu duduk berhadapan setelah siap dengan sarapan masing-masing.

"Aku nggak bisa masak macem-macem, tapi nasi goreng buatan aku sering dipuji Mama sama temen-temen pas ngekos dulu. Semoga cocok juga di lidah kamu," papar Jordan sambil memberi kode agar Serenade menikmatinya lebih dulu.

"Wangi sama visualnya udah enak, kok. Aku langsung percaya kalau udah sering dipuji sama Tante Satwika."

"Mama, Seren."

Serenade mengangguk canggung saat ingat dia harus mengubah panggilan pada orang tua Jordan sekarang. Serenade tidak pernah membiasakan diri sepanjang persiapan pernikahan, jadi lidahnya masih perlu dilatih agar tidak salah sebut lagi. Setelah berbincang sedikit, Serenade mulai menyendok nasi dan menyuapkan ke mulutnya yang sudah lapar. Mata wanita itu kontan membulat hanya dalam suapan pertama, berubah jadi tatapan semangat kala dua ibu jarinya terangkat pada sang koki yang andal.

"Enak banget," puji Serenade. "Udah gitu pedes, jadi makin enak."

"Syukur kalau gitu."

Jordan mendesah lega setelah tadi sempat cemas masakan pertamanya untuk Serenade tidak cocok di lidah. Jordan sampai rela menambah rasa pedas karena dia tahu Serenade suka makanan pedas, padahal dia sendiri kurang kuat jika harus makan pedas terlalu banyak.

Saat sesi sarapan dimulai, tidak ada sahutan apa pun selain gesekan dari alat makan yang paling sibuk. Sejujurnya ada banyak sekali yang ingin disampaikan, tetapi sebanyak itu malah membuat mereka bingung harus memilih mana yang sebaiknya disuarakan setelah beberapa lama dipendam.

Di sisi lain, hubungan baru ini terasa aneh hingga Jordan dan Serenade belum tahu harus bertindak seperti apa untuk mencairkan dinding es yang meninggi. Selama masa perkenalan, mereka hanya bertemu beberapa kali. Lalu saat masa persiapan pernikahan, mereka pun tidak sesering itu bertemu selain untuk mendiskusikan soal pesta sehari.

Kini Jordan dan Serenade jadi sadar bahwa hal itu jadi penyebab utama mengapa mereka sekarang gagap dalam bicara. Jangankan untuk bersuara, melirik sesekali saja rasanya terlalu sungkan. Jordan dan Serenade tidak pernah dibiasakan bersama-sama dalam situasi yang 'mesra', hingga sekarang mereka bingung bagaimana caranya agar terlihat seperti pengantin baru yang berbahagia.

Jordan jadi orang pertama yang menyadari bahwa situasi mereka pagi ini salah karena kurang perbincangan hangat. Pria itu pun akhirnya mengangkat wajah sambil menahan pedas di lidah untuk berbicara. Namun, inisiatifnya itu malah didahului Serenade yang berbicara lebih cepat.

"Nanti aku yang cuci piring, ya? Biar kamu nggak kerja lagi," ucap Serenade.

Permohonan itu langsung disetujui oleh Jordan melalui senyumnya yang lebar.

"Aku juga minta maaf karena bangunnya kesiangan. Nanti aku yang bikin sarapan, oke? Kan aneh kalau suami yang masak buat istri."

"It's okay, Seren," balas Jordan yang terdengar santai sekaligus lega karena konversasi mereka bisa dibuka dengan mulus. "Kita ini pasangan, jadi udah sebaiknya kerja sama. Gantian masak juga nggak masalah, kok. Asal kamu nerima aja aku masaknya yang simpel."

Kedua pipi Serenade terangkat berkat senyumnya yang merekah kala Jordan bicara begitu manis. Setelah menjadi suami, setiap kata yang keluar dari belah bibir Jordan berkali-kali lipat lebih mendebarkan dibanding saat masa perkenalan, sebab kini pria yang pandai membolak-balik hatinya sudah menjadi milik Serenade seorang.

"By the way, kamu sadar nggak sih kalau semalam tidurnya di kamar tamu?"

