Part 8

40 10 0
                                    

Dua hari selepas Rania mendapatkan hadiah ponsel dari ayahnya. Pertemuan dengan sang dokter pun telah tiba.

Beberapa hari yang lalu, Rania mencoba menggunakan ponsel pemberian Fardhan, tapi ia lupa bagaimana caranya atau bahkan tidak tahu karena benda itu berbeda dengan milik lamanya. Ia ingin meminta tolong dengan Leon yang sudah ada di sampingnya. Laki-laki itu sibuk dengan pulpen dan buku perkembangan pengobatannya.

Namun, karena tak enak untuk menganggu akhirnya Rania memilih Rania mengurungkan niatnya.

“Ada apa?” tanya Leon yang agaknya memahami gerak-gerik gadis di sampingnya.

“Emm ... ini.” Rania menyodorkan ponselnya dengan ragu-ragu. “Tolong beritahu aku cara menyimpan sebuah lagu,” pintahnya.

Leon mengangkat alisnya seraya tersenyum memperlihatkan deretan giginya. Laki-laki itu kemudian membuka ponsel yang diberikan Rania, dan mulai mengajari beberapa cara. Ia juga menyimpan beberapa lagu rileksasi yang dapat menenangkan pikiran Rania.

Setelah Rania benar-benar mengerti, Leon mengajaknya melakukan kesibukan lain.

“Bagaimana kalau menonton film?” tanya Leon, menawarkan. “Genre apa yang kamu sukai?”

Rania hanya menunduk tidak tahu harus menjawab apa. Sejak kecil, ia hanya suka menonton anime atau membaca komik karena menurutnya tidak terlalu banyak mengandung konflik.

“Anime,” jawab Rania.

Leon mengernyitkan dahinya memandang Rania. Jika dilihat dari wajah Rania, tidak ada gambaran sedikit pun bahwa ia gadis yang menyukai hal semacam itu. Well, siapa pun boleh menyukai anime.

Kemudian, Leon menghentikan tatapannya karena melihat wajah Rania yang memerah.

“Ada yang lain? Selain itu,” ujarnya, “bagaimana dengan film Korea? Biasanya para remaja banyak yang menggemari itu.”

Rania hanya menunduk, sorot matanya tak lepas dari jari-jari yang ia mainkan. Jujur saja, dia tidak pernah menonton film seperti itu. Gadis itu hanya tahu lewat teman sebangkunya dulu yang selalu heboh dengan oppa-oppa mereka, dan ia bahkan tidak ada ke niatan untuk menontonnya.

“Apakah harus menonton film?” tanya Rania.

“Sebenarnya tidak harus. Tapi, salah satu metode penyembuhanmu yaitu, mencoba hal-hal baru untuk meringankan beban pikiran. Salah satunya dengan menonton film atau membaca novel,” tukas Leon.

Rania mengangguk paham dengan maksud dokternya. Ia tidak bisa memilih, karena pengetahuannya tentang film tidak terlalu luas. Film apa pun itu yang di rekomendasikan dokternya, ia akan bersedia menonton.

“Oke ... kita akan nonton Sweet20,” ujar Leon yang kemudian mulai membuka laptop yang ia bawa.

Sebenarnya, laki-laki itu sudah menyiapkan dari awal untuk mengajak Rania menonton. Bahkan ia bertanya kepada teman-temannya tentang beberapa film yang bisa menghibur.

Leon menekan tombol tengah, beberapa detik kemudian ia sudah bisa mulai menonton. Ia mengarahkan laptop-nya ke Rania, agar gadis itu bisa melihat dengan jelas.

Leon tertawa melihat beberapa adegan yang menurutnya lucu. Ia juga sering mencuri-curi pandang ke sampingnya. Tapi ia bahkan belum melihat ekspresi Rania. Gadis itu hanya menautkan alisnya, tapi beberapa detik kemudian ekspresi wajahnya kembali datar.

Setelah lebih dari satu jam, film yang mereka tonton berakhir. Leon mencoba merekomendasikan beberapa film lagi. Tapi Rania menghentikan itu, karena ia mulai bosan. Ia juga heran mengapa laki-laki di sampingnya bisa tertawa begitu keras, padahal tidak ada yang lucu, menurut Rania.

Private Psychologist | SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now