Secret Admirer

By beebaebees

269K 10.2K 296

Syahnarra hanyalah gadis lugu yang kerap kali terlibat ancaman dan suatu hal yang berbahaya. Dia mengagumi St... More

1. Pesona Stevano
2. Hari Ulang Tahun Narra
3. Kejutan Untuk Narra
4. I'am Jealous, Boy's - Part A
5. I'am Jealous, Boy's - Part B
7. Menjelang Ujian Nasional
8. Setelah Ujian Nasional
9. Prom Night
10. Mama.. You Always In My Heart
11. Species (Special Part)
12. Venna or Joana? (Special Part)
13. Masihkah Kau Mencintaiku? (Special Part)
14. Hurt (Special Part)
15. Not a Bad Thing
16. Seriously?
17. Almost
18. Dangerous
For You Information!
19. Remember
20. Barbeque's Time
21. And I'm Very Love You
22. Matchmaking
23. Stevano or Rendy?
24. Pengakuan
25. Suasana Yang Mengharukan
26. More Beautiful Than a Dream
27. Day With Vano's
28. A New Beginning
29. Ide Gila
30. Really Complicated
31. Kasus Baru
32. Hampir Selesai
33. Pengakhiran
Simplicity of Love Promotion
EPILOGUE SECRET ADMIRER

6. Patah Hati

7.6K 352 2
By beebaebees

Venna POV

Cinta datang terlambat. Mungkin itu kata-kata yang pas untuk di sematkan dalam kisah percintaan gue. Gue baru menyadari perasaan itu setelah Mario menjadi milik orang lain.

Dikamar bercat biru ini gue berada sekarang. Kamar kesayangan gue. Kamar yang banyak terisi barang-barang dari Rio. Boneka panda, kotak musik, beberapa foto gue dan Rio hasil jepretan dari kamera polaroid. Arrggh..

Gue terus membolak-balikan langkah. Gue bingung. Perasaan gue saat ini tak jelas. Gue harus apa? Apa gue harus bahagia, sedih, murung atau bebas karena tak akan ada lagi Mario yang terus membuntuti gue. Mario, gue gamau kehilangan lo.. Pikir gue frustasi.

Segera gue ambil gadget bercase biru muda ini. Gue membuka kunci layar. Mengarahkan jari gue untuk mencari kontak Rio. Ketemu! Lalu setelah ini gue harus apa?

Gue men-dial nomor Rio. Ya, gue menelponnya. Entah apa yang sedang gue lakukan sekarang. Sama sekali tak peduli. Yang gue ingin hanya mengungkapkan perasaan yang menyakitkan ini.

Gue dengar Rio mengangkat panggilan ini. "Hallo."

"Hmm? Kenapa lagi?" Kata Rio acuh. "Rio.. Kita harus bicara."

"Soal apa?" Gue diam untuk beberapa saat. "Hallo."

"Um, iya.. Hallo.. Pokoknya kita harus bicara." Ucap gue gugup. "Yaudah gue kerumah lo." Berhubung ini sudah lewat jam 9 malam, maka Rio yang mengalah untuk menemui gue dirumah. Daripada di luar rumah, kan ga baik.

Rio mematikan sambungan teleponnya. Gue pun meletakkan gadget gue diatas meja belajar kembali. Gue berlari kearah jendela. Membuka sedikit hordeng. Gue harap Rio benar-benar datang.

21:30
Terdengar deru suara mesin mobil. Itu bunyi suara mesin mobil Rio. Gue segera keluar kamar pelan-pelan. Karna tak ingin membangunkan orang-orang dirumah, maka gue berjalan mengendap-endap keluar rumah untuk menemui Rio.

Gerbang rumah pun gue buka secara perlahan. Walaupun tetap menghasilkan suara. Gue lihat Rio berdiri tegap disamping mobilnya dengan memakai sweater hitam dan jeans hitamnya. "Ayo masuk."

Rio menyengritkan dahinya, "Mobil gue disini aja? Yakin aman?"

Gue mengangguk cepat, "Aman. Ada satpam kompleks, kok. Ayo, nanti Ayah sama Bunda gue tau."

Rio pun masuk ke dalam rumah dan gue ikut di belakangnya. Kami berdua memasuki kamar, ya kamar gue. Rio duduk di tepi ranjang, sementara gue berdiri di hadapannya.

"Ada apa?" Tanyanya lembut. Ini baru suara Rio yang asli.

Gue menahan air mata gue agar tidak jatuh. Rasanya aneh kalau harus menangis didepannya. "Ven?"

