Istri Pilihan Bunda | [TAMAT]

By pangeran_naga

373K 30.3K 1.6K

⚠️ Follow sebelum baca, tinggalkan jejak jari sebelum pergi. ⚠️ Judul awal : Aszlee Love Zahira Blurb: "Abang... More

Bagian 01
Bagian 02
Bagian 03
Bagian 04
Bagian 05
Bagian 06
Bagian 07
Bagian 08
Bagian 09
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 49
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57

Bagian 30

5.6K 442 11
By pangeran_naga

!!! SELAMAT MEMBACA !!!

[Aszlee Love Zahira]

Malam pun tiba, Aszlee benar-benar tidak pulang dari rumah sakit walaupun bajunya sudah basah karena keringat. Pria itu baru saja dari luar, ia membelikan makanan sehat menurut dirinya untuk sang istri tercinta. Begitu banyak makanan yang ia belikan untuk Zahira, membuat wanita itu menjadi heran.

"Abang ngapain beli makanan segini?"

"Buat kamu makan ..."

"Hehehe ..."

"Biar anak kita kenyang."

Zahira menghembuskan nafasnya dengan perlahan.

"Abang terlalu berlebihan. Buang-buang duit, mubajir."

Aszlee terdiam, wajahnya ia tekuk ke bawah. Perkataan Zahira itu ada benarnya, tapi bukan itulah yang ia harapkan. Pria itu hanya ingin istrinya bahagia, namun reaksi dari Zahira tidak sesuai ekspektasinya.

"Ya udah! Kalau kamu gak mau, biar abang aja yang makan."

"Aira bukan gak mau abang. Tapi ini kebanyakan."

"Iya, abang salah! Nanti abang yang makan semuanya biar kamu senang."

"Loh, kok jadi marah gini sih."

"Enggak."

Zahira mencoba untuk duduk, dengan cepat Aszlee langsung membantu istrinya itu.

"Aira gak bermaksud buat abang kecewa. Aira cuma gak mau abang buang-buang duit," ucapnya. "Kalau Aira mau lagi, Aira akan bilang sama abang."

"Tapi abang gak mau anak kita kelaparan."

"Dia gak akan kelaparan abang. Dia akan baik-baik aja."

Tiba-tiba saja Aszlee langsung beralih mendekatkan kepalanya pada perut datar Zahira.

"Sayang, anak ayah. Kalau kamu lapar, bilang sama ayah ya."

"Iya ...," sahut Zahira mengeluarkan suara kecil.

"Iiih, apaan sih sayang. Abang ngomong sama anak kita bukan sama kamu."

"Oke! Abang jangan marah lagi. Sini biar Aira makan."

"Tadi katanya kebanyakan."

"Kita makan berdua ya," ucap Zahira. "Abang suapin Aira. Aira suapin abang," wanita itu tersenyum manis menatap wajah suaminya.

Di saat mereka berdua sedang menyantap makanan. Terdengar suara pintu yang terbuka, ternyata yang datang menemui mereka adalah Hady dan Dara.

"Aira," ucap Dara tersenyum lebar. Wanita itu langsung memeluk adik iparnya tersebut.

"Waaah ... Bentar lagi jadi bapak nih," ucap Hady menggoda adik iparnya itu.

"Abang juga 'kan," timpal Aszlee. "Malah abang duluan yang akan jadi ayah."

"Aamiin ... Semoga kali ini lancar-lancar aja," ucap Hady.

Pria itu sangat berharga jika kehamilan Dara yang ketiga ini benar-benar selamat. Mengingat kehamilan sebelumnya wanita istrinya sering keguguran.

"Kakak sama abang mau makan," tawar Zahira.

"Kalian aja! Kami baru selesai makan di rumah bunda tadi," jawab Dara.

Aszlee dan Hady keluar dari ruangan. Membiarkan para istri mereka mengobrol di dalam sana.

"Gimana sama suami kamu?"

"Maksud kakak?"

"Ekspresi dia saat tau kamu hamil gimana?"

"Dia bahagia, kak. Bahkan abang sempat nangis."

"Terharu ya," ucap Dara.

"Iya, kak. Tapi dia ngeselin, langsung manja-manja gak jelas."

