How to kiss?

By MrsWulandari

692K 20.4K 1.4K

Bagaimana rasanya diminta menjadi partner berlatih ciuman? Aviona Elardi pikir, teman sekamarnya yang 27 tahu... More

1. πŸ’‹ A Tips πŸ’‹
2. πŸ’‹ Essence πŸ’‹
3. πŸ’‹ Kind of kiss πŸ’‹
4. πŸ’‹ Problem Solved πŸ’‹
5. πŸ’‹ Attention πŸ’‹
6. πŸ’‹ Happy Lunch πŸ’‹
7. πŸ’‹ Red Lipstick πŸ’‹
9. πŸ’‹ Too hard to handle πŸ’‹
10. πŸ’‹ Pretending all it's fine πŸ’‹
11. πŸ’‹ Arque πŸ’‹
12. πŸ’‹ Confession πŸ’‹
13. πŸ’‹ waiting for answerπŸ’‹
14. πŸ’‹ Morning Kiss πŸ’‹
15. πŸ’‹ Upset πŸ’‹
16. πŸ’‹ Emotional Damage πŸ’‹
17. πŸ’‹ Home Sweet Home πŸ’‹
18. πŸ’‹ Finally Found πŸ’‹
19. πŸ’‹ Kiss and Make Up πŸ’‹
20. πŸ’‹ Green Light πŸ’‹
21. πŸ’‹ Uwu Moment πŸ’‹
22. πŸ’‹ Lovely Camping πŸ’‹
23. πŸ’‹ Sunrise Kiss πŸ’‹
24. πŸ’‹ Make Out πŸ’‹
25. πŸ’‹ The Feels πŸ’‹
26. πŸ’‹ Red Dress Effect πŸ’‹
27. πŸ’‹ Never Meant πŸ’‹
28. πŸ’‹ If you know, You know πŸ’‹
29. πŸ’‹ Fun Moment πŸ’‹
30. πŸ’‹ Reckless πŸ’‹
31. πŸ’‹ Was it over? πŸ’‹
32. πŸ’‹ Flashback On-Off πŸ’‹
33. πŸ’‹ Just let it go πŸ’‹
34. πŸ’‹ Good Decision πŸ’‹
35 πŸ’‹ Unexpected Meeting πŸ’‹
36. πŸ’‹ The Best Gift πŸ’‹
37. πŸ’‹ Kiss in Fitting Room πŸ’‹
38. πŸ’‹ Wedding plan πŸ’‹
39. πŸ’‹ Girls Night Out πŸ’‹
40. πŸ’‹ Amazing Wedding πŸ’‹
41. πŸ’‹ Epilog πŸ’‹
INGPO
Ingpo

8. πŸ’‹ Someone you love πŸ’‹

24.3K 677 31
By MrsWulandari

Seluruh manusia di muka bumi ini memiliki akal tentu saja, tetapi terkadang tidak semua akal berjalan seperti semestinya. Viona merasakan tubuhnya panas saat lumatan demi lumatan yang dia hasilkan disambut oleh pria yang saat ini berada dalam pelukannya. Beberapa saat lalu, dia berpindah posisi berada pada pangkuan Rean, merengkuh leher pria itu dan meneruskan latihan ciuman yang sudah mereka sepakati. Ini hanya sebuah latihan, namun akal sehat Viona menolaknya. Tanpa sadar nalurinya menyukai terjadinya ciuman itu.

Awalnya dia pikir hanya latihan, ya latihan karena Rean minta diajari. Tetapi akal sehat Viona dan perasaannya mendadak tidak sinkron.

Tubuh Rean tak kalah panas, nafasnya terputus-putus saat dia membalas ciuman yang Viona mulai, awalnya dia takut membalas lumatan itu namun nalurinya sebagai lelaki menolak dan pada akhirnya dia memagutnya tak kalah brutal. Karena tuntunan lembut bibir Viona, kini dia mengerti jika ciuman memang hanya perlu dilakukan saja, tanpa embel-embel teori yang merepotkan.

