GaReNdra (SELESAI)

By TintaBiru26

465K 45.2K 8.2K

Katanya, anak sulung bahunya harus kuat. Katanya, anak bungsu harus jadi penutup yang berbakat. Lantas, anak... More

1. awal
2. Tokoh
3. tak berpihak
4. Gara-gara Gara
5. Hargai aku
6. Tidak tahu terimakasih
7. Tolong mengerti
8. Nyebelin
9. Sakit
10. Tolong aku mama
11. Periksa
12. Benar atau bohong?
13. Lihat aku disini
14. Hasil lab?
15. Teman baru
16. berubah?
17. Pingsan?
18. teror
19. salah aku?
20. Kemoterapi atau Radioterapi?
21. Bolehkah aku iri?
22. Jangan Sakit
23. Sakit sendiri
24. bukan salahku
25. Pertolongan
26. Di rawat?
27. Pulang
28. Kemoterapi
29. efek kemo
30. Apa ini?
31. Ancaman?
32. Ternyata...
34. Aneh
35. Aku lelah
36. Info
36. terasa nyata
37. Bingung.
38. Papa Jahat
39. Terbongkar?
40. Putus
41. Nyata-nya.
42. pengorbanan
43. Anak tengah
44. UGD
45. Stuck
45. Janggal
46. Perubahan
47. Siapa?
48. Sandera
Help me
49. Dimana?
50. Saudara
51. Tau sesuatu?
52. Hanya melanjutkan
53. Ngaret
53. Kecewa
53. Terungkap
54. Antara hidup dan mati
55. Mati otak
56. Mati
.....
tak berjudul
57. 2 pangeran tidur
Spesial chapter | 1
Baca dulu yukk

33. Mama, Revano disini

6.1K 710 51
By TintaBiru26

Andra yang tengah tengkurap di atas ranjangnya seraya bermain ponsel itu segera beranjak saat indera penciuman nya mencium wangi khas dari mie instan.

Ia segera melangkahkan kakinya keluar kamar, menuruni satu persatu anak tangga. Menghampiri ke mana arah wangi mie itu.

"Aish, laper." lirihnya seraya mengusap perutnya yang mulai keroncongan.

Langkah Andra terhenti saat melihat atensi Revano tengah menuang mie  kedalam mangkuk.

-----

Revano membawa satu mangkuk mie itu ke arah meja makan, lalu setelahnya mendudukkan dirinya di salah satu kursi.

Revano menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba menghirup aroma mie instan. Kedua ujung bibir Revano melengkung membentuk senyuman.

Setiap hari inilah makanannya, walau tahu itu tak baik untuk kesehatan tubuhnya tapi mau bagaimana lagi? Lagian baik Nilam maupun Laskar tidak melarangnya bukan? Jadi, selama Nilam dan Laskar tidak melarang ia akan lakukan itu.

Tangan Revano meraih sendok dan garpu yang berada di atas mie, lalu menyendok mie itu dengan bantuan garpu. Baru saja hendak menyuap, seseorang datang langsung merebut sendok yang berada di dalam genggamannya. Lalu menarik mangkuk mie berisi mie itu untuk di jauhkan nya dari Revano.

"Andra?!" geram Revano tertahan.

"Kenapa lo ambil itu kan punya gua. Heh." Revano hendak merebut kembali, namun Andra segera mencegahnya.

"Guw-he law-per." sahut Andra dengan mulut berisi penuh mie.

"Ck, gua juga laper. Siniin gak? Lo kan gak boleh makan mie."

Lagi, Andra mencegah tangan Revano lalu setelahnya menjauhkan mangkuk itu dari jangkauan Revano.

"Sekali doang elah."

"Ya tapi kan---"

"Syuutt, Lo diem. Gua mau makan."

Revano menghela nafas.

"Kalau mama papa tahu lo bisa habis di marahin."

"Mama papa gak ada disini, mereka lagi pergi. Jadi mereka gak bakal tahu, kalau bukan lo yang kasih tahu."

