Secret Admirer

By beebaebees

269K 10.2K 296

Syahnarra hanyalah gadis lugu yang kerap kali terlibat ancaman dan suatu hal yang berbahaya. Dia mengagumi St... More

1. Pesona Stevano
2. Hari Ulang Tahun Narra
3. Kejutan Untuk Narra
4. I'am Jealous, Boy's - Part A
5. I'am Jealous, Boy's - Part B
6. Patah Hati
7. Menjelang Ujian Nasional
8. Setelah Ujian Nasional
9. Prom Night
10. Mama.. You Always In My Heart
11. Species (Special Part)
13. Masihkah Kau Mencintaiku? (Special Part)
14. Hurt (Special Part)
15. Not a Bad Thing
16. Seriously?
17. Almost
18. Dangerous
For You Information!
19. Remember
20. Barbeque's Time
21. And I'm Very Love You
22. Matchmaking
23. Stevano or Rendy?
24. Pengakuan
25. Suasana Yang Mengharukan
26. More Beautiful Than a Dream
27. Day With Vano's
28. A New Beginning
29. Ide Gila
30. Really Complicated
31. Kasus Baru
32. Hampir Selesai
33. Pengakhiran
Simplicity of Love Promotion
EPILOGUE SECRET ADMIRER

12. Venna or Joana? (Special Part)

6.4K 290 0
By beebaebees

Bingung. Bingung. Bingung. Itulah yang sedang di rasakan pemuda berkulit putih dan berhidung mancung ini. Perasaannya bingung. Berkencan dengan dua wanita sekaligus? Apa yang dapat di harapkan? Pertengkaran? Atau perkelahian? Aarrgghh. Desah pemuda itu kesal.

"Aku di cafe tempat biasa kita satnight. Kamu dimana?"

"Kamu harus menemuiku malam ini juga, Mario! Aku tidak mau tau."

Handphone-nya berbunyi. Tanda ada notifications baru masuk. Ooh, dua messages. Dari? Ya, Venna dan Joana mengirim pesan bersamaan.

Apa yang harus dikatakan oleh seorang Mario? Niatnya kan hanya ingin menikmati malam di tengah padatnya kota Jakarta ini bersama calon Ibu dari anaknya. Lalu mengapa Joana memaksa bertemu? Bikin kacau saja.

Akhirnya Mario memutuskan membalas pesan yang sama untuk keduanya.

"Temui aku di rumah saja. Aku sedang tidak ingin keluar rumah. Aku malas."

Lah? Apa katanya? Mario akan menyatukan Venna dan Joana dalam ruangan yang sama? Sewaktu promnight saja Joana berani mencari gara-gara dengan wanita hamil itu di hadapan teman-teman dan khalayak tamu lainnya. Apalagi ini? Entahlah nasib Venna akan bagaimana.

Mario kembali memasuki kamarnya, mungkin ingin sekedar berganti baju sambil menunggu kedua wanita itu datang.

Bel rumah Mario berbunyi. Mungkin salah satu dari gadis itu telah datang. Seseorang yang bernotabene sebagai Mama Mario segera membukakan pintu.

"Selamat malam, Tante." sapa Joana ramah.

"Malam, Ma." sapa Venna yang juga tak kalah ramah. Ooh, jadi keduanya datang bersamaan? Mama Mario atau sebut saja Tante Eva terlihat bingung. Bagaimana tidak? Tingkah laku anak laki-lakinya itu sungguh konyol.

"Kalian berdua kemari ada apa?" Tanya Tante Eva menyelidik.

"Ya mau bertemu Mario, Tante."

Tante Eva mengangguk ragu. Kemudian mempersilahkan Venna dan Joana untuk masuk. Mereka duduk di sofa di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Mario.

"Sebentar ya biar Tante panggilkan Marionya." Tante Eva beranjak bangun dari duduknya, ia berjalan menaiki tangga menuju kamar Mario.

Kini, hanya tinggal Venna dan Joana yang berada di ruang tamu rumah Mario. Keduanya diam. Hening. Sampai pada akhirnya Joana memulai membuka pembicaraan.

"Aku minta jangan dekati Mario lagi." Ucap Joana sinis dan menatap Venna geli. Hei, memangnya Venna sangat menjijikan apa hingga ditatap seperti itu?

"Apa urusanmu? Dia calon suamiku." Venna menegaskan. Wanita hamil bertubuh gemuk itu berusaha meyakinkan bahwa Mario miliknya dan Joana tidak berhak sedikitpun atas diri Mario.

"Aku pacarnya." Joana berusaha menyaingi suara tegas Venna.

"Mario sudah memutuskanmu sejak dua bulan yang lalu. Apa kamu belum sadar?" Kata Venna berapi-api. Tampaknya ia mulai geram.

"Mario tidak bersungguh-sungguh."

Venna menghela napas. Pyscho sekali sih Joana ini. Membuat kesal saja. "Tetapi Mario lebih mencintaiku dan anaknya."

"Belum tentu itu anaknya!" Sergap Joana cepat.

"Apa maksudmu?" Benar kan! Venna emosi sekali sekarang sampai setengah berteriak mengatakan kata barusan.

"Bisa saja kamu tidur dengan laki-laki lain, lalu merayu Mario untuk tidur denganmu. Dan ketika kamu hamil, Mario yang bertanggung jawab."

"Jangan asal bicara ya!" Venna tampak kalap di buat Joana. Kata-kata Joana sangat menohok hati siapapun yang mendengar. Memangnya di pikir Venna wanita penghibur? Ia hamil kan juga karena ulah Mario sendiri.