Tubuhnya kian menegang dan aliran darah dalam tubuhnya kian kencang, saat secara perlahan telapak tangannya berangsur masuk melalui cela hoodie yang wanita itu kenakan, sentuhannya berhenti di punggung lembut wanita itu dan jemari Rean mengelusnya pelan. Namun beberapa detik sentuhan itu mendarat, Viona tercekat dan segera melepas tautan bibir mereka dengan cepat.

Nafasnya tersengal dan keringat dingin melewati pelipisnya meski ruangan mereka cukup sejuk oleh pengaruh AC. Tatapan mereka beradu dalam beberapa saat, Viona dapat melihat ulahnya sendiri bahwa bibir tipis Rean kini merekah dan membengkak akibat perbuatannya. Sementara Rean, menatapnya dengan dahi mengernyit bingung, dan tahu jika sejak tadi pun seharusnya mereka berhenti—atau bahkan tidak pernah memulainya saja.

Salah, Rean merasa bersalah. Saat tangannya menyentuh punggung Viona, dia tahu wanita itu terkejut makanya tautan bibir mereka terlepas.

"Maaf," kata Rean memecah kesunyian. Nafas keduanya berangsur mulai kembali normal, dan Viona langsung berpindah posisi dari pangkuan Rean ke sofa. Wanita itu membuang tatapannya karena sangat malu oleh perbuatan tak direncanakan itu.

"Gue seharusnya nggak minta lo ngelakuin ini," ucapnya lagi dengan nada penuh rasa sesal. "Maaf, Vio, nggak akan lagi gue minta lo untuk—" belum selesai Rean mengutarakan isi kepalanya, Viona sudah menoleh dan menatapnya dengan senyum terpasang di bibir yang Rean yakin wanita itu terpaksa menampilkannya.

"Lo hebat untuk ukuran pemula. Lo... bisa mengimbangi bagaimana ritme yang gue kasih. Pasti setelah lo nembak cewek itu, dia nggak akan pernah nyesel ciuman sama lo, Re."

Rean menunduk dan tidak membalasnya, pria itu terdiam dan masih merasa apa yang dipintanya adalah suatu kebodohan.

"Tapi..., apa boleh gue tanya. Apa sebegitu penting validasi dari cewek itu soal kemampuan ciuman lo?" tanya Viona hati-hati. Dia hanya perlu tahu maksud sebenarnya dari validasi arti ciuman itu, karena menurut Viona hal itu tidak penting. Lakukan saja ciuman tanpa perlu pengakuan.

Rean akhirnya menaikkan wajah, kemudian mengembuskan nafas dan memasang senyum tipis. "Gue hanya ingin menunjukkan ke dia kalau gue sayang dia. Hanya itu."

Viona menggut-manggut mengerti. "Ya, itu udah cukup membuktikan."

Wanita itu memasang raut normal seperti biasa, kemudian bangkit dari sofa dan beranjak menuju kamar mandi. "Gue mandi dulu," ucapnya menahan canggung. Senyum itu masih dia tampilkan kepada Rean, tetapi sesampainya di dalam kamar mandi, barulah detak jantungnya kembali berpacu kencang. Dia sudah semaksimal mungkin menahan diri untuk tidak terbawa suasana. Sembari membuka hoodie dan baju yang dia kenakan, Viona menatap dirinya di depan cermin besar di hadapannya kini. Apa dia melakukan ide bagus, atau justru malah membuat kesalahan lain?

"Viona...," ucapnya pada diri sendiri. "Lo tolol. Ini salah!" ucapnya lagi. "Rean sahabat lo. Mana ada sahabat yang ciuman sampai begitu?"

Di bawah guyuran air hangat malam itu, Viona sadar jika menyetujui rencana menjadi tutor ciuman pria itu adalah sebuah kesalahan yang Viona enggan akui, jika dia menyukai interaksi intim tersebut.

