Shakala (On Going)

By chocholate_girl

88K 8.3K 983

GXG✓ Semuanya serba singkat, Shaka mau tidak mau harus tinggal di rumah eyangnya yang berada di kampung dalam... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
Tulisan Shaka.
empat belas.
lima belas
enam belas.
tujuh belas.
delapan belas.
dua puluh.
duapuluh satu.
duapuluh dua.
duapuluh tiga.
duapuluh empat.
duapuluh lima.
shakala.

sembilan belas.

847 105 21
By chocholate_girl

"Lo beneran nginep di tempat Grace? Nggak diapa-apain kan sama dia?" Tanya Lea dengan nada khawatir saat Shaka baru saja masuk ke dalam apartemen mereka.

"Iya, nggak kok, sepupu kamu baik." Jawab Shaka jujur.

"Grace? Baik? Oh oke, bisa dimengerti, kan dia suka sama lo..."

"Orangtua kamu, kemana?" Tanya Shaka sedikit heran karena tidak melihat kedua orangtua Lea.

"Di hotel kali, mereka kesini kan juga karena ada kerjaan."

Shaka hanya mengangguk mengerti kemudian masuk ke dalam kamarnya. Sungguh kamar yang dia rindukan karena di kamar inilah dia sudah tinggal dan menghabiskan banyak waktunya disini selama beberapa bulan berada di Jerman.

Sekarang Shaka harus apa ya setelah lagi-lagi Grace secara terang-terangan mengakui tentang perasaannya. Shaka tidak bisa begitu saja menerima Grace untuk masuk ke dalam kehidupannya apalagi dia sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Grace. Tapi terus menerus berperilaku seakan tidak peduli kepada Grace dan perasaannya membuat Shaka merasa menjadi manusia yang jahat. Ah, susah. Mamah yang sudah di surga, tolong bantu Shaka.

•••

"By the way, orangtua gue ngajak makan malam bareng. Tapi kalo misal lo ada urusan atau emang nggak mau nanti gue bilang aja sama mereka kalo lo lagi sibuk," Kata Lea membuat Shaka yang sedang menuangkan air dingin ke dalam gelas langsung menatapnya sedikit heran.

"Aku nggak sibuk ataupun nolak, tapi orangtua kamu ngajak makan malam itu dalam rangka apa?"

"Nggak ada sih, ya cuma makan malam biasa aja harusnya."

Shaka melihat arloji di tangannya sebelum kembali bertanya kepada Lea. "Jam berapa?"

"Jam 7, nanti lo pergi sama gue." Jawab Lea membuat Shaka mengangguk mengerti.

"Jujur gue heran sama lo, bisa-bisanya Grace suka sama lo yang pelit bicara gini. Padahal dia tipe yang seneng deeptalk gitu."

"Tentang itu..." Shaka menjeda kalimatnya sembari meletakan gelas yang dia pegang ke dalam wastafel. "Kalau aku tidak membalas perasaan sepupumu, apakah kamu akan keberatan?" Tanyanya cukup hati-hati karena tidak mau Lea merasa tersinggung atau bagaimana.

Lea terkekeh. "Kenapa gue harus keberatan kalo nyatanya lo emang nggak bisa bales perasaan Grace? Sedangkan kalo emang perasaan itu berbalas pun, yang akan menjalani hubungan itu ya lo sama dia. Pilihannya ada di lo, yang penting jangan pernah mainin dia. Kalo emang lo nggak bisa sama dia yaudah, tapi jangan pernah menerima Grace karena rasa kasihan, kalo lo ngelakuin itu baru gue akan merasa sangat tersinggung." Katanya dengan nada serius.

"Oke,"

"Gue boleh nanya lagi nggak? Tapi jawab yang jujur, gue cuma pengen tau aja.."

"Mau nanya apa?"

"Orang yang lo suka, dia ada dimana?"

"Sama seperti Mikaila-mu, dia ada di Indonesia."