Serenade mengerjap hingga sesendok nasi goreng berhenti mengudara ke mulutnya. "Itu ... kamar tamu?"

Jordan mengangguk. "Kalau kamu sengaja mau tidur misah dulu nggak masalah, kok. Aku nggak akan maksa kamu buat langsung tidur berdua."

Serenade sontak mengibaskan kedua tangannya panik saat menyadari bahwa dia sudah salah menempati kamar di malam pertama. "Maafin aku, Jordan. Aku ... beneran nggak sadar itu kamar tamu. Pantes tadi aku lihat kamarnya jadi beda dan ngira emang direnovasi. Ternyata bukan kamar kamu, ya."

Jordan gigit bibirnya, menahan diri agar tidak menertawakan kekonyolan Serenade yang membuatnya mengerti kenapa sang istri malah mendekam di kamar tamu alih-alih di kamar mereka. Jordan mengira Serenade memang sengaja karena seluruh barangnya masih ada di sana dan ingin sendiri untuk beberapa saat. Rupanya dugaan itu terbantahkan oleh pengakuan yang tidak terduga dan lagi-lagi membuat Jordan lega.

Ya, lega karena tidak perlu mencari-cari alasan agar Serenade mau tidur sekamar jika suatu saat terlalu nyaman tidur terpisah. Jordan ingin tidur sekamar bukan demi bisa melakukan hal yang sepatutnya dilakukan suami istri, melainkan dia ingin rumah tangga yang normal meski tidak dibumbui kemesraan sama sekali.

"Berarti nanti bisa tidur satu kamar?"

"Bisa," jawab Serenade tanpa ragu sedikit pun. "Tapi ... setelah nikah gini, kita harus apa?"

Jordan berpikir sejenak seraya melihat sekeliling rumah, hingga matanya berakhir ke ruang tengah yang diisi banyak kado serta satu tas besar. "Kita bisa buka kado sama amplop, terus beresin barang kamu juga."

Ah, benar. Tugas mereka tetap banyak setelah menikah dan itu tidak termasuk bermesraan.

Greya sesekali tersenyum di tengah makan siang bersama Juno yang dilakukan di lantai dua studio rias. Mumpung tidak ada Serenade selama beberapa minggu ke depan, lantai dua yang paling malas didatangi staf lain kecuali untuk diskusi, dikuasai oleh Greya seorang hingga dia leluasa untuk mengajak Juno.

Kebetulan Juno sedang work from home selama seminggu ke depan, sehingga suaminya itu tidak keberatan harus bekerja di tempat istrinya menyambung hidup bersama teman dekat. Sekaligus menemani Greya yang kesepian karena Serenade akan absen untuk beberapa saat, jadi Juno juga ikut leluasa saat berada di studio.

"Kamu kenapa sih senyum-senyum gitu?" tanya Juno setelah mengunyah nasi mandi bersama ayam panggang yang dipesan sebagai menu makan siang.

"Lagi mikirin Seren sama Jordan," jawab Greya jujur. "Mereka semalem ngapain aja, ya? Terus ... berapa lama, ya?" Greya tersenyum jail akibat pikiran liarnya. "Tapi Seren baik-baik aja nggak, ya? Dia 'kan baru pertama. Bisa aja Jordan juga nggak jago."

Juno mendadak menggigil ngilu mendengar Greya bicara sefrontal itu tentang urusan pribadi temannya yang baru kemarin menikah.

"Belum tentu mereka langsung gitu, Sayang," ucap Juno, berusaha membersihkan pikiran Greya yang kotor. "Kan mereka itu nikahnya dijodohin, jadi pasti canggung banget kalau langsung gituan pas malam pertama. Mereka nggak kayak kita yang langsung gas aja pas nyampe hotel setelah resepsi."

"Kamunya sih ngajak ngegas."

"Kamunya juga mau aja digasin. Mana nggak ada malu-malunya, padahal itu juga pertama."

Greya jadi ikut merinding dengan obrolan vulgar mereka, tetapi yang dikatakan Juno memang benar adanya. Jordan dan Serenade tidak mungkin langsung melakukan di malam pertama. Lantas ... apa mungkin akan melakukannya nanti? Greya jadi ragu karena menikah dijodohkan itu sangat berbeda dengan menikah yang salah satu modalnya adalah cinta.