💋💋💋

Sesuai yang Rean rencanakan, dia sudah membuat jadwal akan mengajak Viona untuk camping di salah satu lokasi pegunungan di Bandung. Namun, rencananya gagal karena Viona merasa tidak enak badan saat mereka seharusnya berangkat. Beberapa hari lalu wanita itu gila-gilaan bergadang malam tanpa tahu waktu, benar-benar seharian penuh di depan laptop tanpa kenal lelah. Makan hanya seadanya, dia seperti sengaja ingin menghancurkan dirinya sendiri.

"Lo masih nggak enak badan?" tanya Rean yang berjalan mendekati ranjang wanita itu. Viona sendiri masih meringkuk dan bergelung dengan selimut di ranjangnya. Tubuhnya tumbang, asupan vitamin kurang, serta jam tidurnya berantakan. Dia seperti mayat hidup saat ini, tubuhnya yang kurus semakin terlihat kurus.

"Gue udah sering ngingetin jangan bergadang. Sekarang gimana kalau udah begini?" kata Rean, pria itu duduk di tepi ranjang setelah meletakkan penampan berisi semangkuk bubur ayam dan teh madu untuk Viona. Jika bukan Rean yang turun tangan mengurusi wanita itu, maka tidak ada yang akan memedulikannya.

"Sekarang bangun, terus makan, ya."

"Gue nggak lapar," balas Viona cuek. "Lo jangan batalin rencana camping itu. Lo harus pergi. Kalau nggak bisa sama gue kan ada temen kantor lo. Lo udah bela-belain ajuin cuti dari bulan lalu, Re. Sayang kalau nggak pergi."

Pria itu menggeleng, tangannya terjulur untuk meraih mangkuk bubur dan bersiap menyuapi Viona. "Terlanjur gue batalin. Bisa kita pergi lain waktu. Sekarang makan!"

Mau tidak mau, Viona bangkit dan menurutinya. Tubuhnya tidak panas karena dia tidak demam, dia hanya merasa lemas dan sangat stres. Seharusnya camping atau piknik ke tempat yang indah akan membuatnya lebih baik. Namun Viona tidak ingin melakukan apa pun selain tertidur di ranjang dari hari ke hari. Satu jerawat timbul di pelipisnya, efek stresnya sudah sangat jelas sekali.

"Apa kita perlu ke dokter?" tanya Rean setelah sendok yang dia julurkan di depan mulut Viona disambut baik oleh wanita itu. Namun, Viona menggeleng lemah, dia tidak mau semakin menyulitkan Rean dan bertingkah seperti beban.

"Gue baik-baik aja, abis makan bubur buatan lo juga bakal sembuh gue. Serius!"

Tidak ada yang dapat Rean lakukan selain mengembuskan nafas dan dengan sabar menyuapi wanita itu. "Kita jalan abis ini mau? Apa lo mau istirahat aja?"

"Ke mana?" tanya Viona setelah meminum teh madu.

Rean menaruh mangkuk kembali ke penampan dan menarik mug teh yang berada di tangan Viona. "Ketemu temen gue. Dia ngajakin ketemu mendadak."

"Ah, cewek yang lo taksir, ya!" tebak Viona asal-asalan. "Gue nggak perlu ikut kalau gitu."

"Bukan Vio!" sergah Rean sensi. "Sekalian cari angin. Bosen kan tiduran doang."

"Okay. Setelah kenyang, gue jauh lebih baik." Cengiran lebar wanita itu membuat Rean merasa sedikit lega. Setelah berganti baju dan memoles lipstik yang beberapa hari lalu diberikan Rean, Viona sudah siap mengikuti pria itu akan pergi ke mana.

30 menit berlalu, mobil yang dikendarai Rean berhenti di parkiran sebuah kafè klasik yang tidak terlalu padat malam ini. Rean masuk ke sana yang diikuti Viona di belakangnya. Mereka berjalan menuju meja di arah jam dua, wanita cantik nan anggun berblazer merah sedang duduk dengan tenang di sana sambil membaca majalah fashion.

