15. Inbihaaj

69 19 3
                                    

Pontang-panting Bii menghindari lemparan benda dari Charlotte. Dapur mewah perempuan itu sudah tak karuan bentuknya. Pecahan piring, gelas, bahkan pisau-pisau yang semula tertata rapi sudah berserakan. Beberapa di antaranya sudah mengenai lengan dan kaki Bii.

Tuhan, kemarin rasanya Bii sudah terhindar dari amukan Charlotte berkat suami perempuan itu. Hari ini apa lagi, semuanya makin kacau. Pelariannya yang kemarin sudah gagal, merasa hampir putus asa untuk mengulang. Namun hari ini, ia sungguh ingin menghilang dari dunia.

Semalam suami perempuan itu kembali berulah. Dengan aroma alkohol yang pekat, lelaki itu masuk ke kamar Bii dengan kunci cadangan, kembali memaksa Bii menuruti nafsu binatangnya. Sampai pagi, lelaki itu tak beranjak dari kamar Inbihaaj. Mungkin ini benar-benar akhir segalanya, Charlotte tiba-tiba mendobrak pintu kamar perempuan itu dan mendapati suaminya tanpa busana di sana.

Wajah Charlotte langsung memerah, berteriak kencang lantas mengeluarkan sumpah serapah di depan muka Bii yang ketakutan. Sang suami, jangan harap, lelaki itu justru diam tanpa rasa bersalah setelah berhasil meyakinkan istrinya bahwa Bii yang menggodanya sejak awal.

Kenapa hidup Bii dikelilingi orang-orang bangsat?

Beberapa kali kepala Bii dibenturkan ke dinding, dibarengi raungan ampun dari bibirnya yang membiru. Tak cukup, Bii langsung dijambak hingga bangkit sebelum diseret ke depan wastafel dapur.

"Ampun! Ampun! Sa-sakit!" pekik Bii. Tangannya tak berhenti berusaha melepaskan tangan Charlotte dari rambut acak-acakannya. "Ini bukan salah saya, lelaki itu yang memperkosa saya. Ampun!"

Setelah menyumpal lubang wastafel dan membiarkannya penuh air, Charlotte langsung mendorong kepala Bii ke sana. Membuat wanita itu hampir kehabisan napas. Wajah Bii membiru. Selain karena kekurangan oksigen, kepalanya juga mulai terasa makin berdenyut akibat benturan tadi.

"Kau berusaha menggoda suamiku, perempuan sundal!" teriak Charlotte lagi, kali ini menghempas jambakannya keras, membuat Bii tersungkur.

Hampir saja Bii kehilangan kesadaran andai sebuah pisau tak teracung ke arahnya, membuatnya 100 persen waspada. Menyerah dalam keadaan seperti ini bukan hal yang dia inginkan.

"Sudah berapa kali kau bermain dengan suamiku di belakang, hah?! Jawab!" Napas Charlotte memburu, dengan mata sembab yang melotot lebar.

Bii mundur perlahan dengan bantuan tangan. "Saya benar-benar tidak bersalah. Tolong percaya pada saya. Dia yang bejat."

"Masih mau mengelak, hah?! Kau benar-benar tidak tahu diri." Charlotte mengibaskan pisau beberapa kali, satu yang berhasil menggores pipi Bii. Tak terlalu dalam, tetapi cukup untuk menambah ringisan perempuan itu.

Tak lagi memiliki ruang untuk mundur, Bii nekat menjegal kaki Charlotte, membuatnya jatuh dan pisau itu terlempar. Langsung Bii bangkit, merasa memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Sial! Ia dicegat oleh suami Charlotte yang sudah berpakaian--sejujurnya, tidak juga. Lelaki itu bertelanjang dada.

Tentu itu memberi waktu bagi Charlotte untuk mendaratkan cangkir kaca yang baru diraihnya ke arah kepala belakang Bii.

Sejenak Bii terhuyung, pandangannya gelap untuk sesaat, tetapi ia masih bisa menguasai diri. Dijadikannya meja makan sebagai tumpuan agar tidak jatuh. Berhasil.

Tepat saat membalikkan badan, sebuah piring melayang ke arahnya. Ia dapat menghindar dengan baik, membuat piring itu pecah sebab menghantam dinding dengan keras.

Tahu suami Charlotte hanya berdiri diam, Bii berusaha mencari celah kembali untuk melarikan diri. Sela kecil antara kursi dan meja makan sangat cukup baginya.

Berlari ke arah pintu belakang, kaki telanjang Bii tak sengaja menginjak pecahan piring, membuatnya berjingkat.

"Rasakan ini, Sundal!" Kembali sebuah pisau terlempar, kali ini mengenai kaki kanan Bii, menggoresnya cukup dalam. Namun, Bii tak berhenti. Ia berhasil meraih gerendel pintu dan berusaha membukanya.

Gratia DeiWhere stories live. Discover now