"Serah lo deh Ndra. Kalau ada apa-apa gua gak mau ya di bawa-bawa. Ini lo yang mau."

"Enggak! Tenang aja itu."

Lagi, Revano kembali menghela nafas. Ia mengusap perutnya yang berbunyi. Sungguh, ia begitu lapar, dari kemarin sore ia belum makan.

"Ah, kenyang." gumam Andra seraya menaruh mangkuk yang isi nya sudah raib itu di atas meja.

"Perut lo bunyi, gak makan?" tanya Andra seraya menatap Revano yang tengah mengusap perutnya.

"Enggak, kan mie nya udah lo makan."

Trak!

Andra melempar sendok itu ke arah Revano. Beruntungnya tidak mengenai Revano.

"Bego, ya masak lagi lah."

"Masak apa? Masak angin? Stok mie nya cuma ada satu. Dan sekarang habis, di makan lo."

"Oh," Andra beranjak, mengambil air minum.

"Jangan minum, minuman dingin Ndra. Lo habis makan mie. Gua gak mau ya penyakit lo kambuh gara-gara makan mie dan minum, minuman dingin."

Andra hanya berdehem, namun tangannya membuka pintu kulkas, mencari sesuatu yang bisa dapat ia minum. Senyum Andra merekah sata indera penglihatan tertuju pada sebuah satu botol kopi. Ia mengambilnya.

Hey, tolong ingatkan Andra. Bahwa  Minuman kopi itu adalah musuh penyakitnya.

Glek.

Andra meneguk minuman dingin berbau khas kopi itu hingga setengahnya.

"Ah, seger."

Berbeda dengan Andra, Revano terlihat tengah meringis meremas perut bagian atasnya.

"Sshh...ah." Revano menggigit kuat bibir bawahnya, satu tangannya yang lain mencekal ujung meja dengan kuat. Mencoba menyalurkan rasa sakit yang ia rasa.

"Lo enak banget sih Re, mama papa ngebebasin lo makan mie. Tiap hari lo makan mie tapi baik mama maupun papa enggak pernah kelihatan memarahi lo. Gak kaya gua sama kak Gara selalu di marahi setiap kali gua dan kak Gara meminta di buatkan mie."

Revano tidak menjawab, tetapi ia mendengar. Kalau kalian ingin tahu, posisi keduanya saling membelakangi satu sama lain. Andra yang masih berdiri di depan kulkas serta Revano yang masih terduduk.

"Padahalkan mie gak bagus buat kesehatan. Tapi kok, lo masih sehat-sehat aja?"

Cekalan Revano pada ujung meja mulai mengendur saat mendengar ucapan Andra.

'Gua udah gak sehat Ndra, kalau lo mau tahu.'

"Padahal dari berita-berita yang gua baca, kebanyakan makan mie itu bisa memicu adanya Kanker. Lo gak takut kena kanker Re?"

Entah bagaimana, rasa sakit di tubuh Revano seketika menghilang di ganti dengan rasa tak menentu di dalam hatinya.

'Gua takut, tapi semua udah kejadian Ndra. Dan gua gak tau harus apa. Gua takut untuk jujur ke mama papa, gua takut kalian tahu. Gua takut Ndra. Gua takut.' 

"Re?" Andra membalikkan badan, menatap Revano yang ternyata tengah menunduk dalam.

"Bego, malah tidur." decak Andra sebal, setelahnya berlalu pergi tanpa membereskan bekas makannya. Tanpa Andra ketahui, Revano tengah memejamkan mata dengan tangan yang sesekali meremas perut atasnya.

'Gua gak mau mati.'

*****

"Jadi, bagaimana dengan perjodohan itu?" tanya Bagas. Saat ini, lelaki itu tengah berada di sebuah restauran bersama dengan Ayu, Laskar dan Nilam. Untuk membicarakan perjodohan antara Ellina dan Gara.

