Gratia Dei

Av Amaranteya

2.3K 582 64

Jika Tuhan mau menunjukkan kebaikan-Nya dengan membiarkan Bii kehilangan waras, ia akan sangat bersyukur. Hid... Mer

Prolog
1. Cuma Kedok
2. Kebebasan
3. Rumah Kosong
4. Maha Pengampun
5. Prasangka
6. Tafakur
7. Darah Iblis
8. Berjodoh Tuhan
9. Terulang
10. Pukul 01.00
11. Minoritas dan Tertindas
12. Angka Tuhan
13. Wallahu A'lam
14. Di Negeri Kinanah
16. Sebuah Afirmasi
17. Semesta yang Bergembira
18. Sebuah Bahagia
19. Pulang
20. Untuk Selalu Bahagia
21. Nilai sebagai Perempuan
22. Bau Sampah
23. Mengutuk Tuhan
24. Hadiah
25. Amukan Nuha
26. Inbihaaj Kyoya Haidee
27. Keputusan
28. Mindset
29. Keberanian dan Tangis
30. Gratia dei
Epilog

15. Inbihaaj

71 19 3
Av Amaranteya

Pontang-panting Bii menghindari lemparan benda dari Charlotte. Dapur mewah perempuan itu sudah tak karuan bentuknya. Pecahan piring, gelas, bahkan pisau-pisau yang semula tertata rapi sudah berserakan. Beberapa di antaranya sudah mengenai lengan dan kaki Bii.

Tuhan, kemarin rasanya Bii sudah terhindar dari amukan Charlotte berkat suami perempuan itu. Hari ini apa lagi, semuanya makin kacau. Pelariannya yang kemarin sudah gagal, merasa hampir putus asa untuk mengulang. Namun hari ini, ia sungguh ingin menghilang dari dunia.

Semalam suami perempuan itu kembali berulah. Dengan aroma alkohol yang pekat, lelaki itu masuk ke kamar Bii dengan kunci cadangan, kembali memaksa Bii menuruti nafsu binatangnya. Sampai pagi, lelaki itu tak beranjak dari kamar Inbihaaj. Mungkin ini benar-benar akhir segalanya, Charlotte tiba-tiba mendobrak pintu kamar perempuan itu dan mendapati suaminya tanpa busana di sana.

Wajah Charlotte langsung memerah, berteriak kencang lantas mengeluarkan sumpah serapah di depan muka Bii yang ketakutan. Sang suami, jangan harap, lelaki itu justru diam tanpa rasa bersalah setelah berhasil meyakinkan istrinya bahwa Bii yang menggodanya sejak awal.

Kenapa hidup Bii dikelilingi orang-orang bangsat?

Beberapa kali kepala Bii dibenturkan ke dinding, dibarengi raungan ampun dari bibirnya yang membiru. Tak cukup, Bii langsung dijambak hingga bangkit sebelum diseret ke depan wastafel dapur.

"Ampun! Ampun! Sa-sakit!" pekik Bii. Tangannya tak berhenti berusaha melepaskan tangan Charlotte dari rambut acak-acakannya. "Ini bukan salah saya, lelaki itu yang memperkosa saya. Ampun!"

Setelah menyumpal lubang wastafel dan membiarkannya penuh air, Charlotte langsung mendorong kepala Bii ke sana. Membuat wanita itu hampir kehabisan napas. Wajah Bii membiru. Selain karena kekurangan oksigen, kepalanya juga mulai terasa makin berdenyut akibat benturan tadi.

"Kau berusaha menggoda suamiku, perempuan sundal!" teriak Charlotte lagi, kali ini menghempas jambakannya keras, membuat Bii tersungkur.

Hampir saja Bii kehilangan kesadaran andai sebuah pisau tak teracung ke arahnya, membuatnya 100 persen waspada. Menyerah dalam keadaan seperti ini bukan hal yang dia inginkan.

"Sudah berapa kali kau bermain dengan suamiku di belakang, hah?! Jawab!" Napas Charlotte memburu, dengan mata sembab yang melotot lebar.

Bii mundur perlahan dengan bantuan tangan. "Saya benar-benar tidak bersalah. Tolong percaya pada saya. Dia yang bejat."

"Masih mau mengelak, hah?! Kau benar-benar tidak tahu diri." Charlotte mengibaskan pisau beberapa kali, satu yang berhasil menggores pipi Bii. Tak terlalu dalam, tetapi cukup untuk menambah ringisan perempuan itu.

