GaReNdra (SELESAI)

By TintaBiru26

461K 45K 8.2K

Katanya, anak sulung bahunya harus kuat. Katanya, anak bungsu harus jadi penutup yang berbakat. Lantas, anak... More

1. awal
2. Tokoh
3. tak berpihak
4. Gara-gara Gara
5. Hargai aku
6. Tidak tahu terimakasih
7. Tolong mengerti
8. Nyebelin
9. Sakit
10. Tolong aku mama
11. Periksa
12. Benar atau bohong?
13. Lihat aku disini
14. Hasil lab?
15. Teman baru
16. berubah?
17. Pingsan?
18. teror
19. salah aku?
20. Kemoterapi atau Radioterapi?
21. Bolehkah aku iri?
22. Jangan Sakit
23. Sakit sendiri
24. bukan salahku
25. Pertolongan
26. Di rawat?
27. Pulang
28. Kemoterapi
29. efek kemo
30. Apa ini?
31. Ancaman?
32. Ternyata...
33. Mama, Revano disini
34. Aneh
35. Aku lelah
36. Info
36. terasa nyata
37. Bingung.
38. Papa Jahat
39. Terbongkar?
40. Putus
42. pengorbanan
43. Anak tengah
44. UGD
45. Stuck
45. Janggal
46. Perubahan
47. Siapa?
48. Sandera
Help me
49. Dimana?
50. Saudara
51. Tau sesuatu?
52. Hanya melanjutkan
53. Ngaret
53. Kecewa
53. Terungkap
54. Antara hidup dan mati
55. Mati otak
56. Mati
.....
tak berjudul
57. 2 pangeran tidur
Spesial chapter | 1
Baca dulu yukk

41. Nyata-nya.

8.3K 996 344
By TintaBiru26

Jantung Laskar di buat jungkir balik saat ia menemukan Revano tidak sadarkan diri di toilet rumah sakit.

Niat hati, ingin menenangkan diri, Laskar malah di timpa hal tak terduga.

Saat ini, Laskar tengah menatap tubuh Revano yang terbaring di atas brankar rumah sakit, punggung tangannya terpasang selang infusan, jangan lupa kan selang kecil yang memadati hidung bangirnya. Menambah rasa tak menyangka di dalam diri Laskar.

Ia menggeleng pelan, sungguh ini di luar dugaannya. Laskar meremas sebuah kertas berlogo rumah sakit. Itu hasil pemeriksaan Revano, yang diam-diam Laskar ajukan.

Kanker hati stadium 4.

Mata Laskar memanas, teringat saat dokter memberikan kabar buruk itu. Sungguh, rasanya tubuh Laskar seperti melayang. Lemas sekali. Di tambah hatinya yang sedari tadi berdenyut nyeri. Membayangkan bagaimana anaknya selama ini berjuang sendirian.

"Re--vano..." lirihnya, kakinya melangkah, menghampiri brankar.

Ia tatap wajah anaknya yang begitu pucat. Satu hal yang baru ia sadari, wajah anaknya begitu tirus jika di perhatikan dari jarak dekat seperti ini. Tulang pipinya begitu terlihat. Makhluk ganas itu sudah menggerogoti tubuh anaknya separah itu.

Laskar tidak menyangka, tubuh anaknya di sarangi mahkluk ganas berupa kanker. Hey, Kanker hati, penyakit paling mematikan nomor 2 di Indonesia. Kini bersarang dengan baik di tubuh anaknya.

Kepala Laskar kembali menggeleng, bibirnya bergetar, matanya memanas. Ia usap lembut puncak kepala anaknya yang masih terpejam itu.

"Kenapa tidak jujur? Kenapa kamu menyembunyikan ini Revano?" lirihnya dengan suara bergetar. Sungguh, jika ini mimpi tolong siapapun itu bangunkan dirinya.

Pantas anaknya itu sering demam tiba-tiba, pantas anaknya itu sering mengurung diri di kamar. Ternyata ini penyebabnya?