"Semuanya sudah saya siapkan, tinggal tunggu waktu yang pas untuk acara pengikatan." ucapan Laskar mampu membuat Nilam serta Ayu tersenyum.

"Untuk waktu, bagaimana kalau satu hari setelah anak kedua saya pulang?" usul Ayu.

"Ah, ya. Minggu depan, Samuel pulang. Bukan kan itu waktu yang pas?" tanya Bagas.

"Gimana menurut kamu mas?" tanya Nilam seraya mencekal lengan Laskar. Laskar meliriknya sekilas, setelahnya menarik perlahan tangannya.

"Aku sih ngikut aja. Bukan kah lebih cepat lebih bagus?"

"Iya, lebih cepat, lebih bagus. Jadi, deal, Minggu depan acaranya?"

"Deal." sahut Laskar, menanggapi ucapan Bagas.

"Tapi tunggu dulu, apa Ellina.serta Gara sudah setuju dengan perjodohan ini?"

"Kalau Gara, sudah pasti setuju. Bagaimana dengan Ellina?" tanya Laskar.

Bagas dan Ayu saling tatap. Jujur saja, mereka belum membicarakan ini kepada Ellina. Tapi, setelah melihat seberapa antusiasnya Ellina jika menyangkut hal Gara. Mereka yakin, Anaknya juga setuju.

"Ellina juga pasti setuju."

*****

Revano yang tengah terlelap itu terusik saat mendengar suara Gara yang berteriak memanggil nama Andra.

Perlahan tapi pasti, kelopak mata Revano terbuka, bibirnya meringis pelan. Ia bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk.

Tangannya meraup wajahnya sendiri yang terlihat pucat. Lelaki itu menghela nafas berkali-kali.

"ANDRA!"

Revano terkejut setelah mendengar Gara yang berteriak kembali. Dari nadanya, ini bukanlah pertanda baik. Dengan tubuh yang sedikit lemas, Revano berusaha berlari untuk menemui Gara yang Revano yakini ada di ruangan sebelah. Lebih tepatnya di kamar Andra.

"Ga, kena---" Revano menghentikan ucapannya tepat di ambang pintu kamar Andra. Dapat Revano lihat, disana Gara tengah memeluk tubuh Andra yang tengah meringkuk kesakitan.

"Ndra, tarik nafas pelan-pelan Ndra. Ikuti gua tarik nafas pelan-pelan." ucap Gara, lelaki itu tidak karuan. Ia begitu terkejut saat melihat sang adik tengah tergeletak dengan merintih seraya memukuli dadanya.

"Andra ikuti gue, tarik nafas pelan-pelan." ucap Gara lagi karena Andra tidak juga mengikuti nya, lelaki itu lebih fokus terhadap rasa sakitnya.

"Andra." pekik Revano, ia segera melangkah, menghampiri keduanya.

"Re, Revano tolong gua. " ucap Gara, menggebu.

"S-sakith heu hah hah, sa-kit hiks."

"Apa yang terjadi Ga?"

"Gua gak tau, tadi waktu gua buka pintu kamarnya, Andra sudah ngegeletak Re." lirih Gara.

Revano menduduki dirinya di sisi ranjang, ia meraih kedua tangan Andra, lalu mengusapnya pelan.

"Ndra, hey. Ndra, lihat gua."

Mata Andra bergerak pelan, berusaha menatap Revano dengan tatapan sayu. Mata Andra mengerejat pelan.

"Tarik nafas pelan-pelan heum? Ayo ikuti gua." Revano menarik nafasnya, Andra berusaha mengikuti, namun bukannya mengikuti Revano untuk menarik nafas, lelaki itu malah merintih kencang.

"Aggrrhh..."

"Hey, bukan gitu Ndra. Tahan heum? Ikuti gua sekali lagi, mungkin rada sakit, tapi bismillah sakitnya cuma sebentar. Ayo Ndra."

Kepala Andra menggeleng lemah, dadanya terlihat naik turun.

"Engh-gah.. bisa-ah. Sa-kith." air mata Andra turun dari kedua ujung matanya.