Bagus jika Jordan dan Serenade bisa melakukannya. Kalau ternyata tidak? Itu jelas aneh untuk dua orang dewasa yang memiliki syahwat. Greya segera menggeleng, mengenyahkan isi kepalanya sebelum makin jauh ke hal yang seharusnya dipendam saja.

"Jun, kamu ... mau program bayi tabung, nggak?"

Juno sontak berhenti mengunyah dan langsung menelan makanannya yang belum lembut untuk dicerna. Atensi dia berikan pada Greya yang tampak serius dengan pertanyaannya, membuat Juno harus menunda makan siang yang sudah tersisa sedikit untuk mengikuti arus percakapan mereka.

"Aku kira kamu mau childfree. Aku dukung banget lho kalau kamu mau."

Greya mengedikkan bahunya. "Jujur belum kepikiran childfree, makanya aku tanya dulu ke kamu soal bayi tabung. Siapa tahu berhasil, sambil tetep usaha pake cara manual."

Alih-alih menolak, Juno justru tersenyum senang karena sesuatu yang dia tahan sejak lama bisa disampaikan lebih dulu oleh wanitanya. Ibu jari Juno terulur dan membersihkan noda saus di ujung bibir Greya, lalu berkata, "Aku udah lama pengin ngajak kamu bayi tabung, tapi aku tahan-tahan dan dukung kamu aja mau kayak gimana. Sekarang malah ngajak. Aku 'kan jadi seneng karena berarti kita satu pikiran."

Greya cukup takjub karena ternyata ide sepintasnya itu sudah dipikirkan lebih dulu oleh Juno. Bila sudah begini, Greya jelas semangat karena mereka sudah sepakat.

"Kalau kamu mau, nanti kita cari dokter yang hebat sambil nyiapin biayanya, ya."

Greya mengangguk saja menuruti kemauan suaminya.

"Sama satu lagi," Juno mengangkat jari telunjuknya tegas, "aku mau program ini jadi karena kamu emang mau kita punya anak, bukan tuntutan orang tua. Jadi, kalau amit-amit gagal, tolong jangan nyesel, ya? Aku pasti sama kamu terus mau itu ada anak atau nggak."

Aktivitas membuka kado dan amplop rupanya cukup memakan banyak waktu, terlebih ketika harus merapikannya ke tempat lain saat penyimpanan di rumah Jordan masih cukup terbatas. Itu belum ditambah barang Serenade yang harus diprioritaskan, menjadi PR baru untuk sang Tuan Rumah yang perlu membeli beberapa rak. Maklum, tinggal sendiri dan berdua membuat kapasitas rumah jadi berbeda, sehingga butuh ruang lebih banyak untuk barang masing-masing agar tidak berserakan.

Setelah melalui hari yang cukup panjang dengan beberapa diskusi terkait penyimpanan, Jordan dan Serenade menemukan kata sepakat untuk barang-barang mereka sembari menyiapkan daftar rak yang nantinya akan dibeli.

Pakaian Serenade disimpan di lemari yang Jordan beli atas saran Satwika, barang pribadi seperti kosmetik dan skincare di meja rias yang merupakan kado dari Zaenal, sedangkan tas dan sepatu sementara disimpan di walk in closet Jordan yang kebetulan masih ada ruang cukup untuk barang-barang istrinya.

Kado yang diberi oleh kerabat serta teman disimpan di kamar tamu dengan rapi, masih di dalam box yang segelnya sudah dibuka untuk dicek isinya, kecuali coffee maker yang langsung Jordan simpan di dapur untuk dia gunakan karena paling butuh.

Selesai makan malam adalah momen yang paling mendebarkan, sebab pasangan baru ini sudah tidak memiliki aktivitas lagi untuk dilakukan. Keadaan rumah sudah terlalu rapi untuk dibereskan, wangi juga karena ada kado reed diffuser yang langsung Serenade letakkan di beberapa titik agar menyegarkan ruangan.