Tak lagi memiliki ruang untuk mundur, Bii nekat menjegal kaki Charlotte, membuatnya jatuh dan pisau itu terlempar. Langsung Bii bangkit, merasa memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Sial! Ia dicegat oleh suami Charlotte yang sudah berpakaian--sejujurnya, tidak juga. Lelaki itu bertelanjang dada.

Tentu itu memberi waktu bagi Charlotte untuk mendaratkan cangkir kaca yang baru diraihnya ke arah kepala belakang Bii.

Sejenak Bii terhuyung, pandangannya gelap untuk sesaat, tetapi ia masih bisa menguasai diri. Dijadikannya meja makan sebagai tumpuan agar tidak jatuh. Berhasil.

Tepat saat membalikkan badan, sebuah piring melayang ke arahnya. Ia dapat menghindar dengan baik, membuat piring itu pecah sebab menghantam dinding dengan keras.

Tahu suami Charlotte hanya berdiri diam, Bii berusaha mencari celah kembali untuk melarikan diri. Sela kecil antara kursi dan meja makan sangat cukup baginya.

Berlari ke arah pintu belakang, kaki telanjang Bii tak sengaja menginjak pecahan piring, membuatnya berjingkat.

"Rasakan ini, Sundal!" Kembali sebuah pisau terlempar, kali ini mengenai kaki kanan Bii, menggoresnya cukup dalam. Namun, Bii tak berhenti. Ia berhasil meraih gerendel pintu dan berusaha membukanya.

Sayang, Charlotte lebih dulu berhasil meraih ujung lengan gamisnya sebelum perempuan itu melangkah keluar. Ditariknya keras hingga kain itu robek sebatas siku. Bii tak peduli, tetap berusaha melarikan diri meski tahu semua berkas identitas dirinya berada di tangan Charlotte. Perempuan itu bahkan berlari tanpa memikirkan ia yang tak mengenakan jilbab. Yang penting ia harus melarikan diri sekarang juga. Jika tidak, ia akan benar-benar mati mengenaskan di rumah itu.

Tanpa alas kaki, terus berlinang air mata, Bii terus berlari, bahkan tanpa tahu ia dikejar atau tidak. Pandangan aneh orang-orang tak berhenti terarah padanya. Namun, Bii abai. Ia harus mencari pertolongan secepatnya, tetapi pada siapa?

Seharian berjalan tanpa sesuap pun makanan, membuat Bii sungguh hampir ambruk. Ditambah kondisinya yang penuh luka itu, terlalu sulit baginya.

"Akankah aku mati di negara ini, Allah? Setidaknya, aku ingin melihat makam Ayah untuk terakhir kali." Terus Bii berusaha berjalan meski tertatih. Kakinya pincang, telapak kakinya terlalu sakit. Apalagi harus bertemu dengan tanah berpasir Mesir yang panas, rasanya seolah melepuh.

Hingga sore menjelang, Bii harus kuat menahan perutnya yang melilit kelaparan. Mendekati daerah Pantai Mediterania, dari jarak yang cukup jauh, ia melihat sekumpulan lelaki yang tampaknya tengah berdiskusi, entah untuk apa. Tak lama, senyum Bii terbit meski paksa, setelah mendengar teriakan salah satu lelaki itu pada sang kawan yang tampak berjalan menjauh.

"Cak Hijir, jangan galau-galau lagi pokoknya!"

"Akhirnya, orang Indonesia," bisik Bii pada diri sendiri.

-o0o-

"Astagfirullah, Cak Hijir bawa siapa ini?" pekik Faiz. Dari logatnya, Bii tahu lelaki itu yang tadi ia lihat berteriak.

"Man hiya, Akhi?" timpal Syauqi dan Emir bersamaan.

Baru Yusuf ikut angkat suara, perempuan itu lebih dulu berujar lirih, "Maaf, saya mengganggu perjalanan kalian. Saya sungguh minta maaf, tapi saya mohon, tolong selamatkan saya."

Sungguh, Bii sampai pada titik putus asanya.

Semua orang menatap Hijir sangsi. Barangkali di kepala mereka isinya sama, siapa perempuan dengan penampilan luar biasa kacau yang Hijir bawa saat ini?

Ingat sesuatu, tangan Bii perlahan terangkat, memegang sejumput rambutnya. Juga, sedikit ia melirik lengan gamisnya yang koyak. Ia tampak memejamkan mata sejenak sebelum berujar, "Maaf sekali lagi, adakah kain yang bisa saya gunakan untuk menutup kepala--jilbab saya ...."