"Biarin aja ... Kamu tau, kakak seneng banget lihat As sekarang. Semenjak kejadian masa lalunya itu, dari situlah dia gak ada niat menikah, sampai ketemu kamu pun dia gak pernah pacaran lagi."

"Makanya kakak pikir dia itu sakit. Karena gak mau pacaran dan menikah."

"Semenjak sama Marisa itu?" tanya Zahira.

"Kamu kenal Marisa?"

"Enggak, kak! Tapi Aira udah tau semuanya cerita masa lalu abang."

"Kamu tau dari mana?"

"Langsung dari bunda sama abang."

"Berarti kamu tau tentang adek kakak satu lagi?"

"Tau ... Abangnya bang As 'kan."

Dara mengangguk pelan.

"Abang ada rencana bawa Aira liburan ke Italia, sekalian mau ketemu kembarannya."

"Serius Aira?"

Dara tidak percaya, bagaimana bisa Aszlee mulai berdamai dengan kejadian masa lalunya itu.

"Iya, kak."

"Aszlee benar-benar beruntung mendapatkan kamu."

"Aira yang beruntung mendapatkan abang. Baik, sopan, pengertian. Pokoknya gak bisa dinilai dengan kata-kata," timpal Zahira.

"Jaga kesehatan. Jangan sampai keponakan kakak kenapa-kenapa."

"Iya, kak. Kakak juga ya."

"Iya ... Eummm, kalau gitu kakak pulang dulu ya. Soalnya capek banget, baru pulang ke rumah bunda kami langsung ke sini setelah tau kamu masuk rumah sakit."

"Iya, kak ... Hati-hati di jalan."

Sejenak Dara tersenyum kepada iparnya itu, ia pun juga tidak lupa untuk mengelus perut datar Zahira.

"Kakak pulang dulu ya," ucapnya dan berlalu pergi.

Aszlee dan Hady bangkit dari tempat duduk mereka saat Dara keluar dari ruangan itu.

"Mas, ayo!" ajaknya.

Keduanya langsung bergegas pergi, mereka masih merasa letih. Sepulangnya dari rumah mertua Dara, mereka ke rumah sakit saat mengetahui Zahira sedang sakit.

Aszlee kembali masuk ke dalam ruangan setelah memastikan bahwa abang ipar dan kakaknya itu telah pergi.

"Abang," panggil Zahira.

"Kenapa hm?"

Tidak duduk di kursi, Aszlee malah duduk di brankar bersama istrinya itu.

"Aira boleh minta tolong?"

"Boleh sayang! Gak usah izin gitu, langsung bilang aja."

"Eummm ... Enggak jadi deh."

"Kok jadi?"

"Gak sopan ahhh!"

"Gak sopan gimana?"

"Aira gak jadi minta tolong."

Aszlee menarik nafasnya dan membuangnya secara perlahan.

"Beneran gak jadi?"

"Enggak," jawab Zahira sambil menggelengkan kepalanya.

"Ya udah deh, kalau gak jadi."

Aszlee tersenyum menatap istrinya itu. Ia sama sekali tidak memalingkan wajahnya dari wanita itu. Zahira sampai di buat canggung oleh suaminya sendiri.

"Abang jangan lihatin Aira. Malu tau."

"Kamu cantik. Salah kalau abang lihatin?"

"Enggak salah. Tapi Aira jadi malu."

"Ngapain malu, 'kan dipandangin sama suami sendiri."

"Malu tau," ucap Zahira dan mengulurkan tangannya ke arahnya kakinya sendiri.

Wanita itu sedikit memijat betisnya yang terasa pegal.

"Kenapa?" tanya Aszlee.

"Kaki Aira kebas, sebenarnya Aira mau minta tolong sama abang pijitin kaki Aira."

"Ya ampun sayang. Kenapa gak bilang dari tadi."

Aszlee berdecak kesal, ia langsung menyingkirkan tangan Zahira dan mengambil alih untuk memijat kaki wanita itu. Dengan sangat lembut Aszlee melakukan hal tersebut. Mulai dari mata kaki hingga lutut, ia memijat kaki perempuan itu dengan lembut dan penuh cinta.

"Kenapa kamu gak bilang dari tadi sih."

"Aira takut gak sopan, soalnya minta di pijitin kaki."

"Abang gak suka ya. Jangan ulangi lagi. Kalau mau sesuatu langsung bilang aja."

