Ice Girl And The Troublemaker

By ccottonccastle-

90.2K 12.8K 981

[ slow ──banget buat── up ] ❛❛Organisasi dulu, diriku sendiri, baru kamu.❜❜ More

• • I N T R O • •
• IGATT - 1 •
• IGATT - 2 •
• IGATT - 3 •
• IGATT - 4 •
• IGATT - 5 •
• IGATT - 6 •
• Faketagram •
• IGATT -7 •
• IGATT - 8 •
• IGATT - 9 •
• IGATT - 10 •
• Faketagram •
• IGATT -11 •
• IGATT - 12 •
• IGATT - 13 •
• IGATT - 14 •
• IGATT - 15 •
• IGATT - 16 •
• IGATT - 17 •
• IGATT - 18 •
• IGATT - 19 •
• IGATT - 20 •
• IGATT - 21 •
• IGATT - 22 •
• IGATT - 23 •
• IGATT - 24 •
• IGATT - 25 •
• IGATT - 26 •
• IGATT - 27 •
• IGATT - 28 •
• IGATT - 30 •
• IGATT - 31 •
• IGATT - 32 •
• IGATT - 33 •
• IGATT - 34 •
• IGATT - 35 •

• IGATT - 29 •

989 165 5
By ccottonccastle-

"Riri, larinya jangan kenceng-kenceng!"

Gadis kecil itu mencoba berlari sekuat tenaga untuk menyusul seorang bocah laki-laki yang mendahuluinya. Perbedaan kekuatan yang signifikan membuatnya tetap tertinggal lumayan jauh, padahal kakinya sudah mulai sakit.

"Wuuu, dasar anak kecil. Masa gitu doang capek?"

Menghiraukan kenyataan jika keduanya terlahir di tahun yang sama, bocah laki-laki itu tertawa congkak melihat temannya kesulitan untuk menandinginya. Meski kelelahan, dia tetap menampilkan senyum menyebalkan.

Sedangkan si gadis kecil, dengan nafas terengah dan pupil yang berair, menggembungkan pipi kemerahannya dengan kesal. Marah, karena di ejek habis-habisan.

Ia menghentakkan kaki berbalut sepatu pemberian sang Ayah untuk meluapkan emosi, dengan kaus kaki longgar semata kaki yang membatasi. Berbalik, ia berteriak, "Mama, Riri nakaaal! Huhuhu."

Bersamaan dengan teriakan yang nyaring, semua orang dewasa yang mulanya tengah berbincang sontak mengalihkan perhatian padanya, yang berlari pontang-panting disusul bocah laki-laki yang juga berlari di belakangnya.

"Mama, Riri tadi ngejek Lili," adunya ketika sampai di pelukan sang Mama.

"Nggak kok! Dianya aja yang lambat!" bela si satunya.

"Jeffrey, nggak boleh kaya gitu. Siapa yang ngajarin kaya gini?" suara lembut dan tegas menguar ke telinga Jeffrey kecil saat itu. Merasa jika Bundanya tidak membelanya, dia melayangkan tatapan permusuhan pada gadis kecil di depannya.

Dengan mata polos yang berkaca, ia perlahan menunjuk Ayahnya untuk mendapat perhatian Bundanya kembali. "Ayah, yang ngajarin."

Seketika tawa tertahan mengudara, sedangkan si empu yang di tunjuk berubah gelagapan. "Kapan Ayah ngajarin kayak gitu? Kok Ayah nggak inget y--aduh, iya-iya maaf."

Ibu satu anak itu melayangkan cubitan penuh kasih pada sang suami, dengan senyum manis bertengger di bibir dan mengancam lewat mata. Wajah yang kental dengan garis-garis kelahiran orang luar itu lalu mengubah ekspresi ketika menatap putranya. "Nah, sekarang coba Jeffrey minta maaf dulu, kan udah salah."

Jeffrey yang penurut lalu melepaskan pelukannya dari sang Bunda, dan perlahan mengangkat tangannya. "Aku mau minta maaf, Lili maafin aku nggak?"

"Nggak mau!"

Memiringkan kepalanya, ia lalu mengeluarkan sebungkus permen dari saku celana panjangnya. "Kata Ayah anak cewek biasanya suka permen. Kalau Lili maafin aku, nanti aku kasih permen. Nih," lengkungan senyum terpatri di wajah unggulnya yang mungil, dengan dua cerukan di pipinya sebagai pemanis.

