Part 16

36 8 0
                                    

Kini, Leon dan Rania tengah berjalan di lingkungan sekitar rumah Rania. Laki-laki itu memang berniat membawa Rania ke suatu tempat yang disarankan oleh ayah gadis itu.

Mereka berdua menyusuri sedikit semak-semak yang berada di belakang rumah itu. Untuk menjaga Rania tetap aman, Leon memilih untuk mendahului gadis itu seraya menggandeng tangan kecil untuk menjaganya.

“Kita akan ke mana?” tanya Rania yang merasa tidak nyaman dengan suasana.

Leon melihat langit yang mulai berubah warna menjadi gelap. Kemudian ia mempercepat langkahnya, agar sampai di tempat tujuan segera.

“Waah ....” Mata Rania berbinar ketika sampai di tempat yang Leon katakan. Gadis itu bahkan tidak tahu di belakang rumahnya terdapat bukit yang sangat indah ketika malam. Perlak-perlik lampu perkotaan terlihat jelas dari sana.

Leon melirik gadis di sampingnya. “Kamu senang?” tanyanya

“Ini luar biasa,” sahut Rania tak lepas dari pandangannya.

Mereka kemudian duduk di bawah pohon rindang di tempat itu. Sebelum Rania duduk, Leon memberikan sepatunya untuk alas gadis itu. Namun, mendapat penolakan dari gadis itu.

“Tidak usah,” sela Rania. “Aku bisa duduk dengan sepatuku.”

“Jangan biarkan kakimu kotor,” tukas Leon.

Dengan sikap Leon yang seperti ini, sengatan yang menjalar ke jantung Rania semakin kuat. Membuat gadis itu tertunduk karena pipinya yang mulai memerah.

“Bagaimana kamu tahu tentang tempat ini?” Itu Rania yang kembali bertanya. Gadis itu ingin mengabadikan pemandangan sekitar dengan mengambil gambar dari ponselnya. Kemudian ia membuka kamera ponselnya dan mulai mencari objek yang menurutnya bagus.

“Aku tahu tempat ini dari ayahmu, coba aku lihat hasilnya!” sahut Leon, laki-laki itu mengambil ponsel Rania untuk melihat hasil foto yang gadis itu ambil.

Leon sedikit terkejut sekaligus terpukau dengan hasil jepretan Rania. “Kamu Fotografer?” tanya Leon tidak menyangkah gadis itu ternyata mahir dalam hal seperti ini.

“Bukan, aku hanya fokus dalam memotret,” jawab Rania seadanya.

Mereka melihat langit yang sudah mulai gelap. Sebuah keberuntungan besar, karena malam ini bulan tampak bulat, dan bersinar begitu terang mengalahkan cahaya bintang di sekitarnya.

Dua sejoli yang tengah duduk di sana termenung memandangi suasana indah pada malam itu. Sekarang Rania terlihat sangat bahagia.

Gadis itu menyadari bahwa ia sudah mulai menaruh perasaan kepada dokternya. Apakah perasaan itu sebuah kesalahan? Bahkan Rania tidak bisa mengontrol tangannya untuk tidak memegang lengan Leon.

Leon yang melihat tingkah Rania menarik kepala gadis itu pelan untuk bersandar di pundaknya. Rania terkejut karena tindakan Leon yang tiba-tiba. Kemudian gadis itu menggeserkan tubuhnya sedikit mencari tempat ternyaman, dan mulai terhanyut dengan suasana.

“Apa aku bisa menghilangkan rasa takutku?” tanya Rania.

Leon sekilas melirik gadis di sampingnya. “Bisa, asal kamu mau berusaha,” jawabnya.

“Seperti?” ujar Rania.

“Melawan sesuatu yang membuatmu takut,” ujar Leon. Laki-laki itu masih ingin menjalankan metode-nya kepada Rania, dengan mempertemukan gadis itu dengan orang-orang yang membuatnya takut. Agar gadis itu dapat menghilangkan traumanya.

“Hmm ... itu sangat sulit,” tukas Rania.

Mereka masih dalam perbincangan masing-masing. Sesekali Leon menceritakan tentang kehidupannya, karena pertanyaan Rania. Laki-laki itu juga memberikan beberapa cara untuk Rania lakukan. Seperti melakukan yoga di pagi hari guna menenangkan pikirannya.

“Aku tidak bisa itu,” ujar Rania sejujurnya.