"Hai, Glow," sapa Rean pada wanita itu. Wanita yang dipanggil Glow itu mendongak dan tersenyum pada Rean. Wajahnya sangat cantik, matanya bulat dan senyumnya merekah. Rambutnya panjang sebatas pinggul, serta wangi tubuhnya bisa dipastikan jika parfum mahal yang wanita itu gunakan.

"Hai, Re, sama siapa?" tanya wanita itu dengan hangat.

Rean tersenyum dan membalas, "Dia temen gue."

Viona yang malam ini hanya memakai celana jeans dan sweater kebesaran bergambar Elmo, tentu merasa minder saat bertemu wanita anggun itu. Dia tersenyum canggung dan segera mengulurkan tangan ke depan. "Halo, aku Viona."

"Nice to meet you, Dear, aku Glowy. Ketua divisi di kantor Rean dulu sebelum dia resign." Dan wanita itu melirik Rean kemudian tersenyum mengejek.

Dari ujung kepala sampai ujung kaki, Viona merasa dirinya seperti remahan. Glowy cantik sekali, bagaikan dewi yang turun dari langit. Tubuhnya tinggi dan langsing, serta padat dan sekal pada tempat yang pas. Wajahnya glowing seperti namanya. Suaranya indah nan anggun, gerak gerik tubuhnya begitu percaya diri.

Obrolannya bersama Rean pun terdengar sangat akrab, saat pesanan milik Rean tiba, mereka makan malam bersama. Viona tidak mengerti alasannya, tetapi dia tidak ingin menginterupsi mengenai obrolan itu.

"Sepertinya aku harus sering ajak kamu jalan begini. Kapan lagi kamu mau, makan malam bareng aku," kata Glowy sambil menyuap potongan daging steak ke dalam mulutnya. "Atau liburan bareng. Seru kayaknya."

Rean membalasnya dengan senyuman sopan, senyum yang hanya sebatas formalitas belaka. Tetapi dapat Viona lihat, tatapan itu memancarkan aura kekaguman, dia membalas dengan suara lembut. Serta menyambut setiap obrolan yang leluar dari bibir merekah Glowy dengan nyambung.

"Oh, astaga. Maaf, hampir lupa kalau ada Viona di sini. Kamu sekarang kerja di mana?" tanya Glowy berbasa-basi sambil meminum wine.

"Aku penulis." Viona menjawabnya dengan canggung. Lalu kembali menyuap potongan daging ke mulutnya.

"Wah," balas Glowy sambil tersenyum. "Boleh kasih rekomendasi buku bagus. Ada buku kamu yang sudah terbit?" tanya Glowy lagi.

Dan kali ini Viona menghentikan kunyahannya, lalu menunduk. Tidak ada hal yang dapat Viona capai selama hidupnya. Tidak ada yang bisa dia banggakan.

"Hanya terbit secara digital. Aku nulis di novel web dan digaji tiap bulannya. Kalau bicara terbit secara fisik, belum sampai saat ini." Viona menjawabnya dengan sopan, yang mendapat anggukan dari teman Rean itu.

"Kamu dulu kerja satu divisi sama Rean, sebelum ketua divisinya belum aku. Maaf, bukan aku berniat menyinggung kamu... Tapi kenapa kamu resign?"

Wajah Viona seketika mendongak, dan senyum lebar yang dipaksakan kentara sekali dia perlihatkan. "Ah, nggak apa-apa. Santai aja. Emang nggak cocok aja, aku pemberontak orangnya. Capek dimarahin mulu."

Glowy membalas senyuman itu dan mengangguk setuju. Wanita anggun itu meraih gelas anggur merah dan menyodorkannya ke depan guna mengajak bersulang pada kedua orang di hadapannya. "Cheers?"

Mereka berdua menurutinya. Bahkan saat sedang minum pun Glowy cantik sekali. Rean terlihat akrab dan secara gerak gerik tampak tertarik dengan Glowy. Senyum yang pria itu tampilkan berbeda saat bersama Viona. Dia tampak nyaman, dan senang saat diajak banyak berbicara.