Tak ku mengerti mengapa begini

Waktu dulu ku tak pernah merindu

Tapi saat semuanya berubah

Kau jauh dariku

Pergi tinggalkanku

"Yo, gue harus terus terang sama lo soal perasaan gue." Rio seperti siap mendengarkan apa yang akan gue katakan. Gue menggigit bibir bawah gue dan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. "Gue juga cinta sama lo, Yo."

Rio terperangah, ia diam. "Walaupun itu semuanya terlambat." Sambung gue sembari menitikkan air mata.

Mungkin memang ku cinta

Mungkin memang ku sesali

Pernah tak hiraukan rasamu dulu

Aku hanya ingkari kata hatiku saja

Tapi mengapa kini...

Cinta datang terlambat

[Maudy Ayunda - Cinta Datang Terlambat]

Rio mengegeleng pelan. "Hapus perasaan itu. Karna percuma, itu akan menyakiti perasaan lo." Katanya dalam.

Gue menangis. "Tadinya gue berpikir kalau lo akan nungguin gue. Tapi ternyata.."

"Menunggu itu ga semudah kita membolak-balikan telapak tangan. Lo pikir hidup gue akan dihabiskan untuk menunggu? Menunggu gadis yang ga pernah memandang jerih payah gue sedikit pun?" Gue terisak, Rio membentak gue.

Gue mengusap wajah gue kasar. Kini wajah gue basah sepenuhnya oleh air mata dan rasa penyesalan. Gue lihat Mario beranjak dari tempatnya duduk dan berjalan mendekati gue.

Gue langsung berhamburan memeluknya dan Rio membalas pelukan gue. "Rioo.." Gue mencengkeram kuat-kuat sweater hitam yang ia kenakan sambil terus terisak.

Bisa gue rasakan Rio mengelus lembut kepala gue. Gue hanyut dalam sentuhan lembutnya itu. Apa yang sekarang terjadi? Pangeran tulus pergi meninggalkan Putri bodohnya? Itu benar.

"Lo pasti akan bahagia kok, bersama pilihan lo nanti." Rio berbisik. Perasaan gue serba salah sekarang, rasanya gue -sebentar lagi- akan menjadi gadis pemurung.

"Pasti lo ga cinta kan sama Joana itu?" Tanya gue tiba-tiba, Rio mengangguk. Itu artinya pertanyaan gue benar. Rio tidak mencintai gadisnya.

"Tapi gue akan belajar mencintainya." SKAK! Ah, hati gue hancur berkeping-keping.

***
Annisa POV

"Sayang.. Sayang tunggu dulu dong." Stevent meraih pergelangan tangan gue.

"Apasih." Gue menepis kasar tangannya. "Cukup ya. Aku kecewa sama kamu." Desis gue sebal

"Kamu tuh ya selalu salah paham. Aku tuh tadi cuma biasa aja menanggapi Starry-nya."

"Biasa kayak gimana sih, Stev? Aku tuh liat mereka peluk kamu. Ada sebagian yang cium pipi kamu lagi."

"Itu wajar, sayang." Gue mendecak kesal. "Wajar juga pas mereka semua mandang sinis ke aku? Wajar pas mereka ngedorong-dorong aku? Wajar? Hah? Kamu tuh ga tau aja."

"Kamu tuh ya kenapa jadi lebay begini sih. Dikit-dikit marah, ngambek. Mau kamu tuh apa sih? Aku tuh capek tau ga. Kamu manja banget." Keluh Stevent tak kalah kesal.

Gue diam, kenapa Stevent jadi balik marah? Kan harusnya gue yang marah. Secara gitu selama meet and greet tadi Stevent selalu dikelilingi para fans-nya, rata-rata semuanya cewek dan mereka semua seakan menjauhi gue dari Stevent. Masa dia masih tetap ga peka sih?

"Kok kamu jadi marah ke aku sih." Stevent mulai menampakkan wajah kesalnya, dia bete juga sepertinya.

"Tau ah. Terserah kamu deh. Mau pulang? Yaudah sana. Aku masih mau meet and greet sama Starry." Gue menghentakkan kaki gue.

"Ih, ini udah malem. Kamu tega ngebiarin aku pulang sendiri?"

"Kamu tuh benar-benar ya ga ngertiin aku banget. Manja. Mending kita putus aja ya."

Gue memelototkan mata gue bulat-bulat. "STEVENT!!!" Gue berteriak di depan wajahnya.

"Terserah." Stevent beranjak pergi meninggalkan gue, namun sebelum ia benar-benar pergi. Gue mengambil tangannya dan gue genggam. "Sayang kamu ga serius, kan?"

Stevent membeku. "Aku gamau." Rengek gue didepannya.

"Sorry." Stevent menarik tangannya kemudian berlalu memasuki cafe yang sedang mengadakan meet and greet itu. Lah terus gue? Ah Stevent.

