Masih Ada Cinta (Tamat)

By Mentarikasiara

761K 43.6K 289

Judul sebelumnya, "SENTENCES OF LOVE" Belum direvisi Setelah baca follow akun Ummi Mentari ya. Mengandung keu... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Baru
Duda Keren

Part 45

8K 462 3
By Mentarikasiara

"Kita habis ini beli es klim ya Oma, Gio pengen makan es klim."

Ratih mengusap kepala Gio yang tiduran di pahanya. Mereka baru saja pulang dari acara arisan di rumah salah satu teman dari Ratih. Ratih memang sering kali memakai jasa supir untuk mengantar jemputnya. Usia yang tidak lagi muda membuat wanita paruh baya lebih hati-hati.

"Iya Sayang. Tapi di depan sana aja ya, nanti kita sekalian beli buat ayah bunda juga."

Dengan penuh sayang ia terus mengelus rambut cucu pertamanya itu. 

"Belalti beli yang banyak ya Oma?"

Tanya Gio dengan wajah yang lucu. Ratih mengangguk - anggukan kepalanya. Cucunya ini begitu pintar dan menggemaskan, sangat mirip dengan putranya dulu waktu masih kecil. Melihat Gio ia kembli teringat Rio dan Ray saat mereka masih kecil. Tidak menyangka saja kini semua sudah berubah, waktu kian cepat berlalu. Kini bukan Rio dan Ray kecil yang ia tatap tapi turunan dari salah satu mereka.

"Boleh beli yang banyak. Kalo Gio mau semua rasa juga boleh kok."

Gio seketika menatapnya dengan wajah berbinar senang. Bagaimana tidak senang seorang anak kecil ditawari satu  es saja sudah sangat senang apalagi di tawari seberapa mereka mau. Jangankan Gio, penulis juga mau.

"Benelan Oma?"

Ratih mengangguk dengan yakin, membuat Gio segera bangun dari tiduran nya dan langsung memeluk sang oma dengan perasaan yang sangat senang.

"Yeyy makasih Oma, Gio sayang oma. Sama kaya bunda yang sayang sama oma."

Ratih memeluk sang cucu dengan penuh rasa haru. Dulu ia sangat membenci Ify sehingga ia menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa bersama Gio saat cucunya ini masih bayi. Tapi kini ia sudah berjanji pada hatinya untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.

"Kalo sayang sama Oma, mau dong nanti malam nginap di rumah Oma. Oma sendirian loh sayang di rumah, kalo ada Gio kan Oma jadi punya temen."

Ify memang sudah beberapa kali mengizinkan Gio untuk tidur di rumah Ratih. Itu yang membuat Ratih suka ketagihan ingin terus bersama cucunya itu dan untung ia punya menantu yang seperti Ify, wanita baik hati itu tidak pernah melarang Gio untuk terkadang ingin tinggal bersama Ratih.

"Mau dong Oma. Kalo di lumah juga Gio bobok sama Tante Keke kok. Ayah bobok sama bunda telus pintunya di kunci. Katanya bunda takut bobok sendili."

Ratih tersenyum geli mendengar ocehan cucunya.
Jadi itu alasan yang Rio gunakan pada Gio agar ia dan Ify bisa tidur bersama. Hmm benar-benar luar biasa anaknya itu.

"Yaudah. Nanti oma langsung telpon ayah ya kalo gak bunda buat bilang sama mereka kalau nanti malam Gio nginep di rumah oma. Ya sayang ya."

"Iya Oma."

***

Ify membuka kelopak matanya saat mendengar suara hpnya yang berdering. Saat akan bangun bagian perutnya terasa berat dan benar saja tangan sang suami melingkar dengan indah di sana. Matanya menelusuri seisi kamar berukuran kecil di ruangan kerja Rio ini yang terlihat berantakan. Seketika pipinya bersemu mengingat apa yang ia dan Rio lakukan di sini beberapa jam yang lalu. Menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sampai bagian batas dada yang memang masih polos.

Ify mengambil smartphone milik Rio yang berdering dari tadi. Suara ringtonenya memang mirip dengan milik Ify, namun ternyata ini smartphone Rio bukan Ify karena milik Ify ada di dalam tasnya yang ia taruh di atas meja kerja Rio tadi.