Tanpa menunggu Bii menyelesaikan ucapan, cekatan Syauqi meraih ransel yang kebetulan ia bawa turun dari mobil, mencari sesuatu. Menemukan yang dicari, ia mengangsurkannya pada Bii. "Saya rase, syal ni cukup nak buat tudung."

Bii menerimanya dengan tangan gemetar. Senyum tak luntur dari bibirnya yang robek di sudut. "Terima kasih, syukron."

Seadanya Bii mengenakan syal Syauqi untuk dijadikan jilbab, juga berusaha menyembunyikan lengan bawahnya yang cukup terekspos di balik kain panjang itu.

Entahlah, hati Hijir bergejolak luar biasa. Melihat luka-luka perempuan itu, rasanya ia sangat marah, tidak tahu pada siapa. Jika Zaa melihat, perempuan itu pasti akan sama marahnya, bukan?

Bii sudah duduk di tempat tersisa, sedang Hijir memilih berdiri. Semua orang masih diam, menunggu Bii menjelaskan. Setidaknya, mereka harus tahu duduk perkara agar bisa membantu perempuan itu.

"Nama saya Inbihaaj Kyoya Haidee, panggil saja Bii. Saya TKW di sini, dari Indonesia. Beberapa bulan ini, saya mendapat siksaan dari majikan saya." Bii menggigit bibir keras, hingga rasa besi itu kembali terasa. Mati-matian ia menahan diri agar tidak terisak, meski satu bulir air mata berhasil lolos. "Selama itu pula, saya dilecehkan, saya diperkosa."

Syauqi dan Emir langsung meringis, Hijir sendiri memejamkan mata dan mengepalkan tangan kuat. Sementara itu, Yusuf dan Faiz langsung bangkit dari duduk, memandang Bii kelewat terkejut.

"Luka-luka itu ...." Hijir bereaksi.

Anggukan kepala diberikan Bii sebagai tanggapan, membenarkan apa pun yang ada di kepala lelaki itu meski tak sepenuhnya tahu.

"Saya ...." Bii memandang Hijir dengan sorot hampa, atas dasar lelaki itu yang pertama kali ia temui. Menahan sesak juga kesakitan, dengan tangan menggenggam kuat ujung syal yang dikenakan, Bii bertanya lirih, sangat sumbang, "Kenapa Allah menimpakan ini pada saya? Apa dosa yang saya perbuat hingga seperti ini? Di Indonesia, saya dilecehkan paman saya. Di sini, saya dilecehkan majikan saya. Kenapa Allah tidak memberi saya kesempatan untuk bahagia? Kenapa?"

Hijir ikut merasakan sakit, sungguh. Bak ada belati yang menikam tiap Bii melontarkan kata demi katanya. Entah kenapa, lutut Hijir melemah, lelaki itu jatuh bersimpuh tepat di hadapan Bii yang tetap menatapnya kosong. Dipandangnya perempuan itu lekat, mengamati tiap inci wajah penuh luka Inbihaaj. Tanpa sadar, tangan Hijir terangkat, hendak menyentuh ujung bibir perempuan itu yang robek. Namun, ia segera sadar dan menghentikannya.

Mengembuskan napas berat, Hijir berujar, "Aku akan berusaha membantu sebisaku."

"Lebih baik kita ke rumah sakit," timpal Emir.

-o0o-

Happy weekend. Btw, aku punya temen aneh lagi, he really has unique characters. Maybe, dia akan jadi inspirasi tokoh di cerita selanjutnya🤣

Amaranteya

5th of Feb 2023

Fortsett å les

You'll Also Like

1.4K 150 19
"Semua hal, pasti akan tiba pada akhirnya." Kotak berukuran sedang dengan warna putih-abu yang sudah bertahun-tahun tidak tersentuh, membuat Arumi me...
66.5K 266 1
Kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya, membuat Gyo, sang lelaki dari desa meminta pertanggungjawaban Cinta. Namun, wanita pembunuh yang angkuh dan h...
4.4K 1.4K 27
Spiritual-Comedy Arumi tak pernah menyangka, pertemuannya kembali dengan kakak kelas sewaktu SMA akan menjadi awal kisah perjalanan cintanya. Terlebi...
5.4K 1.2K 47
•Daftar Pendek Wattys 2021• Melisa Andriani, gadis tengil yang ngaku-ngaku kembaran Lisa Blackpink dan pecinta cogan sejati ini akhirnya berhasil men...