Masih Ada Cinta (Tamat)

By Mentarikasiara

760K 43.6K 289

Judul sebelumnya, "SENTENCES OF LOVE" Belum direvisi Setelah baca follow akun Ummi Mentari ya. Mengandung keu... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Baru
Duda Keren

Part 42

7.9K 501 19
By Mentarikasiara

Happy reading ❤️
Part ini lumayan panjang ya guys, semoga nggak capek bacanya 😘

Rio menghentikan mesin mobil di depan sebuah kafe yang tidak jauh kantornya. Setelah dirasa ini kafe yang sesuai dengan yang dikatakan oleh kliennya tadi Rio pun turun dan mulai melangkahkan menuju bagian paling depan dari kafe tersebut. Rio mengedarkan pandangannya mencari sosok yang membuatnya ada di sini sekarang.

Begitu melihat seorang lelaki yang ia maksud Rio mendekati salah satu meja dan menyapa seorang pria yang kira-kira usianya seumuran dengan ayahnya.

"Pak Rio, silahkan duduk Pak,"

Sambut orang tersebut saat Rio sudah ada di dekat mejanya. Rio mengangguk dan duduk sesuai arahan orang tersebut. Selanjutnya mereka membicarakan tentang bisnis, kerjasama, dan sebagainya.

***

Saat keluar dari pintu kafe semua urusannya sudah selesai. Sebuah lengan memegang bahunya ketika hendak membuka pintu mobil.
Refleks Rio menghentikan kegiatannya dan berbalik badan melihat siapa yang sekarang berani menyentuh bahunya yang kini berbalut jas mahal.

Semua sumpah serapah yang sudah ia sudah ia susun untuk ia lontarkan pada sang pelaku seketika hilang dalam sekejap, entah ke mana kata-kata yang mungkin ada rentetan nama binatang atau nama hewan itu perginya. Rio hanya bisa diam saat melihat siapa yang ada didepannya saat ini, seorang wanita yang sangat ia kenal dan menjadi penyebab ia menjadi pria sedingin dan seangkuh sekarang, tentunya selain pada Ify.

"Ri-o,"

Ucapan yang menyebutnya namanya itu membuat Rio tersadar jika wanita ini benar adanya dan sedang dalam keadaan sadar.
Apalagi melihat senyuman diwajah wanita itu yang masih sama seperti dulu.

"Eh iya."

Pandangan mereka saling bertemu dan mencoba mendalami arti tatapan masing-masing, mencoba mengatakan apa yang kini mereka rasa lewat tatapan. Seolah mereka lupa pada masa sekarang sanking terbawanya kilasan masa lalu yang pernah terjadi.

Mereka saling melepaskan tatapan saat mendengar suara handphone yang berdering dari dalam tas cantik dan terlihat mahal milik wanita yang sekarang merogoh tasnya.

"Aku pulang dulu ya. Papa udah nunggu,"

***

Rio menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ada di dalam kamarnya dan sang istri. Ralat kamar istrinya yang sekarang mereka tempati bersama. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa jam lalu, seketika kilasan kilasan masa lalu itu hadir dengan sendirinya. Mengabaikan panggilan sang istri, Rio masih terus melamun dengan pandangan yang mengarah pada laptop di depannya tapi tidak dengan pikirannya.

"Rio,"

Tepukan dipipinya berhasil membuat Rio tersadar dimana ia sekarang. Kedua alis Ify saling mengerut melihat perubahan wajah suaminya.

"Lagi ada masalah di kantor ya?"

Tanyanya penuh hati-hati.

"Enggak sayang."

Ify semakin menautkan alisnya kini disertai tatapan memicing pada Rio seolah tak percaya dengan apa yang Rio katakan.
Menghembuskan nafasnya pelan Ify berusaha menegang salah satu tangan lebar milik Rio.

"Kalo gak ada masalah kantor terus kenapa melamun?"

Rio meraih pipi Ify dan mengelusnya lembut seperti biasanya. Memasang wajah senyum pada sang istri agar Ify tidak menduga-duga apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Mungkin ini termasuk jahat tapi ia tidak bisa menahan keinginan otaknya yang memikirkan wanita lain padahal ada hati yang harus ia jaga kini. Terlebih ini bukan lagi sebatas cinta monyet yang terlalu labil untuk memegang dua atau lebih perasaan pada orang yang berbeda.