"Sekali aja, ikuti gua ya?"

Revano Kembali menarik nafas, Andra mencobanya.

"Buang pelan-pelan Ndra."

"Hah.."

"Lagi Ndra."

Andra berulangkali menarik nafas lalu membuangnya perlahan dengan bimbingan Revano.

"Sakit, hiks."

"Obat lo dimana?" tanya Gara sedikit sarkas. Bukan, lelaki itu tidak sarkas, hanya saja lelaki itu sedang ketakutan. Andra menggeleng pelan.

"Maksud lo?"

"H-ha-bis."

"Sejak kapan?"

"K-kemarin."

"Sialan! Kenapa lo gak bilang. Lo ta---"

Revano mencekal lengan Gara setelahnya menggeleng pelan. Ini bukan waktunya untuk marah-marah.

"Sebentar," Revano berlalu, sedikit berlari, membuka pintu kamarnya kasar lalu mengobrak-abrik laci nakasnya, mengambil sesuatu. Setelahnya kembali ke kamar Andra.

"Gua masih ada stok obatnya, lo minum sekarang ya? Sebentar, gua ambil minum." ucap Revano seraya menaruh satu kantung plastik kecil di atas nakas, lalu setelahnya kembali keluar kamar mengambil air hangat untuk Andra. Tidak lama, Revano kembali.

"Ndra, ini minumnya." ucap Revano sedikit ngos-ngosan. Bayangkan ia berlari menuruni satu persatu anak tangga ke arah dapur, lalu berlari lagi dari dapur ke kamar Andra.

Glek.

Andra meneguk minum itu, membiarkan beberapa pil-pil obat itu masuk kedalam tubuhnya.

Revano dan Gara dapat bernafas lega saat melihat keadaan Andra yang mulai membaik.

"Kenapa bisa kambuh, apa yang lo lakuin sebelumnya?" tanya Gara, ia sudah memindahkan dan membenarkan posisi Andra.

"Atau, apa yang lo makan sebelumnya? Tadi di dapur, gua lihat ada bekas mangkuk mie. Itu bekas siapa?" Gara menatap kedua adiknya secara bergantian.

"Itu punya---"

"Revano." jawab Andra cepat.

"Tadi gua lihat dia masak mie,"

"Benar Revano?" tanya Gara seraya menatap Revano. Revano hanya manggut-manggut. Andra tidak salah, tadi ia benar-benar memasak mie bukan?

Huft!

Gara menghela nafas lega.

"Syukurlah, gua kira itu bekas lo."

"Enggak lah, gak mungkin gua makan, makanan yang bertentangan dengan penyakit gua."

"Pintar," Gara menepuk puncak kepala Andra.

"Kalau kopi? Itu bekas siapa?"

"Maksud lo?" tanya Revano. Matanya menatap Andra yang tengah menatapnya takut-takut.

"Tadi gua lihat ada bekas minuman kopi botol di tong sampah. Apa itu juga punya Lo? Ah, enggak, lo gak suka kopi. Lalu---" Gara menggantungkan ucapannya, setelahnya ia menatap Andra dengan mata yang melebar.

"Gak mungkin itu lo kan?"

"Udah gua bilang tadi, Lo gak boleh minum kopi tapi kenapa lo minum juga?"

"Ndra?"

"Sorry," lirih Andra, ia menatap kedua kakaknya secara bergantian.

"Ck," decak Gara. Pantas saja Andra kambuh tiba-tiba.

"Bego." gumam Gara pelan.

"Siapa yang Bego?"

Ketiga pemuda yang usia hanya selisih satu tahun itu segera menoleh ke ambang pintu. Di sana, Nilam datang bersama Laskar.

"Ya Tuhan anakku," Nilam segera melangkahkan kakinya cepat, menggeser Revano hanya untuk meraih kedua tangan Andra.

"Sayang kamu kenapa heum?" tanya Nilam sarat dengan ke-khawatiran.