Alhasil kini Jordan dan Serenade duduk berdua di ruang tengah, menonton televisi yang tengah menayangkan infotainment seputar selebritas tanah air, bersama sedikit jarak memisahkan sebab mereka berdua terlalu canggung untuk berdekatan.

Rasanya lebih baik bergerak lama seperti tadi karena mereka sibuk untuk urusan lain, daripada santai yang membuat Jordan dan Serenade harus mencari topik agar dinding es di antara mereka bisa sedikit mencair. Sungguh, acara di televisi tidak mereka perhatikan sama sekali saking bingungnya memilah bahan konversasi di kepala, mana yang sekiranya patut mereka bicarakan agar bisa jadi bincang-bincang panjang sebelum menutup hari ini.

Sampai akhirnya ada satu bahan yang Serenade temukan, hanya dia tidak yakin bisa berlanjut lama karena kesannya seperti basa-basi biasa.

Kendati demikian, Serenade tetap bersuara, "Kamu ... besok kerja?"

Jordan yang semula bersandar akhirnya menegakkan badan, menyimpan remot yang ada di tangan ke meja, barulah menjawab, "Aku diliburin sama Dewa dua minggu. Jadi nggak ada job selama itu. Mungkin sesekali bakal ke studio. Kamu sendiri?"

"Sama," balas Serenade antara senang dan gundah, karena artinya mereka harus berdua dalam waktu yang cukup lama di rumah saja. "Aku malah sebulan nggak dikasih job sama Greya. Katanya pengantin baru jangan kerja dulu biar fokus sama suami."

Jordan manggut-manggut, sama gundahnya karena kini dia pun harus memikirkan daftar aktivitas yang bisa dilakukan berdua bersama istrinya. Tidak mungkin mereka melakukan aktivitas yang sama karena kado dan amplopnya sudah tidak tersisa. Rumah Jordan juga jarang kotor dan berantakan, hingga bersih-bersih seringnya dilakukan beberapa kali sehari, kecuali kamar yang paling pribadi.

"Besok mau belanja? Kebetulan bahan buat masak sama keperluan di kamar mandi udah mau habis."

Serenade langsung mengangguk antusias kala Jordan menemukan aktivitas yang tepat untuk mereka. "Boleh. Aku juga ada yang harus dibeli."

Jordan tersenyum lebar sebab berhasil menemukan satu kegiatan untuk keduanya, tinggal mencari yang lain dan rupanya tidak semudah ketika mengenal Serenade untuk pertama kalinya.

Berikutnya Jordan dan Serenade harus kembali dilahap kesunyian, membiarkan suara televisi mendominasi, sedangkan bibir mereka terkatup rapat karena bingung harus bicara apa lagi. Untungnya kali ini tidak butuh waktu lama untuk salah satu dari mereka bicara, meskipun itu sesuatu yang mendebarkan sekaligus tidak siap untuk dilakukan secara cepat.

"Kamu mau tidur sekarang? Tidurnya bareng, ya?"

Astaga! Ternyata rumah tangga tidak semudah di fiksi yang biasa Serenade baca.

Cieee cieee pasutri baru masih canggung xD

Tapi tenang aja, lama-lama mereka pun bakal akur, kok xD

Anyway, apa kabar kalian di hari Sabtu ini? Semoga baik, ya. Sengaja aku update hari Sabtu biar malam mingguan bersama Jordan-Serenade xD semoga kalian bisa suka sama chapter ini, ya, dan masih mau ngikutin perjalanan Jordan-Serenade sampai tuntas ^^

Makasih udah baca. Sampai jumpa di chapter berikutnya ^^

Bonus 💚

Dipublikasikan pada tanggal
18 Maret 2023
Pukul 18.00 WIB

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 140K 72
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
49.5K 8.2K 22
SUDAH TERBIT Pernah mendengar kalau di dunia ini kita sebenarnya memiliki tujuh kembaran? Itulah yang terjadi. Mereka memiliki wajah yang sama. Han...
644K 96.3K 67
Ini bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih...
44.7K 7.7K 48
[SEGERA TERBIT] ACT 1 - BE YOUR ENEMY ❝Sampai kapan permusuhan ini akan berakhir?❞ Anora bukan berasal dari golongan atas, ia hanya memiliki keluarga...