Istri Pilihan Bunda | [TAMAT]

Von pangeran_naga

373K 30.3K 1.6K

⚠️ Follow sebelum baca, tinggalkan jejak jari sebelum pergi. ⚠️ Judul awal : Aszlee Love Zahira Blurb: "Abang... Mehr

Bagian 01
Bagian 02
Bagian 03
Bagian 04
Bagian 06
Bagian 07
Bagian 08
Bagian 09
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 49
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57

Bagian 05

10.7K 915 19
Von pangeran_naga

!!! SELAMAT MEMBACA !!!

[Aszlee Love Zahira]

Pagi hari pun tiba, seperti biasa mereka sangat jarang sarapan bersama ketika ada deadline mendadak. Begitu juga dengan Aszlee, pagi ini ia langsung pergi ke kantor tanpa sarapan terlebih dahulu. Sedangkan Dara dan Hady meluangkan waktu untuk sarapan sebentar.

Bahkan ketiganya sama sekali tidak mengetahui jika Aszlee sudah berlalu pergi. Karena pria itu tidak berpamitan terlebih dahulu.

"Bunda kok masih pakai baju biasa, gak ke kantor?" tanya Dara.

"Enggak. Hari ini bunda gak ke kantor, tapi nanti ada rapat penting di luar."

"As, mana?"

"Gak tau, mungkin dia udah pergi," jawab Astrid.

Mereka menyantap roti dan susu pagi ini. Namun saat mereka sedang makan, tiba-tiba saja perut Dara seperti merasa tidak enak. Ia langsung berlari ke wastafel untuk memuntahkan isi dalam perutnya.

Hady dan Astrid mulai panik, mereka langsung menghampiri Dara. Hady mengelus punggung istrinya dengan sangat lembut. Kedua orang itu mulai khawatir melihat Dara seperti itu.

"Kamu kenapa?" tanyanya.

"Enggak tau, mas. Gak enak banget perut aku."

Lagi dan lagi dia memuntahkan isi perutnya. Wajah wanita itu juga terlihat sedikit pucat dan tidak seperti biasanya.

"Jangan-jangan kamu hamil lagi," ucap Astrid.

Dara dan Hady saling memandang, mungkin bisa jadi wanita itu memang hamil. Karena reaksi tersebut sama halnya dengan waktu ia hamil.

"Coba kalian cek ke dokter dulu. Biar kita juga tau apa yang sebenarnya terjadi sama kamu," ucap Astrid, memberikan saran.

"Sebelum ke kantor kita ke rumah sakit dulu," ajak Hady.

"Aku gak apa-apa, mas. Beneran deh."

"Pokoknya kamu harus di periksa dulu," Hady memaksa. "Baru aku bisa tenang," lanjutnya.

Mereka berdua pun mengikuti saran dan Astrid. Sebelum pergi ke kantor, pasangan suami istri itu menyempatkan diri untuk mampir ke rumah sakit mencek kondisi Dara.

Dan benar saja, kedua pasangan suami istri itu sedang berbahagia karena Dara sedang mengandung setelah beberapa kali keguguran. Sekian lama menunggu hampir 2 tahun, akhirnya wanita itu hamil juga. Mereka sangat bahagia mendengar kabar itu.

"Sekarang kamu gak boleh capek-capek ya," ucap Hady. "Mas, gak mau kejadian itu terulang lagi."

"Iya, aku janji sama mas. Aku akan turuti kata, mas."

"Terimakasih, sayang," ucap Hady tersenyum simpul.

Pria itu begitu sangat bahagia, kali ini ia harus bisa menjaga istrinya itu. Ia sangat trauma dengan keguguran yang dialami istrinya hingga dua kali berturut-turut.

Jam menunjukkan pukul 10 pagi, Astrid mulai bersiap-siap karena ia harus pergi untuk melaksanakan meeting. Saat wanita paruh baya itu sedang menyiapkan makanan untuk anaknya. Terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Tok! Tok! Tok!