***
Syahnarra POV

Niatku untuk pergi tidur berubah total saat beberapa tamu datang menemuiku dirumah. Tamu ini bukan sahabat-sahabatku, bukan pula Vano. Tau siapa? Ia adalah pria penghancur masa depanku. Begitu aku menganggapnya.

"Mau apa kamu kesini?" Tanyaku dingin padanya. "Narra, coba panggil Papa kembali seperti dulu dengan sebutan Papa."

Aku memandang wajahnya, wajah yang membuat aku kehilangan Mama. "Aku ga bisa."

"Tapi biar bagaimana pun, Papa tetap Papa kamu, Narra." Katanya sambil mengelus lembut puncak kepalaku.

Aku menepis tangannya, jujur, aku sangat tak ingin menemuinya. Tetapi Oma menyuruhku agar tak bersikap kurang ajar pada orang yang katanya beliau adalah Papaku.

Kulihat Papa mengalah dengan menurunkan tangannya. "Jawab saja pertanyaan ku tadi."

"Papa kesini ingin bertemu kamu, Papa kangen sama kamu." Air mataku menggenang. Papa rindu padaku? Aku tak salah dengar kan?

"Besok kita jenguk Mamamu bersama-sama ya sama Mama Amanda." Aku melirik seorang wanita yang duduk disamping Papa yang sedang memangku seorang gadis kecil berusia sekitar 5 tahun.

"Aku gamau." Tolakku mentah-mentah. "Loh, kenapa, Narra?" Tanya Amanda lembut dan dengan hati-hati

"Kamu ga kangen sama Mama?" Papa memandangiku dengan raut wajahnya yang bertanya-tanya.

Aku menatap Oma sebentar yang duduk disampingku, lalu kembali menatap keluarga kecil yang sedang bahagia itu. Tak luput ku tatap gadis kecil yang bernotaben anak Papa juga. Candy namanya.

Aku iri padanya, pada Candy. Mengapa ia selalu saja mendapatkan perhatian penuh dari Papaku. Sementara aku? Papa tak pernah peduli. Aku membenci keputusan Papa untuk menikahi artisnya ini, ya Amanda.

Dahulu, Papa ku seorang sutrada film dan Amanda adalah artis di rumah produksi yang dimiliki Papa. Entah apa maksudnya, setelah menjalin kerja sama selama 2 tahun, tiba-tiba saja Amanda berujar pada Mamaku bahwa ia tengah mengandung anak Papa. Saat itu Mamaku shock, begitu pula aku yang baru berumur 12 tahun. Papa juga mengakui kebenaran berita itu. Tak ku sangka setelah itu Papa menceraikan Mama dan lebih memilih bersama Amanda yang dinikahinya 5 tahun silam.

"Apa pedulinya sih kalian pada Mamaku?" Tanyaku geram. Toh, waktu Mamaku masuk Rumah Sakit baru-baru itu mereka tak menengok, kenapa sekarang care?

"Kami hanya ingin minta maaf pada Tiara." Ucap Papa -seperti- merasa bersalah.

"Mamaku sudah tidak ingin melihat kalian lagi. Apa kalian belum puas menyakitinya?" Bentak ku kasar pada mereka. Aku tak peduli jika sebagian orang yang melihat kejadian ini menganggap aku sebagai anak yang kurang ajar dan tidak tau sopan santun. Aku tak peduli. Mereka semua yang bersalah, mereka semua merenggut kebahagian dan waktuku bersama Mama selama ini.

"Maafkan kami." Ku lihat Amanda menangis. Papa merangkul istrinya itu untuk sekedar menenangkan. Dahulu kan posisi itu ditempatkan oleh Mama dan sekarang.. Dasar perempuan tidak tau malu.

"Narra, tolong jangan bersikap kasar pada Amanda. Niat kami kan baik." Papa mencoba membela istrinya.

"Terserah aku dong. Kalau kalian gak suka ya sudah pergi sana." Hardikku kasar, "Narra.." Oma mencoba menenangkanku, malam ini aku benar-benar marah.

"Sebentar lagi kamu akan lulus SMA kan? Papa mau kamu kuliah dan tinggal bersama kami ya."

Aku segera menggeleng, "Aku gak mau."

"Kenapa, Narra?" Amanda kembali bersuara. "Ya karna aku gak mau ikutan gila kayak Mama." Tangisku pecah ruah. Aku sensitif jika membahas soal keluarga yang tak jelas ada atau tidaknya ini.