"Syukurlah belum ke surga duluan ternyata. Tapi, tapi Ka, kenapa kadang gue liatnya lo jauh lebih hopeless daripada gue yang udah ada jaminan nggak bisa ketemu sama Mika sebelum urusan gue disini beres? Kalo mau, lo bisa balik ke Indonesia setiap liburan buat nemuin dia kan?" Tanya Lea penasaran.

"Setidaknya pertemuan kamu sama Mika itu pasti, meskipun harus menunggu cukup lama. Sedangkan pertemuanku dengannya tidak bisa ditentukan, tidak bisa diharapkan, dan kemungkinan sulit untuk diwujudkan. I lost her in a tragedy, she is still alive but I can't reach her." Jawab Shaka kemudian tersenyum sedih mengingat betapa menyakitkannya pertemuan terakhir mereka.

"Maaf kalo pertanyaan gue bikin lo sedih," Kata Lea merasa tidak enak hati saat melihat raut wajah Shaka yang kini berubah menjadi sedih.

"Nggak apa-apa, saat itu, tau dia masih hidup udah buat aku merasa sangat bersyukur. Meskipun setelahnya aku sama sekali belum bisa bertemu dengannya sampai sekarang. Bahkan sejujurnya aku nggak yakin masih bisa ketemu sama dia atau nggak. Tapi, hidup juga harus terus berjalan. Masih ada banyak hal lain yang bisa aku lakuin dari sekedar menjadi sadgirl kan?" Balas Shaka kemudian terkekeh pelan.

Lea hanya diam mendengar perkataan Shaka, dia pikir kisah cintanya sudah cukup menyedihkan tapi ternyata kisah Shaka jauh lebih membuatnya ingin ikut menangis. Ditinggalkan oleh ibunya di usia muda, sempat diabaikan oleh ayahnya yang frustasi karena ditinggalkan sang istri, kemudian tidak bisa bertemu dengan orang yang dia cintai, ah Shaka, kenapa kamu semalang ini?

"Lo nggak cari dia? Mau gue bantu cariin?"

Shaka sedikit tertarik dengan tawaran Lea apalagi mengingat reputasi Lea beserta keluarganya yang sudah pasti memiliki banyak koneksi yang membuat peluangnya dapat kembali bertemu dengan Pelangi-nya menjadi lebih besar. Tapi disisi lain, dia tidak ingin perasaannya yang keliru ini semakin leluasa berkembang dengan tidak sopannya.

"Mungkin lain kali kalau aku merasa butuh bantuanmu aku akan mengatakannya, terimakasih Lea atas tawarannya."

"Kenapa? Lo nggak percaya sama gue?"

"Bukan, bukan begitu. Aku punya alasan lain,"

"Lo nggak mau ketemu dia?"

"Aku jelas sangat ingin bertemu dengannya."

"Then?"

"Aku memasrahkan tentang dia kepada takdir saja, kalau memang kami ditakdirkan untuk kembali bertemu pasti akan ada jalannya."

"Oke, takdir. Tapi takdir tanpa adanya usaha juga kemustahilan Shaka. Jangan terlalu naif jadi orang, kadang kala kita harus menantang takdir demi mendapat apa yang kita mau."

Shaka menggeleng. "Bukan begitu cara kerja yang aku percaya, tapi terimakasih banyak atas tawarannya. Aku akan meminta bantuanmu jika aku sudah tidak percaya akan takdir."

Shaka meninggalkan Lea yang hanya bisa terdiam mendengar jawaban keras kepala darinya. Entah bagaimana jalan pikiran Shaka, Lea cukup kesulitan untuk memahaminya, padahal kalau memang Shaka mau, jangankan sekedar informasi tentang pujaan hatinya. Keberadaannya atau bahkan mendatangkan orang itu ke hadapan Shaka juga akan Lea usahakan demi kebahagiaan temannya. Iya teman, Shaka dan Lea sudah berteman kan sekarang?

