I'M ALONE

נכתב על ידי sphprmtsr

86.7K 4K 47

Self Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perih... עוד

Prolog
How to read the new version
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua puluh enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh dua
Tiga puluh tiga
End: Season 1
Tiga puluh enam
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh delapan
Tiga puluh sembilan
Empat puluh
Empat puluh satu
Empat puluh dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat puluh lima
Empat puluh enam
Empat puluh tujuh
Empat puluh delapan
Empat puluh sembilan
Lima puluh [End]

Tiga puluh lima

356 33 1
נכתב על ידי sphprmtsr

Beberapa tahun kemudian.

Katanya, semua orang punya pengertiannya sendiri tentang hidup. Ada yang berpikir bahwa kehidupan adalah karunia, ada pula yang berpikir bahwa dirinya yang hidup ke dunia merupakan hal yang sia-sia.

Ada yang berpikir bahwa hidup adalah untuk bahagia, ada pula yang berpikir bahwa bahagia itu adalah untuk hidup.

Juga ada yang mengartikan bahwa hidup adalah mimpi, ada pula yang berpikir bahwa bermimpi adalah alasan mengapa hidup itu terus berjalan.

Awalnya, Aluna berpikir bahwa lahirnya ia ke dunia ini hanyalah kesia-siaan. Orang tua yang bahkan jarang di rumah dan enggan untuk menemuinya. Teman-teman yang hanya sekedar memanfaatkannya. Juga kisah cinta yang terlalu menakutkan untuk dijalaninya.

Tetapi —entah mengapa, semenjak kedatangan Fatih dalam hidup Aluna, semuanya berubah. Kedua orang tua yang mulai ikut campur pada kehidupan Aluna, teman-teman yang menjadi lebih memahami Aluna serta kisah cinta yang terasa semakin lekat untuk Aluna ingat.

Fatih seperti warna baru untuk Aluna. Ia seakan menjadi bukti bahwa takdir itu memang ada. Bahwa seseorang memang diciptakan tidak untuk sendirian dan kesepian di muka bumi ini.

Waktu yang singkat mengenai pertemuan Aluna dengan Fatih, teringat dengan kuat diingatan Aluna. Bukan hanya karena setiap memori dan kenangan Aluna jalani sendiri hingga tidak ada campur tangan kepribadiannya yang lain. Tetapi juga karena setiap momennya itu sangat berharga untuk Aluna.

Tentang bagaimana caranya mengatakan bahwa dirinya adalah calon suami untuk Aluna waktu itu. Tentang bagaimana Fatih ingin Aluna belajar mencintainya. Juga bagaimana sosok Fatih menguatkan Aluna pada kehilangan yang harus di hadapinya.

Menjalani hari-hari tanpa Fatih, tentunya terasa berat untuk Aluna. Ada kalanya ia terjatuh terlalu dalam hingga rasanya ingin menyerah, namun ada pula saatnya Aluna merasa harus bertahan agar bisa kembali bertemu Fatih di hari kemudian.

Selepas pindah ke rumah baru yang letaknya di pinggir kota dengan suasana yang asri, menjalani kuliah hingga lulus dan memasuki dunia kerja, juga melakukan terapi kesehatan agar kepribadiannya tidak lagi membahayakan dirinya, tidak membuat Aluna menghentikan tekadnya untuk menunggu Fatih.

Kini orang-orang telah melupakan kasus menghilangnya seorang kapten pilot yang bagai ditelan bumi itu. Berita itu telah tenggelam oleh kabar dari para selebriti yang kembali memanaskan sensasi.

Atas keyakinan, "Fatih pasti kembali," menjadi kalimat penguat Aluna untuk tetap bertahan di posisinya.