"Maafkan papa Revano." lirihnya lagi, rasa bersalah tiba-tiba saja menyeruak di dalam hati Laskar. Air mata mengalir begitu saja membasahi pipinya. Sungguh ini begitu menyesakkan.

***** 

Nilam di buat berdecak berkali-kali, sudah sedari tadi ia menghubungi Laskar. Namun suaminya itu tak juga mengangkat teleponnya. Kemana suami nya itu?

"Mah, gimana? Apa papa udah bisa di hubungi?"

Nilam menggeleng menanggapi ucapan Gara. Padahal ia menghubungi Laskar hanya untuk memberitahu bahwa Andra sudah di perbolehkan pulang.

"Gimana caranya kita pulang kalau kayak gini?"

Drttt...

Nilam buru-buru mengecek ponselnya. Siapa tau itu panggilan dari Laskar. Dan benar saja, Laskar menghubunginya balik.

'Halo.' suara dari seberang sana menginterupsi gendang telinga Nilam. Nilam mengernyitkan dahi, suara Laskar serak seperti habis menangis. Ada apa dengan suaminya itu?

"Mas? Kamu baik-baik saja?"

'Saya baik Nilam.'

"Syukurlah, maaf kalau aku ganggu kamu. Andra sudah di perbolehkan pulang. Kamu bisa jemput?"

'Saya sedang ada urusan yang tidak bisa saya tinggalkan Nilam.'

"Sebentar saja mas, habis it---"

'Sudah saya bilang di awal, saya tidak bisa meninggalkan urusan saya Nilam.'

"Kenapa selalu begini sih mas? Kenapa kamu selalu begini di saat Andra sedang butuh sosok kamu? Beda banget sama Gara, kamu akan gerak cepat kalo udah nyangkut soal Gara. Andra juga anak kamu mas."

'Ck, Nilam saya tidak mau ribut. Kepala saya pusing.'

"Kamu sayang Andra gak sih sebenarnya?"

'Nilam cukup. Saya sedang ada urusan yang benar-benar tidak bisa saya tinggalkan bukan berarti saya tidak sayang. Demi tuhan, saya sayang sama Andra.'

Nilam tidak menyahut.

'Kalau begitu saya tutup. Saya janji akan usahakan pulang cepat.'

Tut.

"Mas?"

Nilam kembali berdecak. Suaminya itu benar-benar keterlaluan. Mementingkan hal lain di banding anak sendiri.

"Mah?"

"Kita pulang naik taxi saja ya sayang?"

"Papa?"

"Papa bilang papa sedang ada urusan, gakpapa kan kita pulang naik taxi?"

Andra mengangguk. Sementara disisi lain, Laskar hanya dapat menghela nafas. Mana bisa ia meninggalkan Revano dalam keadaan seperti ini?

Bukannya pilih kasih, kalau bukan dirinya siapa lagi yang mau nunggu Revano? Nilam? Ia yakin, wanita itu tidak mau terlebih Andra baru saja tumbang.

"Maafkan papa Andra."

"Eungh..." suara lenguhan mampu membuat atensi Laskar beralih sepenuhnya.

"Revano?" buru-buru ia kembali mendekati ranjang. Ia tatap mata Revano yang terbuka perlahan.

"Sshh..."

Laskar ikut di buat meringis kala anaknya meringis. Pasti rasanya sakit sekali.

"P-pap-pa..."

Hati Laskar benar-benar sakit mendengar suara lirihan di barengi rintihan anaknya.

"A-apa yang terjadi?" tanya anaknya. Laskar terdiam beberapa detik setelahnya mengeluarkan suara.

"Kamu pingsan di toilet tadi."

Revano ingat, setelah berbicara dengan Ellina ia berlari kencang ke arah toilet. Karena saat itu, perutnya seperti di remas, lalu di kocok-kocok. Tidak enak sekali. Namun apa daya, baru saja ia menapaki toilet, kepalanya berdenyut nyeri, dan itu cukup lama sampai akhirnya ia tumbang.

