Malam harinya orang suruhan Raka mengirimkan foto beserta informasi mengenai pemilik mobil warna merah yang mengantarkan Vita tadi siang.
Raka mengepalkan tangannya dengan wajah berubah dingin dengan seketika.
"Jadi pria itu bernama Boy, pemilik kafe Koala yang beberapa hari ini Vita kunjungi," geram Raka dengan tatapan tajam.
"Pasti karena dia, Vita tiba-tiba menginginkan mesin pembuat kopi," ujar Raka tampak murka.
"Nggak bisa dibiarin," ujar Raka dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Vita tidak boleh jatuh cinta kepada pria bernama Boy itu, ia tidak rela gadis cantik seperti Vita yang sudah ia rawat dari kecil bersama pria itu.
Bagaimanapun caranya ia akan memisahkan keduanya sebelum terlambat.
Janji Raka dengan sungguh-sungguh.
***
Keesokan paginya Vita tampak sangat ceria lantaran hari ini adalah hari pertamanya masuk kerja sebagai pelayan di kafe milik Boy.
Vita menyelesaikan sarapannya dengan cepat sebab papanya sudah melenggang meninggalkan dirinya.
"Pa tunggu!"
Raka menghentikan langkah kakinya diambang pintu. Pria itu membalikkan badannya menatap wajah cantik Vita.
"Kamu nggak boleh keluar rumah," ujar Raka dengan nada terdengar dingin.
Wajah Vita berubah seketika. Senyuman manisnya lenyap dengan cepat dan digantikan dengan kerutan di dahi.
"Maksud papa apa? Aku nggak ngerti," ujar Vita.
"Mulai hari ini papa nggak izinin kamu keluar rumah," ujar Raka tanpa perasaan.
"Tapi kenapa?"
"Kamu harus nurut apa kata papa," ujar Raka.
"Tapi pa.."
"Nggak ada tapi-tapian, keputusan papa udah bulat. Sebelum wisuda kamu nggak boleh keluar rumah," ujar Raka, dan setelah mengatakannya pria itu langsung masuk ke dalam mobil.
"Pa!"
Vita hendak mengejar papanya untuk meminta penjelasan. Namun tiba-tiba pintu ditutup oleh bibi lalu dikunci.
"Bi, aku mau keluar," ujar Vita menatap heran ke arah asisten rumah tangganya.
"Maaf non, bibi cuma melaksanakan perintah tuan," sahut wanita itu tak berdaya.
"Papa kenapa sih?"
Vita berlari menuju ke kamarnya dengan perasaan kesal setengah mati. Kenapa papanya tiba-tiba berubah dan menjadi seperti dulu lagi.
Vita sangat tidak menyukainya.
Tak berapa lama pesan dari Boy masuk. Pria itu sudah menunggu Vita di depan kampus seperti biasanya. Sejak setengah jam yang lalu.
Vita terkejut dan sekaligus bingung. Gadis itu berpikir keras, hingga akhirnya ia mendapatkan sebuah ide. Ia akan tetap pergi ke kafe Boy dengan cara menyelinap keluar secara diam-diam dari rumah ini.
Dan supaya Boy tidak cemas, Vita mulai membalas pesan dari Boy supaya Boy tidak perlu menjemputnya, ia akan datang telat karena ia sedang sakit perut.
Setelah mendapat pesan balasan dari Vita, Boy akhirnya pergi ke kafe seorang diri. Ia tampak kecewa karena tidak bisa semobil dengan Vita. Tapi mau bagaimana lagi. Gadis itu sedang sakit perut saat ini.
Orang suruhan Raka diam-diam mengikuti mobil Boy dari belakang.
Entah bagaimana caranya tiba-tiba Vita datang ke kafe setengah jam kemudian. Gadis itu tampak segar dan ceria.
Vita menyapa pelayan di kafe Boy dengan ramah.
"Maaf ya kak, tadi pagi perutku sakit banget," ujar Vita setelah berada di depan Boy.
"Nggak pa-pa," sahut Boy seraya mengacak rambut Vita dengan gemas.
Dan hal itu tidak lepas dari pantauan orang suruhan Raka yang sudah duduk di salah satu meja. Pria itu sudah merekam kejadian saat Boy mengacak rambut Vita.
"Sekarang kamu ganti baju dulu."