“Kamu bisa melihat di internet cara-caranya,” tukas Leon memberikan saran, sekaligus langsung meluncur ke internet. Gadis di sampingnya hanya menganggukkan kepalanya ketika Leon menjelaskan semua itu.

•○○○•

“Saya pamit pulang.”

Sekarang, Leon sudah berada di depan mobilnya dengan diantar oleh dua orang pemilik rumah itu.

“Baiklah, hati-hati ketika menyetir,” ujar Fardhan dengan senyumannya yang sudah mengembang.

Leon pergi dari pekarangan rumah itu menggunakan mobilnya. Walaupun jarak rumah laki-laki itu masih terbilang jauh, tapi tidak ada ke niatan bagi Leon untuk menginap di rumah itu, padahal Fardhan sudah menawarkannya sebelumnya. Bukan karena apa-apa, ia hanya belum mengerjakan tugas untuk esok hari saja.

“Kamu tidak akan masuk?” tanyaFardhan kepada putrinya yang tak berkedip.

“Eh ... Rania akan masuk,” ujar Rania, kemudian berlalu meninggalkan sang ayah.

Gadis itu menginjakkan kakinya di teras rumahnya. Namun, hatinya belum merasa puas melihat kepergian Leon. Maka dari itu, ia berlari menaiki tangga, dan berakhir di balkon kamarnya.

Rania baru bisa lega ketika melihat Leon yang sudah melewati gerbang rumahnya. Gadis itu berjalan memasuki kamarnya dan duduk di sofa dekat ranjangnya. Ia mengambil ponsel yang beberapa waktu lalu ia letakan di atas nakas. Kemudian membuka galeri ponselnya.

“Apa aku benar-benar menyukaimu?” gumamnya pelan seraya mengelus foto seseorang yang ada di ponselnya.

Gadis itu bangkit dari tempatnya semula dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

•○○○•

Di siang hari, tiga orang pemuda tengah duduk di sebuah warung seraya menyantap makanan mereka masing-masing, tanpa ada yang bersuara.

“Ya ampun, suasana macam apa ini?” Ruka akhirnya membuka mulutnya. Ia adalah orang yang paling tidak suka dengan sesuatu yang sunyi.

“Aku anak baik, jadi tidak boleh ngomong ketika sedang makan,” timpal Revan, masih dengan mulutnya yang terisi penuh.

“Lha itu apa?” tukas Ruka. Tangannya kini terulur untuk menekan pipi teman di sampingnya. Mereka pun mulai membuat keributan.

Leon memandangi tingkah kedua sahabatnya seraya menggelengkan kepalanya. Kapan mereka akan menjadi dewasa? Kemudian laki-laki itu kembali melanjutkan kegiatannya. Membiarkan apa pun yang dilakukan temannya, asal itu tidak mengganggunya.

Namun, dengan membiarkan mereka seperti itu membuat suasana warung menjadi sedikit gaduh. Pasalnya, semua orang di sana kini melihat ke arahnya.

“Kalian tidak malu dilihat banyak orang?” tanya Leon membuat dua sahabatnya menghentikan aktifitas mereka. Benar saja, semua orang di sana tengah memperhatikan mereka.

“Pergi yuk dari sini!” ujar Ruka. Tidak ingin menghabiskan makanannya. Laki-laki itu bangkit dari kursinya hendak meninggalkan kedua temannya yang masih tetap duduk.

“Cepat!!” tukas Ruka sekali lagi.

Revan yang sudah menghabiskan makanannya juga ikut bangkit dan menyusul temannya yang sudah berjalan. Meninggalkan Leon yang tengah mengemasi barang-barangnya. Ke mana pun laki-laki itu pergi, ia tidak akan pernah meninggalkan buku-bukunya.

Beberapa detik kemudian, Leon pun bangkit dan ikut mensejajarkan jalannya di samping Ruka. Mereka bertiga berjalan penuh kharisma, melewati beberapa orang yang memandang mereka dengan tatapan ingin menerkam. Seberapa tampannya mereka? Tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata.

To Be Continued
“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.”
#Private Psychologist

--oOo--

Presented by Room Genre Romance,
yang diketuahi oleh uiulandd_

Judul: PRIVATE PSYCHOLOGYST
Penulis: alichyeon
Mentor: uiulandd_

FINAL PROJECT AWW GEN 1



Private Psychologist | SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now