"Pah?"

Revano menggelengkan kepalanya, apa papanya itu tahu sesuatu?

"Kanker hati stadium 4."

Deg.

Mata Revano melebar. Hatinya sedikit mencelos. Apa Laskar benar-benar sudah mengetahuinya?

"M-maksud papa?"

"Di vonis dokter hanya memiliki waktu kurang lebih 6 bulan. Papa benar kan?"

Revano terpaku. Ia menatap Laskar dengan tatapan takut.

"Kenapa? Kenapa kamu tidak jujur Revano? Kenapa kamu menyembunyikan hal ini?"

Kepala Revano tertunduk,.dalam hati merutuki diri sendiri. Revano bodoh, kenapa harus sampai ketahuan?

"Jawab papa Revano, kenapa kamu sembunyikan ini? Kenapa gak jujur?"

"Revano takut."

Kali ini Laskar yang terdiam, ia membiarkan Revano bersuara.

"Revano takut buat jujur sama papa, Revano takut merepotkan. Hidup Revano sudah menjadi beban untuk papa maupun mama. Revano takut untuk jujur, karena Revano takut hal ini menambah beban kalian."

Laskar di buat terdiam, anaknya berfikir sampai kesana? Kenapa rasanya sakit sekali? Seperti ada sayatan panjang di hatinya.

"Bukankah sudah cukup selama ini Revano menjadi beban?"

"Kenapa? Kenapa kamu harus berfikir sampai kesana Revano?" suara Laskar bergetar.

"Saya papa kamu, saya berhak tau tentang kesehatan kamu Revano."

"Untuk apa?"

"Karena papa peduli."

Revano tersenyum getir. "Bukannya papa sendiri yang bilang, kalau papa enggak akan lagi peduli sekali pun Revano kritis lalu mati? Seharusnya memang seperti itu kan pah?"

Laskar terdiam, ia ingat dengan perkataannya waktu itu. Kenapa, semua ini seolah-olah menjadi Boomerang buat dirinya sendiri.

"Ini sebabnya Revano menghabiskan uang pah. Bukan untuk foya-foya, minum alkohol lalu nge-club seperti yang papa bilang. Karena nyatanya, uang yang papa kasih ke Revano habis untuk berobat."

"Tapi sekarang gimana caranya Revano berobat kalau papa aja mencabut uang jajan Revano? Revano ingin sembuh pah." Mata Revano memanas, pun juga Laskar.

"Revano gak mau mati, Revano takut mati."

Laskar segera membawa tubuh Revano untuk di dekatnya dengan erat.

"Maaf, maafkan papa Revano. Papa benar-benar tidak tahu. Maaf sudah menuduh kamu yang enggak-enggak."

Air mata Revano mengalir begitu saja, tubuhnya bergetar hebat di dalam dekapan Laskar.

"Mulai sekarang, papa akan kasih uang jajan kamu lebih dari yang kemarin. Dan soal pengobatan, biar papa yang tanggung. Kamu mau kan? Kita berjuang sama-sama ya?"

Sungguh, ini benar-benar menyakitkan. Ia tidak menyangka harus berada di posisi seperti ini.

"Maafin Revano pah hiks, Revano gak jujur sama papa hiks."

Laskar menggeleng, ia menaruh dagunya di atas puncak kepala Revano. Tangannya mengelus punggung Revano lembut.

"Mulai sekarang, papa yang akan temani kamu. Mulai sekarang, gak ada lagi yang di sembunyikan. Bilang sakit kalo kamu sakit, jangan di pendam nak."

Revano terdiam, matanya memejam, berusaha menikmati dekapan Laskar yang sudah lama ia rindukan. Ah, ternyata masih sama hangatnya seperti waktu itu.

"Maafkan papa yang terlambat mengetahui ini nak, maafkan papa."

Laskar mengecupi puncak kepala Revano. Air matanya mengalir tanpa sepengetahuan Revano.