Seperti hobby Aluna di waktu luang yang suka sekali menggambar desaign pakaian, ia mendalami bakatnya dengan kuliah jurusan fashion designer. Berkat hal itu, ia kini telah merintis karirnya sendiri. Menggunakan kreativitasnya untuk merancang busana dengan gaya terbaru yang sesuai dengan target pelanggannya, Aluna berhasil membuat brand-nya sendiri.

Aluna memiliki timnya sendiri yang kini memiliki cabang butik mereka di ibukota. Selain pakaian, Aluna juga melebarkan sayapnya dengan membuat rancangan tas, sepatu dan fashion item lainnya. Butik Aluna yang lebih mengarah pada online store, jelas mempermudah pekerjaan jarak jauh antara dirinya dengan timnya.

Tidak jarang timnya —yang tentunya semuanya berjenis kelamin perempuan, datang ke rumah Aluna untuk membicarakan soal kelancaran bisnis mereka di bidang fashion sekaligus untuk memberikan refreshing pada tim Aluna dari padatnya ibukota.

Aluna memiliki studio pribadinya sendiri di rumah barunya. Tempat dimana ia sering menghabiskan waktu seharian hanya untuk mengumpulkan ide-ide baru untuk koleksi selanjutnya, menerima pesan-pesan dari timnya ataupun email dari client mengenai pesanan mereka, juga menggambar sketch untuk koleksinya.

Biasanya sistemnya itu, Aluna akan membuat sketsa terlebih dahulu di sketchbook miliknya. Ia kemudian melanjutkan membuat samplenya dengan pola yang seringkali dibuatnya langsung pada manekin agar kemudian lebih mudah dicocokkan dengan tubuh sampai mendapatkan ukuran yang pas. Setelah itu barulah diproduksi secara massal oleh timnya.

Tidak jarang juga, Aluna mengambil waktu untuk berlibur. Baik sendiri ataupun dengan timnya hanya untuk mempelajari, menganalisa dan memprediksi tren, termasuk tren jenis bahan pakaian, warna, dan bentuk selain melakukannya sendiri di rumah.

Bagi Aluna, profesinya sekarang kini dijalaninya dengan lebih mudah tanpa beban. Meskipun ada kalanya Aluna lelah, namun karena semua itu berdasar dari dunia yang digemarinya, Aluna menjadi enggan untuk menyerah. Ia justru menganggap setiap kesulitan yang dihadapinya adalah tantangan tersendiri untuk dirinya.

"Nona Aluna, Tuan Rudi menunggu anda di ruang tamu."

Bi Nah tiba-tiba saja masuk ke dalam studio Aluna. Mungkin karena Aluna sedang berdiam diri menatap langit yang beberapa hari terakhir terlihat gelap dan sendu, Aluna sampai tidak sadar bahwa dirinya melamun dan tidak mendengar suara ketukan pintu dari Bi Nah.

"Bukannya Aluna sudah bilang, Papa jangan bolak-balik dari ibukota ke sini?" Sesampainya di ruang tamu, Aluna langsung menyerocos panjang lebar pada papanya hingga membuat Rudi hanya tertawa kecil. "Bukan hanya butuh beberapa menit dari ibukota ke sini. Tetapi jam. Papa pasti kelelahan."

"Tidak apa-apa, Aluna. Papa hanya ingin bertemu kamu."

Jawaban papanya inilah yang seringkali membuat Aluna menyesali kepindahannya dari ibukota. Sekarang, untuk bertemu pun lebih sulit. Namun karena pertemuan antara Aluna dengan papanya adalah keinginan membuat jarak yang jauh tidak menjadi alasan Rudi untuk tidak datang ke rumah Aluna bahkan untuk beberapa kali dalam seminggu.

"Bagaimana pekerjaan kamu? Tawaran Papa masih terbuka untuk kamu, Aluna," ujar Rudi selepas menaruh gelas yang Aluna yakini berisi kopi di dalamnya. Ingin Aluna memarahinya karena minuman itu tidak pernah lepas dari papanya yang sudah tidak lagi muda, tetapi ucapan Rudi lebih mengusik Aluna.