Melihat nama sang mama mertua yang memanggil via telpon pada handphone Rio membuat wanita itu menoleh pada Rio yang masih terlelap dengan keadaan tubuh yang sama seperti dirinya. Hanya berbalut selimut tebal berbagi dengan Ify.

"Bangunin gak ya. Siapa tau penting."

Ify menggoyangkan sedikit bahu Rio agar pria itu bangun tapi Rio malah menenggelamkan kepalanya pada dada Ify membuat wanita itu mendesis merasakan sesuatu dalam dirinya.

"Rio bangun dulu ih."

Ify terus menggerakkan tubuhnya agar Rio terusik dan benar saja Rio langsung membuka matanya yang tadi terpejam.

"Ada apa Yang? hemm?"

Dengan wajah kantuknya Rio menatap Ify yang cemberut karena selimut yang mereka gunakan tersibak dengan cepat Ify menutupi kembali tubuhnya.

"Hehehe sorry Yang."

Dengan cengiran khasnya Rio menunjukan deretan gigi putihnya pada Ify.

"Ihh, handphone kamu bunyi ada telpon dari mama."

Rio mengerutkan keningnya, tidak biasanya sang mama mau menelpon dirinya disaat jam kantor seperti ini.

"Aku mau mandi dulu."

Ify sudah membalutkan tubuhnya dengan handuk Rio yang memang ia gantung di sana, wanita itu masuk ke dalam kamar mandi guna membersihkan tubuhnya. Sementara Rio mengambil hpnya.

"Iya Ma?"

Tanyanya langsung saat hpnya sudah tersambung.

"Kamu dari mana sih Yo. angkat telpon aja lamanya minta ampun. Untung gak langsung Mama matiin nih telpon."

Sifat Ratih kembali lagi. Sifat di mana seorang ibu akan terus nyerocos saat apa yang ia maksud tidak langsung di turuti. Omelan yang sering kali Rio dapat dari sang mama saat ia lalai.

"Maaf Ma, tadi aku habis-"

"Kamu baru bangun tidur Yo? kamu tidur di kantor?"

Belum sempat ia berkata apapun Ratih sudah kembli memboyongnya dengan berbagai pertanyaan. Rio mengusap wajahnya.

"Iya ma. Mumpung ada Ify."

Ucapnya tanpa sadar sudah membuat Ratih di seberang sana membulatkan matanya seolah mengerti dengan apa yang Rio maksudkan. Ia juga pernah muda dan pernah merasakan punya suami jadi ia sudah sangat paham.

"Hmm pantes aja beberapa kali mama telpon ke Ify juga gak diangkat rupanya ...udahlah."

Rio mengusap kepalanya merasa tidak enak dengan sang mama walau pembicaraan ini hanya lewat telpon tapi tetap saja Rio masih punya urat malu.

"Terus mama mau bilang apa? sampe telpon beberapa kali? ada hal pening Ma?"

"Iya ini Gio katanya mau nginep di rumah Mama malam ini. Jadi kalian gak usah jemput dan Mama yakin kamu pasti senang kan gak ada yang gangguin kamu sama Ify nanti."

"Loh, tiap malam juga Gio gak ganggu Ma,"

Ucap Rio keceplosan.

"Hahahaha ... iya ya kan pintu kamarnya dikunci. Gio cerita semua sama Mama."

"Ya mau gimana Ma. Namanya juga suami istri pasti butuh privasi kan, Mama kayak gak pernah muda aja."

"Hus itu mulut. Yaudah Mama cuma mau bilang itu, salam buat Ify dan  besok kan hari minggu jadi gak usah jemput Gio ya biar Mama aja yang antar,"

"Iyaa. Mama hati-hati."

Setelah menutup panggilan telponnya Rio melihat Ify yang sudah siap dengan pakaiannya tadi. Wanita itu sudah rapi kembali hanya rambut wanita itu saja yang basah karena habis mandi. Bergegas ia pun masuk kamar mandi dan melakukan hal yang sama seperti Ify, membersihkan tubuh tentu saja.