Sesudahnya menyiapkan kotak nasi untuk diberikan kepada Aszlee, Astrid langsung keluar dari dalam rumah sekalian untuk mengetahui siapa yang datang ke rumahnya sepagi ini.

Ceklek!

Pintu terbuka, di depan sana sudah berdiri seorang gadis yang berkerudung sambil tersenyum menatap wajah wanita itu. Begitu juga dengan Astrid, ia melemparkan senyumannya kepada calon menantunya.

"Aira ... Kenapa sayang?" tanyanya.

"As, ada?" tanya gadis itu.

"Dia ada di kantor. Bunda mau ke kantornya ini. Mau nganterin makanan."

Sejenak Zahira terdiam, ia ingin bertemu dengan pria itu karena ada sesuatu.

"Biar Aira aja yang anterin makanan ini buat, As! Soalnya Aira juga mau ketemu sama dia."

"Boleh ... Makasih banget ya sayang, bunda juga buru-buru mau ke kantor," jelas Astrid.

Setelah Zahira pergi dari rumah Astrid, wanita berkerudung itu segera mengantarkan makanan tersebut kepada calon suaminya. Sedangkan Astrid segera berlalu pergi menuju tempat meeting.

***

Hanya belasan menit di perjalanan, kini gadis itu sampai di kantor Aszlee. Baru saja ia melangkahkan kakinya, tepat di area lobi, Zahira di hadang oleh seorang perempuan cantik yang sedikit lebih tinggi dari dirinya.

"Maaf ... Ada yang bisa saya bantu?"

Zahira tersenyum simpul menatap perempuan itu. Sekilas ia memperhatikan kantor tersebut, kemudian pandangannya kembali mengarah kepada perempuan yang mengenakan pakaian bawahan di atas lutut itu.

"Mmm ... Aszlee ada?" tanyanya.

"Apa mbak sudah ada janji dengan beliau?" tanya perempuan itu.

Sudah pasti Zahira menggelengkan kepalanya. Karena dia memang sama sekali tidak memiliki janji dengan Aszlee.

"Mbak, tidak bisa langsung bertemu dengan Pak Aszlee kalau belum ada janji."

"Tapi saya mau ketemu dia. Saya mau mengantarkan ini," ucap Zahira memperlihatkan rantangan yang berisi makanan itu.

"Kalau tidak ada janji memang tidak bisa, mbak!"

"Saya calon istrinya," ucap Zahira.

Deg!

Bella, wanita yang memiliki perasaan kepada atasannya itu. Sekarang ia sedang berbicara dengan calon istri Aszlee.

"Kamu tidak mimpi 'kan?"

"Ngapain saya mimpi. Kenyataan memang seperti itu."

Zahira mengangkat telapak tangannya, memperlihatkan cincin dibelikan oleh Aszlee. Supaya wanita yang berdiri didepannya itu bisa percaya. Perempuan yang bernama Bella itu menghubungi atasnya. Ia memberitahu kepada Aszlee bahwa ada seorang perempuan yang ingin bertemu.

"Halo, as! Ini ada yang ingin ketemu sama kamu."

"Siapa?" tanya Aszlee dari seberang sana. "Aku gak ada janji dengan siapapun hari ini."

"Dia perempuan, as! Katanya calon istri kamu," balas Bella dengan ucapan terpaksa.

"Oke, suruh dia masuk."

Sambung telepon pun terputus, Bella menyuruh gadis yang ada di depannya itu untuk mengikuti dirinya.

"Ikut saya!"

Dengan senang hati Zahira mengikuti langkah kaki dari Bella. Di satu sisi, Bella mencoba berpikir apakah Aszlee benar-benar akan segera menikah. Ia sungguh tidak rela jika pria itu direbut oleh orang lain.

Kini Bella dan Zahira sedang berada di dalam lift. Tidak butuh waktu lama keduanya sudah ada di lantai 3, tempat di mana ruangan Aszlee berada.