'kalau aku minta maaf sambil senyum begini, pasti bakalan di maafin kaya kata Ayah kan?' batinnya.

Yang ditiru tidak perlu ditanya lagi bagaimana reaksinya. Sang Ayah, Jonathan, diam-diam mengulas senyum bangga. Putranya ini benar-benar mirip dengannya.

Tampilan permen yang menggiurkan nampaknya sukses menggerak hati gadis kecil, hingga akhirnya muncul dari pelukan sang ibu. Mengusap cairan yang keluar dari hidung dengan lengan baju, ia mengangguk. "Yaudah, iya. Makasih, ya Riri."

Jeffrey lalu bertukar kedipan mata dengan sang Ayah di belakangnya, dan perlahan maju untuk memeluk gadis kecil itu. "Sama-sama Lili!"

Para orang tua yang menjadi penonton setia drama itu dari awal hingga akhir mengulas senyum sebelum akhirnya saling menatap.

Wendy lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan momen itu sambil sebelumnya berucap, "Lalisa, Jeffrey, liat sini sayang!"

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
•••

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Mengerjap, Lalisa menatap Bagas dari atas ke bawah dengan pandangan aneh. Cowok itu tiba-tiba muncul dari arah yang berlawanan dengan mereka, malam-malam begini.

Memang, secara hukum Lalisa, Bagas, dan Alfa adalah saudara. Tapi, Lalisa baru tahu jika Bagas seperhatian itu dengan Alfa sampai menjenguknya tanpanya. Apa ia sudah sering begini?

Lalisa baru menyadari kalau dia tidak tahu apa-apa tentang Bagas. Setahunya, kakak laki-lakinya yang satu ini sangat lurus sehingga pikirannya tidak tertebak. Yah, positive thinking, mungkin saja amanah dari Ayah mereka yang membuatnya segigih ini.

"... Kak? Mau jenguk?" Lalisa akhirnya membuka suara.

Dengan pupil yang bergetar dan keringat yang sedikit menetes, Bagas berdeham. "Iya, lo ... ?"

"Iya, gue abis liat kembang api tadi langsung kesini. By the way, kalian belum kenalan kan?" Cewek itu secara bertahap memperkenalkan masing-masing dari mereka. "Kak Bagas, ini Jeffrey. Dan Jeffrey, ini Kak Bagas."

"Kita waktu itu pernah papasan sekali di Rumah sakit ini, kan?" sembari memamerkan lesung pipi dan senyum ramah, Jeffrey mengangkat tangannya dengan maksud untuk mengajak bersalaman. Tapi tanpa diduga, bukannya menyambut uluran tangannya, Bagas justru menangkap kedua bahu Jeffrey hingga cowok itu terkejut dibuatnya.

Ekspresinya kali ini dua kali lipat lebih terkejut dibanding sebelumnya. Nyaris berteriak kegirangan, cowok itu berucap, "Jeffrey? Jung Jeffrey Stefanio? Anaknya tante Wendy sama om Jonathan? Sumpah?"

Jeffrey dengan dahi berkerut mengoreksi, "emm, Stefanus kak, bukan Stefanio. Ngomong-ngomong, tau darimana nama bonyok gua?"

Mengabaikan koreksian Jeffrey, Bagas melepas cengkramannya dan bergumam sendiri, "Gila, kebetulan macam apa ini? Jadi yang waktu itu ternyata dia?"

Jeffrey memandang bingung ke arah Lalisa yang tak kalah bingung. Sekarang udah bukan zamannya manggil pake nama orang tua kan ya? Kok Bagas bisa sampe tahu nama bonyoknya segala?

"Eh Lis, lo beneran gatau dia siapa?"

Cewek itu malah bertambah bingung. Jeffrey kan temannya? Melihat pandangan kosongnya, sebuah suara khayalan meluncur di kepala Bagas.

"Gas, Lalisa ... Kayaknya dia --"

Hah.

Cowok itu terhuyung sebentar.

Nggak, bukan waktunya buat mikirin itu.

Bagas merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah foto usang dengan garis lipatan melintang di atasnya. Jeffrey yang juga memperhatikan, terbelalak.