"Kalau kamu tertarik, aku bisa kenalkan teman aku yang punya perusahaan penerbit untuk meminang naskah kamu. Setidaknya, kamu bisa disebut penulis jika sudah punya bukti fisik tulisan kamu. Iya kan?"

Viona hanya bisa membalasnya dengan senyuman formal, dia tidak membalas lagi dan tidak tertarik. Diam-diam Glowy menjatuhkannya.

Makan malam telah selesai dan Glowy memasuki mobil merah miliknya yang terparkir rapi tak jauh dari posisi mobil Rean.

"So happy untuk malam ini. Besok-besok kita makan malam bareng lagi."

Rean mengangguk namun dalam hatinya dia menolak. Senyum manis terpaksa itu akan menjadi akhir dari pertemuan mereka. Dia tidak mau lagi ada makan malam kedua, ketiga dan seterusnya.

Setelah wanita itu pergi, Rean memasuki mobil yang diikuti oleh Viona. Dalam perjalanan pulang menuju apartemen, Viona diam dan tidak secerewet biasanya. Wanita itu bahkan melamun.

"Apa dia cewek yang lo taksir?" tanya Viona tiba-tiba. "Wajar lo suka. Dia cantik banget."

"Oh, Glowy. Dia atasan gue dulu di kantor lama. Kita emang kadanh jalan bareng."

"Oh," balas Viona datar. Tak lama setelahnya, mereka sampai di lift menuju lantai delapan tempat unit Rean berada. Di dalam lift, Viona menunduk dan diam saja, sibuk dengan isi kepalanya sendiri yang berkecamuk.

"Maaf kalau dia tanya banyak soal lo tadi," ungkap Rean memecah suasana canggung di antara mereka.

"Nggak apa-apa. Gue harap, setelah ini lo jadian sama dia dan buktikan kalau lo nggak payah dalam ciuman. Dia pasti akan bangga sama lo."

"Vi..., jangan bahas itu." Rean menatapnya dan menggeleng pelan.

"Kenapa?" tanya Viona menoleh ke arahnya. "Dia kan orang yang lo suka?"

"Apa penting siapa orang yang gue suka!" tegas Rean tanpa menatap kedua mata wanita itu lagi. Dia muak harus menjelaskan pada wanita itu soal siapa wanita yang dia sukai.

"Penting dong. Supaya apa yang gue kasih tau nggak sia-sia."

Rean menoleh dan menatap lamat wanita itu sebelum pintu lift terbuka. "Yang gue suka bukan dia," ucapnya pelan. "Ada orang lain."

"Ke depannya, kalau lo mau kencan, jangan ajak gue!" Viona balas menatap pria itu, kemudian saat pintu lift terbuka, dia maju melangkah tanpa menatap ke belakang lagi. Dia tidak ingin tahu. Viona tidak perlu tahu. Iya, kan?

Tbc

Haduhh ribut mulu lu berdua, bisa jadian aja gak? Eh astatang ☺

AYOOOKK VOTE YOROBUNNNN, JANGAN LUPA KOMEN. SEDIH BANGET GAK ADA YANG KOMEN WOY 😭😭😭 AYOK DONG IH JANGAN MALU MALU KAMBING

Continue Reading

You'll Also Like

506K 29.7K 44
Awalnya tidak menyangka dan sangat tidak menyangka, tapi itulah cinta. Adult and romantic.
143K 7.2K 76
Javier Thompson (37) adalah seorang politikus muda dan hebat yang dipercaya masyarakatnya menjadi seorang senator di Philadelphia, Amerika Serikat. J...
1.8M 53.2K 32
[Follow me first] Pengkhianatan tunangannya, membuat Risa mengiyakan ajakan kencan semalam yang diajukan teman sekantornya, Alva. Playboy yang kebera...
1.4M 110K 35
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...