Rio menarik pinggang Ify membuat wanita yang menjadi ibu dari anaknya itu jatuh ke dalam pangkuannya. tidak ada penolakan malah Ify menyandarkan kepalanya tepat pada dada bidang Rio, menyamankan posisinya yang ada didalam pangkuan serta dekapan Rio yang selalu membuat hati dan jiwanya terasa nyaman.

"Aku gak lagi ngelamun kok Sayang, cuma lagi mikirin ucapan mama tadi soal pindahan rumah. Apa kamu mau tinggal lagi di rumah mama?"

Rio menyelipkan anak rambut Ify ke telinga wanita itu seiring ucapannya yang terlontar begitu saja. Ratih memang meminta agar Rio memboyong keluarga kecilnya lagi untuk kembali tinggal di istananya. Terlebih sudah ada Gio, jadi Ratih ingin terus dekat dengan sang cucu layaknya seperti oma-oma lainnya.

"Aku gak tau Yo. Kita lihat nanti ya tapi aku juga gak tega sama mama yang harus tinggal sendirian lagi kalau Ray dan Dhira balik kan."

"Iya makanya aku tanya kamu dulu soal ini, kalau kamu setuju untuk tinggal sama mama hayuk tapi kalau gak mau juga ya aku gak bisa maksa Yang."

"Aku bukannya gak mau Yo. Aku cuma belum siap aja kemarin."

"Berarti sekarang udah siap dong ya."

Ify mengangguk diiringi senyum manis.

"Iya siap."

Rio mengangguk dan mengecup kening Ify yang kini melingkarkan tangan di leher pria itu.

"Yo,"

Panggil Ify berupa bisikan di telinga kiri Rio.

"Aku kayak yang pengen makan sesuatu, tapi maunya kamu yang buat."

Dahi Rio sukses mengerut sempurna, sedikit merasa aneh dengan ucapan Ify. ia tatap wajah istrinya yang kini memasang tampang manja.

"Hem kenapa kayak orang ngidam ya, kamu hamil, Yang?"

Dengan wajah berserinya Rio bertanya dan penuh semangat namun gelengan kepala yang ia dapat dari Ify membuat harus tersenyum ringan, tidak ingin terlihat kecewa dihadapan sang istri.

"Gak hamil Yo, aku lagi haid. Biasanya juga lagi haid pasti ngidam kayak orang yang lagi hamil."

Mengangguk mengerti Rio mengelus kembali punggung Ify yang kini ada di dalam dekapannya.

"Yaudah kamu mau apa? biar aku buat sayang. Mumpung ini lagi gak kerja akunya."

Ify melepaskan diri dari Rio dan memandang tajam pada suaminya itu.

"Jadi kalau lagi kerja gak mau ngabulin permintaan aku?"

"Eh eh gak gitu Sayang. Maksudnya kalau gak lagi kerja kan waktunya bisa banyak buat kamu Fy."

"Beneran?"

Rio mengangguk yakin.

"Sekarang kamu bilang mau apa, biar langsung aku buat untuk isti tercinta."

"Aku mau nasi goreng, Yo. Tapi pake sosis ya yang banyak."

Dengan semangat Ify mengatakan keinginannya.

"Oke biar aku buat. Kamu tunggu di sini ya,"

"Aku ikut aja. Mau lihat cara kamu masak. Udah lama gak liat soalnya."

Ify melingkar kan tangannya di lengan Rio. Mereka berjalan beriringan menuruni anak tangga menuju dapur. Sudah jam sepuluh malam tapi tidak masalah bagi Rio, toh untuk istri tercinta dan ia buat dengan cinta.

****

"Jadi pak Broto itu Papa kamu Cla?"