"Loh, itu kan--"

"Nah! Lo inget sekarang Jef? Lo bocah cowok yang belasan tahun lalu jadi tetangga gue sama Lalisa waktu kami tinggal di Bogor kan?" Bagas lalu beralih ke Lalisa. "lo inget nggak? Dia bocah yang dari kecil udah jago ngomong. Foto ini diambil sama tante Wendy waktu kalian abis berantem."

"Iya, inget-inget. Gua juga punya foto ini, tapi yang versi duduk di taman, dan anak cowok yang lagi meluk ini bener gua," Jeffrey menoleh ke Lalisa. "Jadi lo temen masa kecil gua Lis? Buset."

Berbeda dengan Jeffrey yang semangat, Lalisa hanya menatap kosong. Satu hal yang ada di pikirannya sekarang, kenapa dia tidak ingat apapun?

Lamunannya tiba-tiba buyar ketika Bagas menepuk pundaknya. "Berhubung kalian udah ketemu, gue mau ngasih satu kehormatan buat Jeffrey." Tatapannya beralih ke Jeffrey yang terbengong. "Woy, lo bisa nggak jagain adek gue buat pulang ke Indo waktu liburan ntar?"

"Hah?"

"Hah?"

Mengabaikan hah heh hoh keduanya, Bagas tersenyum manis ke arah Lalisa. "Liburan nanti lo gamau ketemu sama Mama? Papa sama gue sama-sama sibuk, terus kita juga udah nemuin orang yang bisa dimanfaatkan. Itung-itung biar lo inget lagi siapa Jeffrey, mending kalian pulang ke Indo bareng."

"Masa lo nitipin gue seenak jidat sama orang asing kaya Jeffrey sih?" protes Lalisa.

Tepat setelahnya, senyum Bagas berubah menjadi janggal. "Gue yakin, satu-satunya orang yang nganggep Riri sebagai orang asing cuma lo doang, Lis. Jadi, karena gue udah nyampein maksud gue, gue cabut dulu ya."

Cowok itu menepuk bahu Jeffrey yang nampak keberatan dengan panggilan Bagas padanya. Tapi tanpa ada satupun kalimat protes yang keluar dari mulutnya, dia menonton Bagas yang berlalu ke arah yang berlawanan dengan mereka, meninggalkan Lalisa dengan pikirannya dan Jeffrey dengan perasaan janggalnya.

Meski sebenarnya pikiran mereka sama, tentang kenapa Lalisa tidak mengingatnya sama sekali. Keheningan yang canggung perlahan sirna ketika suara Raven mengejutkan mereka untuk kesekian kalinya malam ini.

"Dasar lo kacang kapri, gua bilang tunggu di lobi kenapa malah melompong di sini? -- eh, ada Lalisa ... ?"

Raven muncul dengan plester yang menutupi lebam di sudut bibir dan pelipisnya. Cowok itu menurunkan maskernya ke bawah dagu, dan mengeratkan topinya untuk menutupi luka-lukanya yang menganggu penampilannya.

Orang yang baru datang itu bingung dengan atmosfer milik Jeffrey dan Lalisa, lalu berdiri diantara keduanya. "Etdah, diem-diem aja nih kalian?"

"Berisik lo burik," desis Jeffrey cepat ketika Raven menunjukan gelagat ingin mengajak ngobrol Lalisa lebih banyak.

Cowok itu meraih pergelangan tangan Lalisa yang kecil di genggamannya, menariknya meninggalkan Raven yang tengah membaca situasi.

Jeffrey pikir, karena mereka sudah lama kenal sebelumnya, Lalisa harusnya tidak keberatan dengan skinship ringan begini. Apalagi maksud Jeffrey kan baik, untuk melindungi Lalisa dari cowok urakan macam Raven.

Namun na'as, Raven justru berpikir sebaliknya. "Yah, cemburu dia. Nggak dulu deh."

Raven kemudian menyusul mereka dengan santai, tanpa tahu jika kesimpulan yang dibuatnya adalah sebuah kesalahpahaman.

Jeng jeng.

Continue Reading

You'll Also Like

948K 77.6K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
663K 32K 38
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
217K 20.2K 73
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
80.2K 11.9K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...