"Lancar, Pah," jawab Aluna lebih dulu. Ia lalu melanjutkan, "Aluna sudah bilang, kan. Akan menjalani pekerjaan Aluna tanpa campur tangan Papa."

Selain untuk bertemu Aluna, tawaran tersebut juga menjadi alasan Rudi sering datang ke rumah Aluna. Tawaran untuk memberikan bantuan pada bisnis kecil-kecilan milik Aluna yang sayangnya tidak diketahui Rudi bahwa bisnis tersebut banyak meraup keuntungan. Rudi hanya tahu bahwa bisnis Aluna masihlah menjalani masa permulaan hingga membutuhkan uluran tangannya untuk membuat bisnis Aluna semakin besar.

Jelas sekali, bukan hal yang sulit untuk Rudi membuat banyak orang melirik cabang butik Aluna. Namun Aluna yang terus-menerus menolak membuat Rudi harus memaksanya berkali-kali. Baik Rudi maupun Aluna memiliki sifat yang sama; keras kepala.

Aluna yang menjalani profesinya sekarang bukan untuk mendapatkan keuntungan membuatnya kehilangan keinginan untuk memperbesar nama brand-nya. Ia masih merasa belum sanggup menangani banyak pesanan yang bisa jadi melonjak beberapa kali lipat. Ia juga takut merasa terbebani oleh pekerjaannya yang kini membuat Aluna berada di titik nyamannya. Biarlah kecil-kecilan asal Aluna betah dan nyaman untuk terus melakukannya setiap hari.

Karena awalnya, Aluna enggan untuk kuliah ataupun bekerja. Awalnya, ia hanya ingin fokus menjalani terapi dan berusaha mengontrol kepribadiannya yang semakin sering muncul seenaknya. Ia juga harus berjaga-jaga agar tidak ada lagi kepribadian baru yang lebih membahayakan untuk dirinya.

"Papa tahu, Aluna. Kamu masih enggan. Tapi Papa harap, kamu juga sedikit banyaknya berperan untuk perusahaan Papa nanti." Sebagaimana anak tunggal dalam keluarga, Aluna pun merasakan beban yang sama. "Karena kamu baik-baik saja, Papa pamit, ya? Lain kali, kamu yang harus datangi Papa ke ibukota."

Datang ke ibukota.

Itu sama saja artinya agar Aluna menyetujui penawaran papanya dan langsung datang ke sana untuk membuat promosi besar-besaran.

"Papa tidak mau menginap?" tanya Aluna mengingat cuaca di luar yang tidak bersahabat.

Rudi menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia menyahut, "Papa harus sampai di ibukota besok. Ada client penting yang harus Papa temui."

Tetap saja. Bagi seorang Rudi Pramudito, pekerjaannya tetaplah nomor satu. Setelah mengambil banyak waktu libur untuk berkeliling kota bahkan negara, ia akhirnya kembali memimpin perusahaannya meskipun usianya tidak lagi muda.

Dan Aluna tidak bisa melarang hal itu. Setidaknya, kesibukan papanya saat ini mampu membuat Rudi tidak lagi bersedih karena teringat kematian Wanda —mamanya Aluna.

"Hati-hati, Pah." Aluna berpesan sambil mengusap lengan papanya, menunjukkan kekhawatiran yang timbul dalam dirinya.

Setelah kehilangan dua kali, tentunya Aluna merasa harus lebih hati-hati menjaga dan memperhatikan orang-orang di sekitarnya agar tidak mengalami kehilangan lagi meskipun hal itu tentunya akan ada saatnya. Setidaknya, Aluna tidak ingin ada lagi penyesalan bila saat itu telah datang menghampirinya.

"Iya. Papa akan hati-hati," jawab Rudi yang kemudian masuk ke dalam mobilnya untuk meninggalkan rumah Aluna bersama sopir pribadinya.