"Ayo, ikuti saya," ajak Bella.

Sebelum mereka masuk ke dalam ruangan tersebut. Terlebih dahulu Bella mengetuk pintu.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" ucap seseorang dari dalam ruangan.

Ceklek!

Pintu terbuka, Bella lebih dulu masuk sedang Zahira masih menunggu di luar ruangan.

"As, ada yang ingin bertemu sama kamu."

"Mana dia?" tanya Aszlee.

Beberapa detik kemudian, Zahira masuk ke dalam ruangan. Mengetahui calon istrinya itu datang, Aszlee menyuruh Bella untuk keluar.

"Kamu bisa keluar."

"Iya, As!"

Perempuan itu keluar dari dalam ruangan, ia sedikit penasaran dengan Zahira sekaligus merasa kesal dengan wanita itu. Karena sebelum ini, yang ia ketahui Aszlee sama sekali tidak memiliki teman yang berkerudung.

Apalagi saat mengingat jika Zahira adalah calon istri Aszlee. Rasa kesalnya semakin menjadi-jadi, hingga saat jalan pun ia menghentakkan kakinya.

***

"Abang ...," ucap Zahira tersenyum.

"Abang!" balas Aszlee.

"Salah lagi! Katanya kemaren boleh manggil itu."

"Ya udah deh, terserah kamu aja," ucapnya. "Duduk!"

Zahira duduk di sofa yang tersedia di ruang kerja pria itu. Begitu juga dengan Aszlee, ia langsung menghampiri calon istrinya dan duduk di samping Zahira.

"Kamu kok bisa sampai ke sini?"

"Iya ... Tadi bunda mau anterin makan ini. Terus Aira juga pengen ketemu sama abang, sekalian Aira yang anterin dan bunda langsung pergi ke kantor."

"Kamu tau dari mana alamat kantor ini?"

"Dari bunda ... Abang makan dulu ya, tadi bunda bilang abang belum sarapan pagi."

Aszlee menghembuskan nafasnya dengan perlahan dan terus menatap gadis itu. Zahira sampai salah tingkah saat Aszlee tidak mengalihkan pandangan dari dirinya.

"Kamu kenapa? Kok malah lihat kearah lain, padahal abang ada di sini."

"Malu, bang! Jangan lihatin Aira terus."

"Malu ...," lirih Aszlee. "Siapin dong makanan abang," ucapnya.

Sekilas Zahira menatap calon suaminya, Kemudian ia pun menyiapkan makanan tersebut. Aszlee memperhatikan Zahira sangat lekat, ia senyum-senyum sendiri. Pria itu masih belum percaya jika dia akan menikahi dengan jodoh pilihan bundanya.

"Udah siap," ucap Zahira.

"Abang makan ya," timpal Aszlee.

Baru satu sendok ia makan, pria itu kembali memandang Zahira.

"Kamu gak sekalian makan?" tanyanya.

Zahira menggelengkan kepalanya dengan perlahan, ia terus melemparkan senyuman kepada calon suaminya. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" perintah Aszlee.

Ceklek!

Seorang pria paruh baya mengenakan pakaian rapi lengkap dengan jas kerja. Ia tersenyum menatap anaknya itu, namun saat matanya tertuju pada gadis yang berhijab di ruangan Aszlee raut wajahnya menjadi datar.

Ferry adalah orang tua dari Aszlee, walaupun kedua orang tuanya sudah bercerai. Namun hubungannya dengan pria itu tetap baik-baik saja, seperti saat ini ia bekerja sebagai manajer di kantor Ferry.

"As, kamu bawa perempuan ke sini?"

"Zahira, ayah. Calon istri, As," ucapnya memperkenalkan wanita itu.