Ratih menunutun Gio memasuki rumahnya yang besar dan megah. Dengan senang hati Gio juga mengikuti langkah sang oma. Sesampainya mereka di ruangan tengah sudah ada Dhira dan Laura di sana. Sepertinya mereka menonton bersama sambil mengisi mulut dengan beberapa makanan ringan yang bukan kapas terbukti dari bungkusan plastik kemasan makanan itu yang tergeletak di atas meja. Ratih menghela nafasnya sembari menggeleng, selalu saja seperti ini jika Laura dan Dhira sudah bertemu. Tapi Ratih tidak mempermasalahkan itu toh mereka todak terlalu kelewatan alias berlebihan dalam mengkonsumsi makanan ringan itu. Walau tetep saja tidak terlalu baik untuk kesehatan tubuh.

Keduanya menyadari kedatangan Ratih dan Gio. Dengan segera Dhira berlari ke arah Ratih dan gadis itu langsung berjongkok di hadapan Gio. Mereka memang sudah beberapa kali bertemu dan Dhira maupun Laura sangat menyukai Gio, si bocah menggemaskan anak Rio dan Ify.

"Gio, tante kangen tau. Sini cium dulu."

Dhira mengecup kedua pipi Gio dengan gemasnya.

"Tante Dhila, Gio bawa banyak es klim loh. Tante mau?"

Tanya bocah itu sembari menunjukan plastik yang berisi beberapa es krim di dalamnya. Dhira membuat matanya melebar dan mengangguk antusias layaknya anak kecil.

"Mau dong. Tadi Tante juga mau beli es krim tapi uang Tante habis."

Tentu saja apa yang Dhira katakan tidak benar adanya.

"Ayo Tante kita makan es klimnya,"

"Ayo sayang sini biar Gio Tante yang gendong ya."

Dhira menggendong Gio menuju sofa tempat yang ia duduki bersama Laura tadi, sementara tunangan dari Ray Itu sedang tersenyum sambil menatap layar hpnya. Ia baru tersadar saat Dhira dengan usilnya menyenggol bahunya.

"Lihat hp aja bisa senyam senyum ya lo."

Laura menatap malas pada Dhira.

"Apa sih. Lo gak pernah pacaran sih jadi gak tau gimana senangnya gue pas Ray chat gue pake rayuan gitu."

"Yeyy alay lo. Cewe ko minta dirayu."

"Kenapa? lo gak ada yang rayu ya? kasian. Makanya cari pacar sana."

Ucapan Laura membuat Dhira mengerucutkan bibirnya.

"Heh iya tau gue gak punya pacar tapi yang naksir gue banyak kok. Gue aja ya nggak mau sama mereka,"

Sahut Dhira seadanya. Benar apa yang ia katakan, selama ini banyak pria yang menaruh hati padanya bagaimana tidak selain cantik dan memiliki bentuk tubuh yang nyaris sempurna bagi kaum hawa ia juga pintar dan yang pasti anak orang kaya raya. Siapa sih yang bisa menolak pesona itu?

"Kenapa nggak lo respon aja sih mereka?"

Laura masih penasaran ternyata.

"Ya karena gue emang gak mau pacaran. Kebanyakan juga yang berusaha buat deketin gue itu mereka lihat gue sebagai sosok yang cantik dan bergelimang harta. Itu yang buat gue gak tertarik sama mereka."

Laura mengangguk mengerti sudah ia kini maksud Dhira. Dia juga kalau berada di posisi itu akan melakukan hal yang sama.

"Tante Gio mau nonton film kaltun"

Suara Gio membuat perhatian Dhira dan Laura mengarah pada bocah itu.

"Iya Sayang pindahin aja. itu remotenya."

Laura menunjukan remote di atas meja pada Gio. Selanjutnya mereka tenggelam dalam bahasan yang menurut mereka perlu untuk dibahas sedangkan Gio juga asyik menonton film kartun dengan menikmati es krim di tangannya. Ratih sudah pergi ke kamarnya.

***

"RIo,"

Rio dan Ify menoleh saat mendengar suara seseorang yang memanggil nama Rio. Melihat siapa yang berdiri di sana sambil tersenyum pada Rio membuat pria itu menghela nafas malas. Sementara Ify mengerutkan keningnya menatap secara bergantian pada Rio juga wanita itu.

Apa mereka sudah saling kenal? Tanyanya dalam hati. Perlahan wanita itu bergerak mendekati mereka dan kernyitan di dahi Ify semakin bertambah kala Rio semakin mengeratkan rengkuhannya di pinggang Ify.

"Gak nyangka ya ternyata kita ketemu terus, kamu di mall?"