*****

Setelah acara dramatis tadi, saat ini Laskar di buat terkejut dengan Revano yang tiba-tiba saja memuntahkan isi perutnya.

"Huek...huek..."

Laskar mencelos, sudah hampir 10 menit Revano seperti ini. Namun tidak ada yang keluar selain cairan bening berlendir.

Laskar yang di buatnya saja terasa lemas apalagi dengan Revano yang merasakannya?

Tes.

Satu tetes air mata membasahi pipi Laskar, buru-buru Laskar menghapusnya. Ia mendongkak, menatap langit-langit ruang rawat Revano. Matanya mengerejap pelan, berusaha menghalau air mata agar tidak lolos lagi.

"P-papa maaf."

Laskar kembali menatap Revano, tangannya terangkat, membersihkan sisa lendir di mulut Revano tanpa rasa jijik. Laskar menggigit bibir bawahnya.

"Papa yang seharusnya minta maaf nak."

"Kalau papa tidak kuat mengurusi Revano. Papa bisa pergi dari sekarang pah. Revano gak papa, anggap aja hari ini tidak pernah terjadi. Bersikap seperti biasa aja pah."

Bagaimana bisa Revano berbicara seperti itu? Sedangkan disini Laskar di buat merasa bersalah di hantui rasa menyesal. Bagaimana bisa ia meninggalkan anaknya sendirian?

"Papa janji papa tidak akan meninggalkan kamu Revano. Sudah papa bilang, kita berjuang bareng-bareng ya?"

"Revano gak maksa papa buat melakukan seperti ini. Kalau nanti papah udah jera, gakpapa papa tinggalin Revano."

Laskar kembali memeluk tubuh ringkih anaknya. Ia menggeleng pelan.

"Sampai kapan pun, papa tidak akan pernah meninggalkan kamu Revano."

'Biarkan papa menebus semua kesalahan papa sama kamu Revano. Bertahan sebentar ya?'

*****

"Papa belum pulang?" tanya Andra kepada Nilam. Jam kini sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun baik Laskar maupun Revano tidak ada tanda-tanda keduanya untuk pulang.

"Belum sayang, kenapa? Kamu butuh sesuatu?"

Andra menggeleng. "Aku ingin tidur sama papa."

"Ah?"

Nilam menatap Andra, tak biasanya anak bungsunya itu seperti ini.

"Tunggu sebentar lagi ya? Sekarang, kamu masuk kamar, tidur duluan, ini udah malam kamu perlu istirahat. Nanti kalau papa pulang, mama suruh papa untuk temani kamu tidur heum?"

Andra membalikkan badannya, bukannya melangkah ke kamarnya, laki-laki itu justru menduduki sofa, membiarkan punggungnya bersandar pada sofa.

"Ndra?"

"Andra tunggu papa disini aja."

"Disini dingin, ayok masuk kamar."

Andra menggelengkan kepalanya. Ia kekeuh ingin menunggui Laskar.

"Tapi---"

"Mah, biarin aja. Kalau mama udah ngantuk, mama ke kamar duluan aja. Biar Gara yang temenin Andra disini."  ucap Gara, lelaki itu datang seraya membawa selimut setelahnya menyelimuti tubuh Andra.

Nilam menghela nafas, "Mama juga disini, kita tunggu papa bareng-bareng ya?"

*****

Laskar menyesal telah menuruti perkataan Revano. Seharusnya ia turuti saja perkataan dokter untuk tetap membiarkan Revano di rawat sampai besok karena kondisi Revano masih lemah.

Terbukti, saat ini anak itu tengah menggigil di kursi penumpang. Ya, saat ini keduanya sedang berada di jalan pulang.

"Ya Tuhan, panas sekali." gumam Laskar setelah mengecek suhu badan Revano.

"Apa setiap malam seperti ini?" tanyanya dalam hati.

"Agrrhhh, Laskar bodoh." ucapnya kesal, ia meraup wajahnya dengan satu tangan. Sementara satu tangannya yang lain sibuk menyetir.