Setelah mengetahui pria dewasa itu adalah ayah dari calon suaminya. Zahira beranjak dari tempat duduknya menghampiri Ferry. Ia pun meraih tangan pria itu untuk mencium punggung tangan Ferry. Zahira tersenyum menatap calon mertuanya itu. Ia sangat senang bisa berkenalan langsung dengan beliau.

"Zahira, om."

Zahira kembali duduk di sofa, begitu juga dengan Ferry. Ia ikut bergabung dengan duduk di sana.

"Ini calon kamu?" tanya Ferry yang masih belum percaya jika anaknya itu segera akan menikah.

"Iya ..."

"Om mau makan? Biar Aira siapkan."

"Enggak usah, nak ... Om cuma mau ambil berkas di sini," ucap pria itu. "Udah lama di sini?"

"Baru aja, om."

"Dia anaknya om Hendro," ungkap Aszlee, setelah meneguk segelas air.

Ferry tercengang, bagaimana tidak. Anak dari rekan kerjanya akan menjadi menantunya.
Sungguh bumi itu sangat sempit bukan?

Ferry menoleh kearah Zahira. "Nita dan Hendro itu orang tua kamu?" tanyanya.

"Iya, om."

Ferry sangat senang, ternyata anak prianya itu akan segera menikah setelah lama melajang. Apalagi ketika ia mengetahui jika calon menantunya adalah anak dari Hendro, rekan kerjanya saat ini.

"Kamu tau ... Om sangat senang karena As akan menikah. Dari dulu om pengen cepat-cepat dia menikah. Tapi dia gak mau," ungkap Ferry. "Kamu beruntung bisa meluluhkan hati anak om ini."

"Ayah ngomong apa sih. Malu tau," ucap Aszlee.

"Terus kapan kalian nikah? Gak undang ayah?"

"As, undang dong ayah. Pokoknya ayah harus datang oke."

"Iya ..."

Ferry menghembuskan nafasnya dengan perlahan. "Berkas yang ayah suruh tanda tangan kemaren mana?"

"Ada di meja."

Ferry beranjak dari tempat duduknya. Setelah dia mengambil berkas-berkas itu. Ia segera keluar dari dalam ruangan.

"Abang belum makan pagi ya?"

"Iya, tadi enggak sempat."

"Pantesan rakus gitu makannya."

"Enak aja bilang orang rakus. Kamu pikir abang hewan."

"Enggak gitu, bang. Aira 'kan gak bilang abang hewan. Sensi banget!"

Beberapa menit kemudian, Aszlee sudah selesai makan, Zahira juga sudah membereskan semuanya.

"Kamu ke sini cuma mau anterin ini?"

"Enggak ... Aira ke sini mau ketemu sama Abang."

"Ketemu sama abang? Buat apa?"

"Mmm ... Semalam kata mama udah di bicarakan. Hari ini mau fitting baju."

Aszlee menepuk jidatnya, ia benar-benar lupa dengan janji itu.

"Abang, lupa!"

"Janji kecil aja abang lupa. Gimana janji yang besar."

"Bukan gitu, abang beneran lupa. Banyak kerjaan," ucap Aszlee.

"Jangan terlalu fokus sama pekerjaan dulu, bang. Kita 'kan mau nikah."

"Iya, sayang ..."

Lagi-lagi Zahira merasa senang ketika pria memanggil dirinya dengan sebutan yang romantis. Ia sampai salah tinggal senyum-senyum sendiri.

"Ngapain senyum?"

"Massa senyum gak boleh," ucap Zahira.

Aszlee beranjak dari tempat duduknya menghampiri kursi kerjanya. Pria itu meraih jas kerjanya yang ia letakkan di kursi.

"Ayo, kita pergi."

"Sekarang, bang?"

"Iya ..."

Keduanya langsung bergegas pergi menuju butik yang sudah di rekomendasikan oleh ibu Zahira. Mereka akan melakukan fitting baju di sana.

"Naik mobil abang aja ya, biar cepat."
"Mobil, Aira?"

"Tinggalin aja dulu," timpal Aszlee.