•••

Shaka hanya bisa diam menyimak perbincangan diantara kedua orangtua Lea, Kakek Lea, serta Lea yang kadang ikut masuk ke dalam obrolan tentang bisnis yang sedang mereka bicarakan. Saat ini Shaka merasa dia salah tempat, kenapa tadi sore dia mau saja ikut makan malam bersama kedua orangtua Lea ya? Ternyata makan malam yang dia kira makan malam biasa ini juga dihadiri oleh Arkeen Sachar. Astaga, Shaka merasa di prank oleh Lea. Sekarang dia merasa semakin asing saat berada diantara orang-orang yang asyik membicarakan tentang bisnis ini.

"Großvater, fühlt man sich nicht vernachlässigt, wenn man ein bisschen unhöflich ist?" Kata Lea yang menyadari raut wajah muak dari Shaka.
[Kakek, bukannya sedikit kurang sopan membuat seseorang merasa terabaikan?]

"Meine Güte, es tut mir leid, Shakala. Wir sind es gewohnt zu essen, während wir über geschäftliche Angelegenheiten sprechen, tut mir leid, wenn Sie sich ausgeschlossen fühlen."
Kata Mr.Arkeen.
[Astaga, maafkan saya Shakala. Kami terbiasa makan sembari membicarakan perihal bisnis, maaf jika kamu merasa diabaikan]

"Es ist in Ordnung, Herr Arkeen."
[Tidak apa-apa, Tuan Arkeen]

"Und Shakala, du nennst mich einfach Opa, wie Eleanor mich genannt hat."
[Dan Shakala, kamu panggil saya kakek saja seperti Eleanor memanggil saya]

"Aber Herr Arkeen,"
[Tapi Tuan Arkeen]

"Ist meine Bitte so schwierig, dass es Ihnen etwas ausmacht, mich Opa zu nennen?"
[Apakah permintaanku sangat sulit sehingga kamu seperti keberatan untuk memanggilku kakek?]

"Natürlich nicht Sir, ich meine Opa.."
[Tentu tidak Tuan, maksud saya kakek]

"Ah das klingt besser." Kata Mr.Arkeen yang hanya dibalas dengan senyum oleh Shaka. "Eleanor behandelt dich gut, oder?"
[Ah itu terdengar lebih baik] [Eleanor memperlakukanmu dengan baik kan?]

"Ich werde auch nicht gemein zu ihr sein, das weiß Opa." Kata Lea dengan nada kesal karena kakeknya terus menerus merasa khawatir dia akan memperlakukan Shaka dengan buruk.
[Aku juga tidak akan jahat kepadanya, kakek tahu itu]

"Richtig, aber Opa hat nur dafür gesorgt, dass Opas Gäste von dir gut behandelt werden. Nicht falsch oder?" Balas Mr.Arkeen tidak mau kalah dari cucunya.
[Benar, tapi kakek hanya memastikan tamu kakek diperlakukan dengan baik olehmu. Tidak salah kan?]

"Aber Großvater fragte das immer wieder, als würde ich Shakala etwas Böses antun."
[Tapi kakek terus menanyakan hal itu seolah aku akan berbuat jahat kepada Shakala]

"Vater, Eleonore. Könnt ihr jetzt nicht aufhören zu streiten? Wir wollen in Ruhe essen," Kata Maxim (ayah Lea) yang sudah hafal dengan kebiasaan ayah beserta putrinya yang memiliki hobi berdebat saat mereka bertemu.
[Ayah, Eleanor. Tidak bisakah kalian berhenti berdebat untuk sekarang ini? Kami ingin makan dengan tenang]

"Okay, lass uns zuerst das Abendessen beenden."
[Baiklah, mari kita selesaikan makan malamnya dulu]

:•::•:

Kalian lebih suka part yang panjang sekalian, atau part yang paling kisaran 1000++ kata?

Kalo gaada yg komen Shaka saya jadiin sadgirl 😇

Continue Reading

You'll Also Like

506K 37.9K 44
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
685K 20K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
394K 27.9K 26
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...
1.8M 195K 52
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...