Setelah menempuh jarak sekitar 20 menitan, akhirnya mobil Laskar terhenti tepat di pekarangan rumahnya. Ia menatap Revano yang tengah tertidur pulas dengan kerutan halus di dahinya, mulutnya sedikit terbuka.

Ia jadi tidak tega membangunkannya, maka dari itu, Laskar keluar, lalu memutari mobilnya membuka pintu penumpang. Lalu memposisikan Revano di dalam gendongannya. Iya, Laskar memutuskan untuk menggendong Laskar di punggungnya.

Perlahan-lahan ia mengeluarkan tubuh Revano, berhati-hati agar Revano tidak terbangun.

Setelah memastikan Revano aman di punggungnya, Laskar melangkahkan kakinya, memasuki rumah.

Cklek.

"PAPA!"

Laskar terkejut, tapi yang paling terkejut saat ini adalah Revano. Lelaki itu membuka matanya tanpa aba-aba.

"Pah..." lirihnya.

"Syuutt, tidur lagi ya? Bentar lagi sampai kamar."

"Bisa-bisanya papa pergi berduaan dengan Revano sementara disini Andra sedari tadi menunggu papa sampai ketiduran." kesal Gara, ia melirik sinis ke arah Revano yang tengah merubah posisi kepalanya di bahu Laskar.

"Adeknya sakit dan butuh banget sosok ayahnya, lo malah dengan gak tau dirinya mengambil posisi itu, seolah hanya lo satu-satunya anak papa."

"GARA!" sentak Laskar.

"Jadi ini alasan kamu tidak bisa menjemput Andra anak kamu sendiri di rumah sakit? Ini hal penting yang gak bisa kamu tinggalin? Kamu benar-benar keterlaluan mas."

"I-ini bukan salah pap-pa mah...i-ini salah Revan-no." ucapnya lemah.

"Heuh, setelah merebut papa lo juga pandai akting ya? Kenapa pa? Pura-pura sakit ya? Lemah banget tuh suara."

"Adik kamu memang sa---"

"Pah, ayok ke kamar. Revano ingin tidur ngantuk." ucap Revano, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Hah, turun lo. Lo masih punya kaki kan?"

Gara menarik Revano sekali hentakan, hingga Laskar tidak dapat menyeimbangkan. Alhasil, tubuh Revano terjerembab membentur lantai.

"GARA!" sentak Laskar, matanya berkilat marah.

"Apa? Papa udah mulai berani bentak aku? Apa aja yang dia omongin sama papa? Mengaku sakit keras? Atau mengaku kalau umurnya gak lama lagi?"

Laskar menatap Gara intens. "Hentikan Gara. Kamu tidak tahu apa-apa."

"Pah, udah. Ayok Antar Revano ke kamar." ucap Revano, ia tidak mau ada keributan, terlebih saat ia melihat Andra tengah tertidur pulas sekali. Agaknya, adiknya itu baru saja tertidur.

"Kenapa gak mati sekalian?"

Deg!

Plak!

"MAS!"











Bersambung......







Gak tau dah ngetik apaan aku ini🙈

Masih nyambung gak sih?

Lama banget endingnya elah🥺

Udah gak kuat lihat Revano🥺

Continue Reading

You'll Also Like

GAVIN By Agusgirl

Teen Fiction

251K 17.3K 27
"Pah, Gavin hanya ingin papa peluk Gavin disaat terakhir Gavin" "Paru paru Gavin sakit papa, tapi hati Gavin jauh lebih sakit" "Gavin hanya ingin pa...
1.7M 62.5K 40
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
3K 360 50
(Cerita ini menceritakan tentang keluarga) °°🦋🦋🦋°° "Ayah kita itu tegas tapi, penyayang. Jika kita bertiga sakit, pasti ayah yang sangat pusing. T...
25.9K 1.9K 40
Awal tanpa akhir, Kisah kita yang telah sama sama dimulai namun tak bisa diakhiri. "Terus saja bunuh aku, hingga hanya tinggal raga yang bersisa didu...