"Kalian kenapa?" Suara Mario berhasil memecah suasana tegang diruang tamu ini.

"Aku sedang mengungkapkan kebenaran yang ada." Mario mengangkat satu alis tebal miliknya.

"Maksudmu?" Tanyanya pada Joana.

"Apa kamu yakin anak itu anakmu?" Nada suara Joana kembali sinis dengan memandang remeh ke arah perut Venna yang tampak tengah membuncit. Namun Venna hanya diam mendapat perlakuan seperti itu.

"Kamu meragukan aku tidak bisa membuat anak?" Mario balik bertanya dengan pertanyaan yang menggelitik.

"Kalian kan baru sekali berbuat lalu sudah langsung berbuah? Sulit di percaya." Joana ini benar-benar menyulut emosi. Semua ucapannya memancing amarah Venna dan Mario.

"Itu cepat terjadi karena aku sedang dalam masa subur." Venna menggertak wanita sok tau ini.

"Kenapa? Kamu iri, ya? Karena Mario belum memberikan sebagian spermanya untukmu? Begitu?" Kata Venna lagi seakan meledek Joana tetapi berhasil membuat wajah Mario sedikit memerah. Mengapa pembicaraannya sampai sejauh ini?

"Venna!" Mario setengah menjerit.

Suasana kembali hening namun terasa tegang. Venna mengamit tas coklatnya kemudian berdiri dari duduknya.

"Aku akan pulang." Ucapnya dengan nada suara serak. Mungkin berusaha menahan tangis.

"Lihat, kan? Ingin kabur begitu saja. Sudah terbukti." Joana, kau sungguh menjengkelkan. Dumel Venna dalam hati.

Venna berjalan menghampiri Joana yang tengah terduduk santai. Tangannya mengepal. Emosi sudah di puncak kepala.

Mario terlihat -berusaha- menengahi. Ia berdiri di tengah-tengah dua gadis ini yang tampaknya -mungkin- akan memerankan aksi laga.

Venna mengangkat tangannya, menunjuk Joana dengan telunjuknya. "Apanya yang sudah terbukti? Kebohonganku atau kebohonganmu?"

Joana tampak mengerutkan dahinya. Seperti bingung atau bahkan sedang bertanya, Apa maksudnya?

"Dua bulan lalu. Saat kamu sedang sibuk dengan skripsimu dan kami Ujian Nasional. Mario telah memutuskanmu. Lewat email. Karena handphonemu gak aktif. Saat itu aku iseng memainkan laptop Mario dan membuka beberapa email kalian. Tau apa yang aku temukan?" Venna memandang ke arah Mario yang hanya disambut dengan kepala menggeleng.

"Dia sudah membacanya." Venna menunjuk kesal batang hidung Joana. Akhirnya kebohongan itu terungkap. Mario segera angkat bicara namun Venna menahannya dengan melanjutkan ucapannya.

"Kamu bilang pada Mario gak tahu-menahu, kan? Soal email itu? Tapi aku melihatnya. Aku melihat email itu sudah terkirim dan terbaca. Mau mengelak menutupi kesalahanmu dengan membangkitkan kesalahanku lagi?"

Joana terkesiap dengan perubahan wajah Mario yang sepertinya akan marah. Pandangan matanya geram. Berani-beraninya Joana tega membohongi Mario mentah-mentah.

"Aku bisa menjelaskan semuanya, Mario." Ucap Joana memelas. Namun, hati Mario tak luluh dan tetap emosi.

"Ku rasa kamu tau apa yang Mario inginkan." SKAK! 1-1, Joana!

"Kamu tau pintu keluar di rumah ini, kan? Silahkan." Usir Mario secara halus. Venna tersenyum penuh kemenangan.

Joana menghentakkan kakinya kesal. Kemudian pergi melongos begitu saja tanpa pamit. Dasar tak tau malu.

Venna memandang Mario penuh arti. "Aku juga harus pulang."

"Tinggalah disini." Mario memegang kedua lengan Venna dengan mesra.

"Kita belum sah, Mario." Venna berusaha bersikap biasa. Seperti Venna yang cuek.

"Kamu pikir saat kita melakukannya itu sah?" Mario meledek. Wajah Venna terlihat merona.

"Aku mencintaimu. Terima kasih sudah berbicara hal yang sebenarnya."

"Aku belum mencintaimu sampai kamu berani datang melamarku bersama Tante Eva dan Om Marco."

Mario tertawa kecil. "Aku pasti akan datang melamarmu."

"Sampai anak kita lahir?" Venna menatap lekat-lekat manik mata Mario.

"Hmm.. Ya. Sampai aku memiliki anak kedua dari kamu." Mereka berdua tertawa. Pintar sekali pasangan ini saling meledek.

"Aku akan mengantar kamu pulang." Mario meraup kunci mobilnya yang tergeletak diatas meja tamu.

"Aku bisa pulang sendiri." Tolak Venna dengan cepat.

"Aku lebih mencintai nyawamu daripada dirimu."

"Apa kamu masih mencintaiku?" Tanya Venna -sepertinya- serius.

"Menurutmu?" Venna mendecak kesal. "Aku pikir kamu jijik sama aku, ya, seperti Joana memandangku."

"Mungkin. Setelah kamu bertambah gendut nanti." Lagi-lagi Mario kembali meledek. "MARIOOOOO!!"

~~~
Hahaaaaay, cepet kan gue updatenya? Baca terus yaaaaa.. Masih banyak keseruan lainnya.. Tungguin yaaa hehe❤ vote dan comment sangat dibutuhkan (bukan ngemis-ngemis juga)

Continue Reading

You'll Also Like

8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
985K 14.5K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+