"Iya ... Jangan gitu juga ngomongnya, kayak marah tau."

"Memang abang lagi marah ini. Abang beneran gak suka kalau kamu kayak tadi."

"Iya ... Jangan marahin Aira."

Wanita itu menarik wajah suaminya dan mengecup pipi Aszlee.

Cup!

"Jangan marah ya."

"Nah kalau gini udah gak marah lagi," ucap Aszlee menahan senyumnya. "Kalau bisa sebelah lagi, pasti seneng banget nih," ucapnya melirik Zahira dari ekor matanya.

Zahira mengerti maksud dari Aszlee, ia pun memberikan kecupan pada pipi sebelahnya lagi. Aszlee langsung tersenyum lebar dan tetap fokus pada pijitannya. Sekali-kali ia mengelus perut datar istrinya dan kembali memijit kaki Zahira.

Tiba-tiba saja terdengar suara bunyi perut dari Aszlee. Seperti biasa, laki-laki itu memang mudah lapar. Sekilas ia menatap wajah Zahira dan tersenyum kepada istrinya.

"Lapar lagi?"

"Enggak."

"Terus itu bunyi perut siapa?"

"Kamu kali."

"Kok Aira! Itu 'kan bunyi perut abang."

"Berarti itu bunyi perut anak kita."

"Hehehe ..."

"Abang ada-ada aja," ucap Zahira. "Mau makan?"

"Mau."

"Tadi katanya gak mau."

Aszlee menampilkan gigi rapinya itu.

Sambil pria itu memijat kaki Zahira, wanita itu pun memberikan roti untuk Aszlee karena suaminya sedang dalam keadaan lapar.

Setelah hampir setengah jam berlalu, Aszlee menyudahi pijitannya di kaki wanita itu. Karena itu adalah permintaan dari sang istri. Aszlee turun dari brankar, lalu duduk di kursi. Zahira membaringkan tubuhnya, wanita itu sudah mulai mengantuk.

"Sayang! Kamu mau tidur?"

"Iya ... Aira ngantuk, bang."

"Abang belum ... Jangan tidur dulu, abang gak mau sendirian."

"Abang gak sendirian. Aira 'kan ada di sini."

"Terus abang ngobrol sama siapa kalau kamu tidur?"

"Bawa Aira ke toilet. Aira mau cuci muka, biar gak ngantuk."

Tidak ada jawaban dari Aszlee, ingin rasanya ia mengobrol lebih banyak dengan wanita itu. Namun ia sadar, Zahira sekarang butuh istirahat.

"Kamu tidur aja."

"Tadi katanya mau ngobrol sama Aira."

"Enggak apa-apa, kamu tidur sekarang. Abang lihatin kamu aja," ucapnya sambil mengelus perut wanita itu.

"Abang beneran?"

"Iya sayang ..."

"Ya udah, Aira tidur duluan ya."

"Iya ..."

Wanita itu segera memejamkan matanya, Aszlee menggeser bangkunya supaya lebih dekat lagi dengan brankar tempat Zahira berbaring. Ia mengecup perut istrinya berkali-kali.

"Anak ayah sehat-sehat di dalam ya. Nanti kalau udah lahir, ayah akan ajak jalan-jalan. Liburan sayang."

Cup!

"Eh, satu lagi ... Kalian di dalam ada dua 'kan? Kembar 'kan! Harus ya, biar sama kayak ayah."

Tidak henti-hentinya Aszlee mengelus perut Zahira, tiba-tiba ia merasakan ada tangan yang mengelus kepalanya.

"Sayang belum tidur?"

"Gimana Aira bisa tidur. Abang aja gak bisa diam."

"Abang ribut ya? Maaf ya, kamu jadi gak bisa tidur."

Aszlee beranjak dari tempat duduknya berniat untuk menjauhi Zahira.

"Abang mau kemana?"

"Abang tidur di sofa, abang gak mau ganggu kamu. Nanti kalau kamu perlu sesuatu, panggil abang ya."

"Abang di sini aja. Jangan jauh-jauh dari Aira."

"Nanti abang gak bisa diam sayang. Abang di sofa aja ya. Kamu sekarang tidur."

Kini Aszlee duduk di sofa membiarkan istrinya itu berbaring di sana. Ia melemparkan senyuman kepada Zahira. Aszlee memantau istrinya sedikit jauh dari wanita itu. Perlahan Zahira mulai tertidur. Melihat istrinya sudah terlelap, baru lah Aszlee bisa tidur dengan tenang.