"Kalian gak tau, kan? Mama ku jadi gila karna hubungan kalian. Setiap hari aku ingin selalu bersama Mama, walaupun itu dirumah sakit jiwa sekalipun. Tapi kenyataannya? Aku gak bisa, karna setiap kali ku temui Mama selalu mengamuk. Bahkan kemarin saat usia ku bertambah, aku kira Papa ingat. Tapi kenyataannya? Ucapan selamat ulang tahun pun gak aku dapatkan. Apasih mau kalian? Apa kurang puas kalian menghancurkan hidup aku dan Mama?" Aku berteriak-teriak seperti orang kesetanan. Amanda semakin menangis. Bisa ku dengar suara isakannya.

"Papa minta maaf."

Aku menghapus kasar jejak air mataku, "Papa pikir dengan maaf, Mama bisa sembuh? Waktu ku yang selama ini hilang bersama Mama bisa kembali? Papa pikir begitu?"

Aku berdiri dari tempatku duduk, aku muak lama-lama berada dalam satu ruangan bersama mereka. Kulihat Papa juga berdiri dan langsung memelukku. Pelukan ini yang selalu ku dambakan. Jika Mama tak dapat memelukku lagi, maka ku kira Papa pun juga tak akan bisa. Tapi malam ini, sosok pria tegap yang gagah ini sedang memelukku.

Aku tak membalas pelukan Papa, meski batinku berkata aku harus memeluknya tapi pikiranku menentang. Rasa sakit ku lebih besar daripada rasa kangen ku.

Aku melepas pelukan Papa dan mendorongnya agar menjauhiku. "Aku gak ingin ketemu kalian lagi." Ucapku bohong.

"Walaupun jika Papa akan pergi meninggalkan kamu selamanya nanti?" Hatiku terasa sesak. Pertanyaan bodoh Papa menyakiti hatiku, apa maksudnya?

"Aku mungkin lebih senang seperti itu."

"Narra, Papa ingin sekali menebus kesalahan Papa selama ini. Papa khilaf dan merasa bersalah sama kamu dan Mama. Papa minta maaf."

"Setiap malam Papa selalu di kejar-kejar rasa bersalah karna telah menelantarkan kamu dan Mamamu. Papa selalu dihantui kejadian kelam di masa lalu kita. Makanya Papa kesini, Papa harap kamu bisa memaafkan kesalahan Papa selama ini."

"Maafkan Papa ya, Nak." Papa kembali mengelus lembut puncak kepalaku. Aku tertegun. Papa I miss you.. Batinku berteriak menentang pikiranku.

"Lebih baik Papa pulang. Aku bahagia kok kalau lihat Papa bahagia. Bahagia itu kan gak musti mengikuti kata hati." Kataku sekuat mungkin, karna suara ku mulai terdengar parau.

Ku rasakan Papa mencium keningku, rasanya hangat. Kemudian Papa beralih mencium kedua pipiku. Aku kembali menjatuhkan air mataku. Pipiku sudah basah. "Papa pulang ya."

Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya diam mematung. "Besok kita jenguk Mamamu berdua ya."

"Gak perlu, Pa. Papa jenguknya nanti aja tunggu Mama di dalam tanah." Ucapku dingin dengan wajah datar yang ku tunjukkan.

Mereka pun berpamitan pada Oma. Oma menanggapi mereka seperti layaknya seorang tamu. Ku lihat Amanda berjalan mendekatiku. Ia memelukku sebentar, aku mengalah dengan tidak mendorongnya seperti Papa tadi.

"Aku punya ini untukmu. Selamat ulang tahun ya, Narra." Kata Amanda memberikan ucapan ulang tahun sambil memberikan sebuah kotak kecil yang dibungkus rapih dengan kertas kado berwarna pink dan pita biru melengkapi. Kado itu diberikan padaku. Dari Ibu tiriku. "Semoga kamu menyukainya."

Amanda menyodorkan kotak kecil itu padaku. Aku menerimanya. Kemudian Amanda melakukan hal yang sama seperti yang Papa lakukan tadi sebelum mereka benar-benar pergi dari rumah ini. Amanda mencium keningku, mengecup kedua pipiku. Namun wajahku masih tetap datar.

Jadilah malam ini malam pertamaku bertemu mereka setelah kejadian 5 tahun yang lalu itu. Tentunya bersama anak mereka. Candy. Sejujurnya aku tak pernah membenci Papa maupun Amanda dari dalam hatiku. Hanya saja aku kecewa, seseorang yang harusnya menjadi pahlawan untukku malah menjadi musuhku. Aku benci keadaan ini. Kenapa harus seperti ini?

~~~
Thank you so much. Masih dalam rangka galau yaak hehe. Akhirnya ga ngaret. Thanks yang udah vote.

Continue Reading

You'll Also Like

6.4M 716K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...