Part 33

16 6 0
                                    

Hari sudah menjelang malam, dan Leon masih setia menghadap laptop-nya. Tangannya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan sorot mata yang sangat intens, mencari suatu celah kesalahan yang mungkin saja ia lakukan.

Setelah selesai melakukan pekerjaannya, Leon memundurkan kursinya. Laki-laki itu mengerang pelan, melihat setumpukkan naskah perkembangan Rania yang belum ia berikan kepada dosennya, dan nantinya akan diberikan kepada pihak yang memiliki wewenang atas ujian profesi Leon.

Laki-laki itu mengambil ponselnya yang tergeletak di meja, kemudian membalas beberapa pesan dari seorang gadis yang entah mulai kapan masuk ke dalam pikirannya. Siapa lagi kalau bukan Rania, pasiennya. Leon mengulum senyumannya seraya membuka galeri ponselnya, ia melihat beberapa foto dirinya dengan Rania siang tadi.

Tok ... tok .. tok

Suara ketukan pintu membuat Leon sadar akan lamunannya. Ia kemudian berjalan menuju asal suara, laki-laki itu melihat jam dinding di atasnya sebelum ia membuka pintu. Sudah hampir jam sebelas malam, apa yang benar-benar penting sampai orang itu tidak bisa menunggu sampai besok.

“Elvina?”

Sorot mata Elvina sarat akan amarah. “Kenapa? Kaget?”

Leon melirik pada sekitar apartemennya, memastikan tidak akan ada orang yang akan demo ke rumahnya karena merasa terganggu dengan suara Elvina yang begitu keras.

“Pelankan suaramu! Ada apa?” lirih Leon seraya menarik tangan Elvina masuk.

Elvina menepis tangan Leon kasar, menatap laki-laki di depannya tajam. Seolah meminta suatu penjelasan yang bahkan Leon juga tak mengetahui apa itu.

“Ada apa dengan postingan kamu di Instagram, kenapa Rania, bukan aku? Bahkan kamu lupa dengan janji kita hari ini ....,” lirih Elvina. “Ada apa denganmu?” Gadis itu kembali meninggikan suaranya.

Memang benar, alasan gadis itu mendatangi apartemen Leon di tengah malam karena melihat postingan Leon pada akun pribadinya beberapa jam lalu, gadis itu merasa tidak adil dengan perlakuan Leon. Sudah hampir empat tahun mereka menjalin hubungan. Namun, satu foto bersama Elvina tidak pernah ada di akun pribadi laki-laki itu. Mengapa sekarang dia malah mengungkapkan hubungan palsunya dengan seorang gadis SMA pada dunia? Seolah mereka adalah pasangan paling serasi. Bagaimana dengan Elvina yang berstatus sebagai kekasih asli Leon?

“Sekarang kamu harus memilih antara aku, atau Rania?”

Leon membalikkan badannya membelakangi Elvina, tanpa sadar, laki-laki itu mengepalkan tangannya menahan sebuah rasa aneh yang menjalar ke tubuhnya ketika dia tidak bisa meninggalkan Elvina, dan tidak bisa jauh dari Rania. “Jangan minta aku untuk memilih sebuah pilihan yang tak bisa aku pilih. Kamu tahu keadaan Rania sekarang?”

“Haruskah aku jadi orang sakit dahulu agar kamu bisa memprioritaskan aku? Haruskah aku menjadi seperti Rania yang selalu mencari sebuah perhatian? Haruskah aku menjadi Rania yang merebut kekasih orang lain? Haruskah  ....”

“CUKUP! Rania tidak seperti itu,” tukas Leon.
Elvina menarik lengan Leon untuk menghadap kepadanya.

“Kenapa? Hm ... kamu tidak boleh egois, Yon. Hanya satu kapal yang boleh berlayar, dan yang lainnya harus tenggelam,” ujarnya masih dengan tangannya yang menggenggam lengan Leon.

“Aku tidak bisa.”

Elvina mengepalkan kedua tangannya mendengar jawaban Leon yang tidak bisa ia terima. Dia merasa telah dipermainkan oleh laki-laki itu, rasa sabarnya selama ini hanyalah pura-pura belaka. Untuk menyadarkan Leon bahwa dia adalah gadis yang terbaik, tapi nyatanya sekarang dia yang malah terlihat rendah di mata Leon.

Private Psychologist | SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now