Dua anak manusia yang tidak sesama jenis sedang menikmati hidangan di atas meja sebuah Cafe. Tempat dimana kemarin mereka bertemu. Dan mungkin suatu kebetulan sedang terjadinya mereka, karena siang ini secara bersamaan mereka ada di tempat yang sama lagi. Ya dua orang itu adalah Rio dengan seorang wanita yang dia panggil dengan sebutan Cla,

"Iya, mama menikah lagi setelah papa meninggal waktu itu."

Mendengar ucapan wanita di depannya sontak Rio memasang wajah terkejut. Seakan tidak percaya dengan ucapan wanita ini. Ia perhatikan wajah wanita cantik di depannya ini dengan seksama, masih sama seperti dulu, masih memancarkan kecantikan yang tidak bisa di bilang sekedar. Walau saat ini hawa sedih tampak menyelimuti wajah ayu itu.

"Papa kamu meninggal? Clara, jadi pak Broto itu ayah tiri kamu?"

Clara mengangguk.

"Dan kamu tau kalau itu alasan kenapa dulu aku pergi gitu aja sampe gak sempet bilang sama kamu."

Wanita bernama Clara itu menunduk sedih, Rio tidak tau apa yang ia rasakan saat ini, gadis ini dulu meninggalkan begitu saja dengan tanpa alasan apapun. Bahkan berkabar pun tidak.

"Kenapa gak kamu kasih kabar lewat handphone?"

Clara menatap Rio mendengar pertanyaan pria itu.

"Aku waktu itu syok banget Yo dan aku gak ada mikir buat hubungi kamu lewat telpon. Terlebih lagi papa meninggal dadakan karena sakit jantung. Kamu bisa bayangin kan, jangankan untuk mainin handphone pegang aja aku gak ada waktu."

Rio mengangguk paham. Ia pernah mengalami hal yang sama jadi tidak perlu dijelaskan seberapa paniknya Clara saat itu.

"Tapi kan kamu bisa hubungi aku di lain hari, beberapa hari setelah meninggalnya papa kamu misalnya."

Clara menghela nafas pelan dan menatap lurus pada Rio.

"Gimana bisa aku hubungi kamu, handphone aku hilang, Yo. Seminggu setelah itu aku langsung berangkat ke luar negeri sama mama."

Clara masih mencoba menjelaskan.

"Seminggu? dalam waktu seminggu itu kamu gak ada lagi temui aku dan langsung pergi gitu aja seolah kita gak ada hubungan apa-apa Clara. Aku gak ngerti sama jalan pikiran kamu."

"Rio. Aku akui aku salah udah ninggalin kamu tanpa penjelasan tapi aku mau minta maaf sama kamu tentang itu."

Rio menarik bibirnya sedikit keatas membentuk senyuman yang sulit diartikan.

"Kita bisa mulai lagi semuanya dari awal kan, Yo?"

"Aku udah maafin kamu Cla, karena aku juga manusia biasa yang mungkin nanti akan butuh maaf juga dari orang lain. Tapi seperti yang orang lain bilang, memaafkan bukan berarti melupakan. Begitupun aku. Aku masih belum bisa melupakan apa yang terjadi sama aku saat kamu pergi begitu aja."

Rio meluapkan semua penjelasannya di hadapan Clara.

"Aku terpuruk saat itu Cla. Karena cuma kamu yang ada di hatiku waktu itu. Butuh waktu untuk aku bisa ikhlas menerima kalau kamu sudah pergi jauh dari sisi aku. Dan mungkin gak akan kembali."

Clara menggenggam tangan Rio yang pria itu tengkerkan di atas meja. Tapi Rio melepaskannya.

"Aku bener-bener minta maaf, Yo. Tapi sampai sekarang aku juga masih menjadikan Kamu satu satunya pria yang ada di hati ini. Rasa aku sama kamu gak pernah berubah, masih tetap seperti dulu, masih mencintai kamu seperti dulu. Yah kita coba ulangi lagi semua yang pernah kita lalui beberapa tahun ke belakang ini."

Clara menatap Rio penuh harap. Tapi seketika hatinya bergemuruh melihat gelengan kepala Rio. 

"Maaf kamu udah aku terima dengan penjelasan kamu tadi, tapi untuk kembali lagi mengulang semua seperti dulu aku gak bisa, Cla."