Akhirnya Zahira meninggalkan mobilnya di kantor pria itu. Mereka pergi dengan mengendarai mobil Aszlee.

***

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan diantara keduanya, karena Aszlee sangat-sangat fokus menyetir. Namun seperti biasa, Zahira tidak menyukai jika sedang bersama seseorang tidak ada obrolan apapun. Wanita berkerudung warna pink itu membuka obrolan dengan calon suaminya.

"Abang!" lirihnya.

"Iya ..."

"Aira ada tugas. Abang bisa bantuin gak?"

"Bisa tapi ada syaratnya, gak gratis."

"Sama calon istri perhitungan banget. Bentar lagi 'kan nikah!"

"Biarin, nanti kalau udah jadi istri baru abang gak perhitungan lagi."

"Ya udah deh, syaratnya apa?" tanya gadis itu.

"Cium dulu," ucap Aszlee menepuk pipinya.

"Iiih ... Kok gitu sih."

"Katanya mau di bantuin. Harus ada imbalannya dong."

"Massa imbalannya cium," protes Zahira.

"Kenapa? Kamu gak mau?"

"Nikah dulu baru boleh cium."

Aszlee meletakkan tangannya di kepala gadis itu. Ia sedikit mengelus-elus kepala Zahira.

"Iya, iya! Nanti abang bantuin ya."

"Aw!"

Aszlee menghentikan mobil tersebut, ia menatap jari-jarinya yang sudah berdarah. Zahira memiliki inisiatif dan langsung meraih tangan pria itu, ia mengambil tisu dan menghapus darah tersebut.

"Sakit?"

"Enggak sakit, tapi perih," jawab Aszlee. "Itu tadi apa?"

"Kayaknya jari-jari abang terkena peniti jilbab Aira deh," ungkap wanita itu. "Maafin Aira ya."

"Maaf buat apa?"

"Gara-gara Aira abang terluka gini."

"Enggak apa-apa, bukan salah kamu."

Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju ke suatu tempat. Aszlee fokus menyetir mobil, sambil menahan rasa perih di jarinya. Baik Zahira maupun Aszlee, keduanya sama-sama belum pernah ke tempat itu, tempat tersebut adalah rekomendasi dari ibu mertua Aszlee. Tempat mereka untuk melakukan fitting baju pernikahan.

"Abang," lirih Zahira sebelum turun dari mobil.

"Apa hm?" tanya Aszlee, menatap calon istrinya itu.

"Beneran ya. Nanti ajarin Aira!"

"Iya ... Tapi beneran ya nanti cium abang."

"Abang," ucap Zahira sambil menepuk lengan Aszlee.

"Hehehe ..."

"Ayo cepat keluar! Kita udah telat ini."

Keduanya segera masuk ke dalam butik tersebut. Di sana sudah ada karyawan yang akan mengurus keperluan mereka berdua. Hampir 2 jam sudah berlalu, setelah fitting baju selesai mereka kembali pulang. Zahira tidak sabar karena tugasnya akan selesai dalam waktu yang sangat cepat.

[Aszlee Love Zahira]

- BERSAMBUNG -

Instagram : @pangerannaga49
Twitter : @pangeran_naga4
Tiktok : @marzansinaga

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

2.3M 110K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
52.7K 1.6K 31
[On going] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Menceritakan tentang perjodohan yang dilakukan oleh orangtuanya yaitu Zelina Khairunnisa dengan CEO muda bernama...
6.5K 887 22
[ INFO UP 1/2 HARI SEKALI ] Nasya seorang gadis remaja yang masih duduk di bangku SMA. Dilahirkan dari keluarga yang kaya. Hidupnya bahagia tapi tida...
40.7K 4.5K 28
Ini bukan cerita tentang keromantisan seorang Nabi Muhammad dengan istri-istrinya. Tapi ini cerita tentang kedua insan yang di takdir kan berjodoh da...