Ify menajamkan telinganya,
apa tadi katanya, bertemu terus? itu artinya Rio sudah bertemu wanita ini lebih dari satu kali? itu kan definisi dari terus menerus? dalam diam Ify memperhatikan wanita ini mulai dari atas sampai ke bawah bahkan sampai pada kakinya yang menginjak lantai keramik menggunakan high heels.
Wanita ini cantik dan juga modis, juga seperti dari golongan orang kaya.

"Kok gak dijawab sih? kamu ngapain  ke sini Yo?""

Tanya wanita itu lagi sambil memandang Rio penuh minat, seketika ada yang hawa panas merasuki jiwa Ify. Apalagi kini dengan beranikan wanita itu memegang lengan kiri Rio yang langsung ditepis oleh Rio.

"Lagi nemenin istriku pengen belanja dia."

Rio menarik pinggang Ify agar semakin menempel padanya, seolah menunjukkan pada wanita di depannya ini betapa ia bahagia bersama Ify.

"Oh iya kenalin Sayang ini Clara dan Clara ini Ify, istri dan ibu dari anakku."

Wanita bernama Clara itu memasang wajah tidak suka pada Ify apalagi saat istri dari Rio itu menyunggingkan senyum padanya.

"Ify ISTRI Rio."

Ify sengaja menekankan bahawa istri dari dari Rio setelah melihat gerak gerik Clara yang sepertinya menyukai suaminya. Ify juga dengan sengaja menegang lengan Rio yang dari tadi pria itu letakkan di bagian pinggangnya.

"I-iya, aku Clara."

"Yo, berat."

Ify memandang Rio dengan wajah manjanya dan mengangkat sebelah tangganya yang memegang beberapa paper bag berisi belanjaannya tadi bersama Rio. Rio tersenyum dan mengambil paper bag itu dari tangan sang istri.

"Yo? kamu juga manggil dia Yo? Aku pikir cuma aku secara kan itu memang panggilan sayang aku buat kamu kan Yo?"

Clara seperti sengaja ingin menunjukkan pada Ify siapa dirinya bagi Rio dulu. Dan benar saja Ify langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi lebih datar.

"Clara itu dulu. Nggak untuk sekarang, karena nama aku emang Rio dan wajar dong kalau istri aku manggil aku dengan sebutan Yo. Dan itu berlaku bagi siapa pun."

Rio tau Ify mulai tidak nyaman dengan pembahasan ini maunya ia langsung menjawab begitu saja tuturan dari Clara.

"Bener juga sih. Ya udah aku duluan ya Yo."

Rio dan Ify saling saling diam setelah Clara pergi begitu saja.

"Loh Yang kok dibawa biar aku aja sini."

Ify tidak mengindahkan ucapan Rio ia terus membawa paper bag berjalan mendahului Rio. Rio tahu apa yang Ify rasakan, mungkin wanitanya itu sedang dilanda rasa cemburu. Dan kalau iya pun itu adalah sesuatu yang wajar.

Melangkahkan kakinya dengan lebar agar cepat mengimbangi langkah sang istri, Rio akhirnya dapat meraih lengan Ify dan menahan langkah wanita itu. Tangannya meraih dagu wanitanya agar menatapnya.

"Kenapa? hemm?"

Tanyanya.
Ify membuang mukanya ke arah samping.

"Sayang."

"Rio aku lupa. Ini dasi kamu yang waktu itu ketinggalan di apartemen aku."

Ify menggigit bibir bawahnya melihat Clara yang datang lagi menghampiri mereka dengan sebuah dasi berwarna biru dongker ditangannya.

Part 46-51 sudah ada di karyalarsa ya. Link di bio♥

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 13.3K 23
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
891K 50.2K 54
DIJODOHKAN DENGAN ADIK SUAMIKU "Nadia, Arman, bagaimana kalau kalian menikah?" pinta ibu mertuaku penuh harap, tepat di hari masa iddahku usai. ...
463K 19.7K 58
Andhara Lusyana, gadis yang sangat cantik, baik, penyayang, penyabar, dan rajin beribadah. Siapapun akan beruntung memiliki istri yang sempurna seper...
8.6K 2.3K 53
Tokoh: Geeta Kalyana Isvara (senandung rasa adil pemimpin yang berkuasa berasal dari bahasa sangsakerta) dan Avicena Faaz Elfathan (kemenangan dari A...