"Andra tidak apa-apa ma," lirih Andra pelan.

"Suara mu lemah sekali," Nilam mengelus pipi Andra penuh dengan kelembutan.

"Wajah kamu juga pucat sekali, maafin mama yang terlalu lama meninggalkan kamu ya sayang?" ucap Nilam, Andra menggeleng.

"Tidak apa-apa ma." Andra menatap mata Nilam yang terlihat berkaca-kaca.

"Ada apa dengan adik kamu Gara?" tanya Laskar pelan seraya merangkul pundak Gara. Gara menggeleng.

"Tadi Andra sempat kambuh, tapi sekarang sudah tidak apa-apa."

"Syukurlah. Tapi, kamu kelihatan lelah, ayok kita ke kamar? Biarkan adik mu istirahat."

Gara mengangguk.

"Andra, sayang. Papa antar kakak kamu dulu ya? Dia kelihatan lelah sekali. Kamu disini istirahat sama mama heum?"

Andra manggut-manggut. Setelahnya memejamkan mata saat Laskar mencium keningnya.

"Cepat sembuh." ucap Laskar, setelahnya membawa Gara keluar kamar Andra.

Revano hanya terdiam, menatap kepergian Laskar dan Gara. Apa papa nya tidak melihat dirinya disini?

"Sekarang, apa yang sakit nak?" tanya Nilam. Berhasil membuat mengalihkan perhatian Revano. Revano menatap Nilam yang tengah mengusap puncak kepala Andra.

Bibir Revano menipis, mencoba berusaha menahan diri untuk tidak berteriak 'Mama, Revano juga mau di usap-usap seperti itu.' 

"Di sini ma," Andra menarik tangan Nilam perlahan, mengarahkannya ke arah dada.

"Mama usap-usap ya? Mama tiupin juga." ucap Nilam, mengusap dada Andra perlahan seraya meniupinya pelan.

"Ah," rintih Revano tertahan, sialan ini waktunya ia meminum obat, pantas saja sedari tadi penyakit sialan itu berulah.

Tanpa sepengetahuan Nilam serta Andra, Revano melangkah perlahan, meninggalkan kamar Andra dengan satu tangan yang bertengger di perut atasnya.

"Aggrrhh...sakit." rintih Revano dalam hati. 

Revano sedikit cepat melangkahkan kakinya.

Bug.

Trek.

Tubuh Revano merosot begitu saja setelah berhasil mengunci pintunya dari dalam.

"AGRRHHH..." rintih Revano tertahan. Wajah itu memerah, urat-urat di ujung matanya begitu terlihat, bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat.

Perlahan tapi pasti, Revano merebahkan tubuhnya di lantai, ia menatap ranjangnya yang lumayan jauh dari jangkauan.

"Agh, mama sakit."



















Bersambung.......
















Alohaaaa🖐️

Revano kombek egen🥰

Ada yang kangen Revano gak?

Maafin yaa, aku baru bisa up. Kemarin ada sedikit masalah:)

Btw, gimana dengan chapter ini?

Masih nyambung kan guys?

Continue Reading

You'll Also Like

136K 10.9K 41
"Nasib manusia memang berbeda-beda, bagi sepasang kembar sekalipun. Takdir hidup mereka tidak sama." WARNING!!! Bukan BL/GAY!! HARAP JANGAN SALAH LAP...
6.3K 761 29
Aku hanya berharap aku dapat di perdulikan dan di sayang oleh keluargaku. Apa salahku? Dan kenapa keluarga aku memperlakukan aku seperti ini?. tidak...
10.2K 1.2K 8
Jungkook memang hanya tertarik pada laki-laki. Tapi jatuh cinta? Ia belum pernah. Sampai kakak perempuannya mengenalkan Jungkook pada Taehyung, kekas...
1.8K 366 2
Berprofesi sebagai seorang jurnalis, membuat Kirania Sakti Raffardan kerap memburu berita-berita sensasional. Ditambah rasa ingin tahunya yang besar...