"Nona Aluna mau Bibi buatkan teh hangat?" tanya Bi Nah sewaktu Aluna menutup pintu utama rumahnya.

Kepindahan Aluna ke rumah baru memang sekaligus membuatnya mengurangi jumlah pelayan yang ada. Rumahnya kini tidak lagi semegah sebelumnya meskipun masihlah bertingkat dua. Begitu pula ruangan-ruangan di lantai satu yang lebih terisi penuh oleh ruangan-ruangan. Beberapa ruang tambahan seperti ruang keluarga, studio pribadi, dan perpustakaan pribadi Aluna yang tidak ada di rumah sebelumnya. Pun dengan kamar tamu di lantai satu yang ditambahkan jumlahnya untuk menampung tim kerja Aluna jika sewaktu-waktu ingin menginap. Juga ada di kamar lantai dua, bersebelahan dengan kamar Aluna bila memang belum cukup. Halaman yang lebih luas lah yang menjadi nilai plus untuk rumah Aluna yang satu ini. Kolam renang serta taman yang membuat rumahnya kelihatan lebih menyejukkan mata.

"Boleh, Bi. Aluna setelah ini mau ke perpustakaan saja." Aluna menjawab.

Tok, tok, tok.

Ketukan pintu yang terdengar sebelum Bi Nah menyahuti jawaban Aluna membuat dirinya dan Aluna menoleh ke arah pintu. Kaki Bi Nah yang secara otomatis melangkah menuju pintu langsung dihentikan oleh Aluna.

"Biar saya saja, Bi. Bibi buat teh saja. Mungkin itu Papa. Lihat. Jas Papa tertinggal." Aluna melirik jas yang tersampir di kursi ruang tamu membuat Bi Nah mengikuti arah pandang Aluna.

"Oh iya," timpal Bi Nah. "Baik, Bibi buatkan teh saja." Bi Nah menurut dan berjalan menuju dapur.

Aluna buru-buru menuju pintu. Udara yang dingin membuat Aluna khawatir papanya akan terserang flu bila lama-lama berada di luar ruangan apalagi tanpa memakai jasnya dan hanya memakai kemeja.

"Papa kenapa bisa keting—" lagi-lagi Aluna hendak memprotes. Namun kalimatnya terpotong saat kedua matanya menemukan sosok lain di balik pintu.

"Aluna." Lelaki yang kini berdiri dengan kemeja berwarna hitam itu, menyebut nama Aluna dengan pelan.

Aluna bergerak mundur selangkah saking terkejutnya dia. Pupil matanya membesar dengan tenggorokan yang terasa tercekat hingga menyulitkannya untuk berbicara.

"Saya kembali, Aluna," katanya.

Tangan Aluna gemetar. Ia menggenggam gagang pintu semakin erat. Bersamaan dengan air mata yang mengalir di pipinya, ia membalas.

"Alan."

***

If you read this and like it, let me know you've been a part of this story by voting it.

© 2019
Revisi 2021

המשך קריאה

You'll Also Like

20.2K 2.3K 50
Kau bertanya kenapa aku bisa mencintaimu?. Jawabannya adalah aku tidak tahu. Yang kutahu hanya kau gadis pemilik mulut pedas yang bisa membuatku berg...
36.9K 2.5K 62
Luana Ravabia Azada, kerap dipanggil Bia. Sesuai namanya, dalam menjalani kehidupannya sangatlah kuat dan tangguh dalam menghadapi suasana sekitar, s...
202K 13K 43
"Kau telah terikat dengannya, Alana." Malam itu burung gagak membawa kabar buruk yang akan menghancurkan seluruh hidup Alana, sebuah kutukan yang mem...
470K 17.3K 53
❗REVISI❗ /Dia yang tampak baik tetapi licik/ >>>>>><<<<<<< Sadar dari koma setelah mengalami kecelakaan membuat gadis bernama Melia Onalen...