BAB 98

6.6K 1.4K 119
                                    

Bhiantama Agnibrata yang mahir dalam tujuh bahasa termasuk Italia tidak menemukan kata-katanya ketika ia sampai di taman yang dituliskan oleh Sergei, asisten ayahnya, dan melihat gadis remaja yang ia kenali wajahnya. "Signore, questo è un giardino privato."[1]

"Signora Kya?" tanya Bhiantama.

"Ya, Anda kenal saya?" gadis remaja itu memiliki paras yang sama dengan Kian yang ia temui di Ttagiantabiantara.

"Saya mengenal kembaran Anda di Ttagiantabiantara," kata Bhiantama.

"Dan siapa Anda, Signore?"

"Kakak Anda, Signora. Saya Pangeran Bhiantama Agnibrata."

Kya menatap mata biru kakaknya dan bertanya dengan tenang, "You're looking for Mama di Ttagiantabiantara dan menemukan Kian?"

"Ya."

"Kian tidak menyukai Mama."

"That's why she's in Ttagiantabiantara?"

"Ya, ia rela bermain sandiwara kalau dirinya adalah putri dari seorang pelayan."

"Oh," jawab Bhiantama.

"I guess she fooled you?" tanya Kya.

"Ya."

"I guess that's why you're not surprised to see my face?" kata Kya. "Aku kembar dengan Kian."

"Ya," jawab Bhian. "I noticed. Aku dan Leopold juga saudara kembar."

Kali ini Kya yang tertegun, "You are a twin?"

"Ya," sekali lagi Bhiantama menjawab dengan satu kata. "He's the crown prince, I'm just a useless one," tambahnya.

"Kian lebih dekat dengan Eyang daripadaku," kata Kya. "I guess we're in the same boat."

Bhiantama menarik napasnya, "Listened, Sergei, asisten pribadi ayahku—"

Belum sempat Bhiantama menyelesaikan kata-katanya Kya berkata, "Aku ingin bertemu dengan Papa dan kamu ingin bertemu dengan Mama. Ya, kan?"

"Ya," Bhiantama mengangguk. "Tapi sebelum itu, jelaskan kepadaku, kenapa Mama tidak ingin bertemu denganku."

"Dan kamu akan memberitahuku kenapa Papa tidak ingin bertemu denganku dan Kian?"

Bhiantama menjawab, "That's easy. Papa tidak tahu kamu ada di dunia ini. I figured you met him?"

Kya mengangguk. Bhiantama bertanya lagi, "Apa ia mengenalimu?"

Kali ini Kya menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Tidak, Papa tidak mengenaliku."

Bhiantama menjawab dengan datar, "Bedanya aku dan Leopold denganmu dengan Kian adalah Mama tahu aku ada di dunia ini. Papa akan mencintaimu—if only he knows sooner. Mama.... Well, menurut Kian ia tidak menginginkan masa lalunya. Aku, Leopold, dan Papa adalah masa lalunya yang tidak diinginkannya."

Kya membantah kakaknya yang baru ia temui hari ini, mata biru kakaknya terlihat sedih dan Kya merasakan perasaan pria itu yang tersakiti, "There's a reason why she's in Venice, Bhian. Kalau Mama sangat ingin melupakan masa lalunya untuk apa ia berada di Venesia?"

"..."

"..."

"You tell me," kata Bhiantama kepada adiknya. "You tell me why she's here, because at this point, I'm tired of guessing. Aku mencoba menebak-nebak semua alasan yang bisa kupikirkan, setiap kali aku menebaknya aku salah dan membuatku kecewa. So, you tell me, what is wrong with me and Leopold? I have been raised in France, by a gentleman all this time, not knowing who my parents are."

Kya yang lebih muda daripada Bhiantama menjawab, "There's a point in life where you must look at things differently, including how you see yourself. She's not deaf nor blind over your existence, Bhian. I can assure you that. Aku mungkin tidak mengenalmu, tapi Mama bukanlah orang yang dengan mudah melupakan."

Adiknya lalu meneruskan, "She's sick, Bhian."

"Apa?"

"She's trying, okay?"

___

"Mama adalah seorang yang pendiam," kata Kya. "Ia tidak akan mengatakan apapun kalau tidak diperlukan," jelasnya lagi. Bhiantama mendengarkan setiap kata-kata yang diucapkan Kya, dan adiknya melanjutkan, "She doesn't share a lot and we don't know much about Mama more than you, Bhian."

Kya menarik napasnya dan kali ini Bhiantama tahu kalau adiknya sedang kesulitan mencari kata-kata yang tepat, "Tangannya—Hmm...."

"Tangannya?"

"Tangan Mama selalu bergemetar. I don't know why. Kian dan aku tidak tahu apa penyebab tangan Mama bergemetar terus. Tapi Mama menjadi.... Sakit. She's always sick if she doesn't drink those pills. She sweats a lot, she cries, she's just not herself."

"Pills?"

"Ya, obat-obatan yang seharusnya tidak membuatnya tergantung."

"Apa?" kali ini Bhiantama tidak mengerti.

"Ketergantungan obat-obatan membuatnya sulit untuk melakukan banyak hal, Bhian. Termasuk mengurusku dan Kian. She's sick most days and I think, she's so ashamed to admit it."

...

...

"Dan sekarang?"

"Satu tahun ini Mama mencoba untuk menjadi lebih baik. She moved to Venice to heal herself, I supposed. Tapi takdir—fate—is one funny thing, right? Takdir membawa kita semua kembali ke kota ini. Apapun yang terjadi dengan ibuku dan ayahmu—mereka memulainya disini."

Bhiantama mengangguk, "Do you think they want to meet again?"

"I want them to meet."

"Me too."

"She's scared Bhian. Mama terlihat sangat pemberani dan keras di luar tapi dirinya sangat rapuh."

"I know. She's Turan."

"Turan?"

"Ya, Turan yang selalu bersama dengan Calaf."

"Turandot?"

"It's a long story—jadi Kya, bagaimana kalau kita melakukan sesuatu untuk mereka?"

Kya menyipitkan matanya, "I don't know you."

"Same, I don't know you either, but I want my mother and father to meet."

"Dan kita?"

"Kita bisa saling mengenal. Menjadi keluarga membutuhkan waktu. Fate, you say, is a funny thing—aku bertemu dengan Kian dan ia sangat pesimis seperti Leopold, sementara dirimu—we're so much alike. Kya, dengarkan rencanaku."

Kya mengangguk dan mendengarkan rencana kakaknya untuk mempertemukan kembali ayah dan ibunya. "Sounds like a plan."

[1] "Tuan, ini adalah taman pribadi."

Let's Call the Whole Thing Off | Kanaka No. 3Where stories live. Discover now