"Iya kak," sahut Vita dengan semangat.
Orang suruhan Raka mulai mengirimkan video tersebut kepada Raka.
Raka yang sedang memimpin rapat tiba-tiba menggeram marah. Semua karyawan terutama yang sedang presentasi di depan mulai menggigil ketakutan.
Brak!
"Kurang ajar!"
Sontak orang-orang yang ada di ruang rapat terkejut sekaligus semakin ketakutan.
"Kita tunda rapat hari ini," ujar Raka lalu pria itu pergi meninggalkan ruang rapat seraya melonggarkan dasi yang mencekik lehernya.
Semua karyawan yang ada di sana terdiam mematung. Mereka pikir mereka semua telah membuat kesalahan besar. Tapi ternyata amarah Raka tersulut bukan karena mereka. Bahkan yang sedang presentasi menghela nafas lega setelah kepergian Raka.
Setelah sampai tak lama kemudian Raka langsung masuk ke dalam kafe milik Boy, pandangannya mengedar dan menemukan Vita sedang melayani pelanggan di kafe tersebut.
Dengan langkah panjang Raka menghampiri gadis itu.
Grep!
Raka mencekal tangan Vita hingga sang empunya terkejut.
Vita mematung dengan nafas tercekat. Ia tak menyangka kalau papanya bisa ada di tempat ini.
"Ngapain kamu di sini?" geram Raka.
Boy yang sedang membuat kopi langsung menghampiri Vita dan Raka.
"Lepasin tangan dia," ujar Boy seraya mencengkram tangan Raka dengan kuat.
Raka mengalihkan pandangannya ke arah pemilik kafe tersebut dengan tatapan tajam.
"Harusnya kau yang melepaskan tanganmu," geram Raka semakin emosi.
"Kalau anda ada masalah dengan Vita, tolong jangan membuat keributan," ujar Boy tampak tak main-main seraya mencengkram tangan Raka semakin kuat.
"Ayo ikut aku!" seru Raka dengan nada yang terdengar dingin.
"Aku nggak mau," sahut Vita mencoba melepaskan tangan Raka. Gadis itu merasa tidak enak meninggalkan pekerjaannya.
"Ayo!"
Paksa Raka sedikit menarik tangan gadis itu.
"Saya mohon lepaskan tangan anda dari pacar saya," ujar Boy.
Vita terkejut karena ia tidak menyangka kalau Boy akan berkata seperti itu kepada papanya.
Seakan menulikan pendengarannya, Raka justru semakin kuat menarik tangan Vita agar keluar dari kafe ini.
"Aku mohon, biarin aku di sini," rengek Vita.
"Anda dengar, Vita nggak mau ikut dengan anda, jadi lepaskan tangan anda!" Boy sudah kehabisan kesabaran.
Pria itu lantas memukul pipi Raka dengan kuat hingga wajah Raka berpaling.
"Aaaaaaa!" teriak Vita saking syoknya.
"Papa!" teriak Vita lagi.
Deg.
Boy mematung.
"Papa nggak pa-pa?" tanya Vita yang merasa khawatir dengan pipi Raka yang baru saja ditonjok oleh Boy.
"Papa?" tanya Boy dengan ekspresi kebingungan.
"Ayo Vita, kita pulang, papa nggak mau kamu datang lagi ke kafe ini," ujar Raka dengan tatapan tajam menyorot ke arah Boy yang syok berat.
Vita dengan pasrah digandeng oleh Raka menuju ke arah mobil.
Sesampainya di rumah Raka langsung membawa Vita ke kamar gadis itu.
"Mulai hari ini kamu nggak boleh keluar kamar," ujar Raka.
"Nggak bisa gitu dong pa."
Vita tampak memelas seraya memegang tangan Raka. Raka justru melepaskan tangan Vita dari tangannya dengan kasar.
"Pa aku mohon jangan kurung aku di kamar," mohon Vita lagi.
"Kamu harus introspeksi diri," ujar Raka dengan tegas.
Pria itu menutup pintu kamar Vita lalu menguncinya.
"Pa, kita obrolin dulu baik-baik," ujar Vita seraya mengetuk pintu.
"Pa aku mohon!"
Sayangnya Raka sudah pergi ke kamarnya. Dan tak mendengar semua perkataan Vita. Lebih tepatnya pria itu tidak mau mendengarkannya.