"Kenapa? kamu gak mungkin bisa nolak aku kayak gini, Yo. Aku tau kamu cinta banget sama aku kan? kita sama-sama saling mencintai kan, Yo?"

Clara berusaha menarik lagi tangan kiri Rio.

"Itu dulu Cla. Beda dengan sekarang, mungkin tuhan masih berbaik hati sama aku dan dia gak mau aku terlalu lama terpuruk, dan mungkin kejadian waktu itu juga sebuah pertanda kalau kita memang gak bisa untuk bersama."

Perkataan ambigu Rio membuat kernyitan didahi Clara berlipat.

"Maksud kamu? kamu belum menemukan tempat yang nyaman selain sama aku kan, Yo? Terus apa alasan kamu untuk nolak aku sekarang?  "

Tanyanya dengan hati-hati.
Rio mengangkat tangan sebelah kanannya dan menunjukkan benda mungil yang melingkar tepat di jari manisnya di hadapan Clara. Tanpa diberi tau pun semua orang akan tau apa maksudnya.

"Ini alasan aku gak bisa sama kamu lagi, Cla. Ini yang udah buat aku nyaman selama ini dan ini juga yang udah membuat aku bangkit lagi dari semua keterpurukanku waktu itu."

Clara menggeleng gelengkan kepalanya  dengan wajah yang sudah basah oleh air mata. Seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja Rio katakan.

"Ka-kamu udah tunangan? sama siapa? kamu jangan bohong, Yo. Ini gak mungkin!"

Rio tersenyum menatap cincin yng melingkar indah di jari manisnya, tangannya mengelus benda bundar itu, seketika pikirannya jatuh pada seseorang yang kini juga sedang memakai pasangan dari cincin tersebut.

"Bukan cuma tunangan tapi ini cincin pernikahan yang memiliki arti kesucian cinta di dalamnya. Enggak ada yang gak mungkin, Cla. Jika Tuhan telah berkehendak maka siapa yang bisa menghalangi-Nya? Nggak ada yang bisa."

"Kamu pasti gak beneran cinta kan sama dia? kamu pernah bilang kalau cuma ada aku di hati kamu yang artinya cuma aku yang kamu cinta."

"Itu dulu Cla, sebelum kamu buat hatiku hancur karena udah ninggalin aku gitu aja tanpa alasan yang jelas. Dan sekarang kamu datang lagi di saat aku udah menemukan rumah untuk pulang. Ada hati yang harus benar-benar aku jaga saat ini dan seterusnya, Cla."

Clara sudah berlinangan air mata mendengar penjelasan Rio. Bukan ini yang ia mau, sengaja ia mengikuti ayahnya tadi untuk bisa bertemu Rio dan ingin melanjutkan lagi hubungan mereka yang selama ini tenggelam dibawa masa tapi setelah mendengar semua yang Rio katakan, satu kata yang hinggap di hatinya saat ini yakni penyesalan.

"Rio, kamu serius sama ucapan kamu saat ini? kamu gak cuma mau balas dendam atas rasa sakit yang pernah kamu alami dulu kan?"

Seakan belum percaya,  Clara kembali bertanya. Namun, anggukan kepala Rio membuat nafasnya terasa sesak dan susah untuk di hembusan. Dengan berat hati ia pun harus menerima kenyataan sekarang ini.

Kata menyesal akan kita temui saat semuanya telah berubah, bisa jadi itu sesuatu yang sudah tidak lagi menjadi kita.

Continue Reading

You'll Also Like

711K 30.2K 69
ALLARD LEXA FERNANDEZ. Siapa yang tidak mengenal Allard Pria tampan yang sukses diumur mudannya, menjadi penerus perusahaan terbesar didunia, sangat...
1.5M 21.4K 40
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
10.5K 289 32
Pernikahan kontrak yang Reza dan Manda lakukan membuat mereka masuk ke dalam hubungan yang cukup rumit, apalagi saat itu Reza masih berstatus sebagai...
46.8K 2K 43
Kumala bukan terlahir dari keluarga kaya atau miskin. Ayahnya seorang petani dan juga mempunyai beberapa ternak yang di jadikan tabungan untuk sekola...