Jam menunjukkan pukul setengah satu malam, Aszlee mendengar seseorang memanggil namanya. Ya, itu adalah panggilan dari Zahira.

"Abang, abang ..."

Dengan cepat Aszlee segera beranjak dari sofa, dengan mata yang masih terpejam ia pun tidak sengaja menendang sudut meja membuat kakinya sakit.

"Arghhh ..."

"Abang," lirih Zahira.

Pria itu menghampiri istrinya dengan kaki yang sedikit pincang.

"Abang gak apa-apa?"

"Sakit sayang. Perih," rengek Aszlee.

"Makanya kalau jalan itu hati-hati."

"Kenapa panggil abang? Kamu perlu sesuatu?"

Zahira terdiam, ia tidak mungkin meminta tolong kepada pria itu saat melihat kaki Aszlee yang sakit.

"Gak jadi, bang."

"Aira! Baru tadi abang bilang 'kan, kalau mau sesuatu langsung bilang jangan di pendam."

"Tapi kaki abang lagi sakit. Aira gak mau nyusahin abang."

"Bilang sekarang atau abang tendang brankar ini. Biar tambah sakit lagi dan sekalian gak bisa jalan."

"Abang kok ngomongnya gitu sih."

"Cepat bilang Aira! Abang hitung sampai tiga, kalau kamu gak mau bilang, abang akan tendang brankar ini."

"Satu!"

"Dua!"

"Ti-"

"Iya ... Aira haus, mau minum."

Aszlee tersenyum. "Ya udah, kamu tunggu ya. Abang belikan dulu."

Beberapa menit sudah berlalu, Zahira bingung dengan kedatangan suaminya itu. Ia hanya meminta dibelikan air, tetap Aszlee membawa bungkusan seperti berisi nasi.

"Sayang ..."

Aszlee langsung duduk di samping Zahira. Begitu juga dengan wanita itu, ia pun ikut duduk berhadapan dengan suaminya.

Setelah membukakan tutup botol tersebut, Aszlee membantu Zahira untuk minum.

"Abang kenapa beli nasi. Aira gak lapar, Aira cuma haus aja," ucapnya setelah meneguk air tersebut.

"Eummm ... Abang lapar," ujar Aszlee.

"Lapar lagi ... Ternyata suamiku ini hobi makan ya," ucap Zahira. "Ya udah, abang makan sekarang."

"Kamu gak ada niatan buat bantuin abang?" tanya Aszlee.

"Bantuin? Bantuin apa?"

"Bantuin," ucap Aszlee.

"Iya, bantuin apa abang?"

"Enggak jadi. Abang makan di sana ya," ucapnya menunjuk kearah sofa.

Aszlee beranjak dari tempat tersebut, Zahira baru mengerti dengan perkataan suaminya. Ia langsung menahan lengan pria itu.

"Mau disuapin ya! Kenapa gak langsung bilang aja tadi. Aira 'kan gak tau maksud dari bantuin."

Aszlee tersenyum simpul, Zahira segera mengambil alih untuk menyuapi suaminya. Setelah pria itu makan, mereka pun tertidur. Dan Aszlee tidak jadi tidur di sofa, melainkan ia berbaring di samping Zahira.

[Aszlee Love Zahira]

- BERSAMBUNG -

Continue Reading

You'll Also Like

5.4K 618 29
"Apakah masih ada seorang laki-laki yang menerima wanita yang sudah rusak sepertiku?"-Naya ________________ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA 🌼🌼 HARAP KE...
2.2M 112K 51
DILARANG PLAGIAT ⚠ assalamualaikum. ini cerita pertama aku .maaf ya kalo ada kesalahan dalam katanya. alur yang gk nyambung. tolong dimaklumi. CERIT...
7K 655 28
FOLLOW SEBELUM BACA "Huwaaaaa gue gak mau pacaran sama kudanil nyebelin" Syifa. "Syif gue sayang sama lo...lo mau gak jadi pacar gue?" Arfan. JANGAN...
52.7K 1.6K 31
[On going] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Menceritakan tentang perjodohan yang dilakukan oleh orangtuanya yaitu Zelina Khairunnisa dengan CEO muda bernama...