Part 5

59 11 1
                                    

Leon menatap gadis yang tertutup tirai di depannya. Sunyi, tidak ada yang berbicara. Hanya suara detik jam di ruangan itu yang terdengar.

“Salam kenal,” ucap Leon seraya mengulurkan tangannya.

Awalnya gadis itu hanya menatap kosong tangan Leon, tapi lima detik kemudian, ia ikut mengulurkan tangannya juga.

“Ra ... Rania.” Suaranya terdengar gemetar.
Kemudian mereka duduk berhadapan dan Leon mulai bertanya-tanya kepada Rania, dan mencatat di buku yang ia bawa.

Sebelumnya, Rania menebak Leon seperti dokter-dokter sebelumnya yang membiarkan dia di balik tirai setelah itu kembali esok hari. Tebakannya salah, walaupun Rania masih canggung, tapi ia bisa menjawab beberapa pertanyaan. Seperti apa yang dia rasakan, bagaimana mengatasi ketika traumanya datang tiba-tiba, dan ia juga memberikan beberapa cara untuk mengatasinya.

“Berarti, ketika kamu merasa gemetar, takut, atau terancam, ambil napas dalam-dalam, kempiskan perut kemudian keluarkan. Pikirkan saja hal-hal yang membuatmu senang,” jelas Leon.

Gadis yang ada di depannya hanya mengangguk. Leon mengajarkan beberapa cara kepada Rania dan pamit pulang.

Usai memberikan konsultasi kepada pasiennya, Leon pergi menemui teman-temannya di sebuah kafe milik keluarga Revan.

Semua teman-teman Leon memiliki keluarga yang lengkap dan terbilang dari keluarga mampu. Tak seperti teman-temannya, dari kecil, Leon hanya tinggal dengan neneknya, kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan kereta api dua puluh tahun lalu, tapi satu tahun lalu, neneknya juga meninggalkan Leon sendirian ia menyusul ayah dan ibu Leon. Mau tak mau, ia harus menanggung beban hidup sendiri.

Seperti biasa, Chocho Blue selalu ramai oleh pengunjung, terutama ketika malam hari. Cangkir-cangkir berisi berbagai macam kopi terhidang di atas meja. Leon melihat teman-temannya yang duduk di sudut ruangan sedang asik mengobrol dan tertawa ria.

“Sini!!”

Seseorang berteriak ke arah Leon dan melambaikan tangannya. Leom yang melihat itu langsung melangkah menuju teman-temannya.

“Sudah lama menunggu?” ujar Leon yang sudah duduk di antara mereka.

“Tidak, hanya beberapa menit.” Revan menjawab setelah menyeruput kopinya.

“Baiklah, aku akan pesan terlebih dahulu.” Leon hendak berdiri sebelum akhirnya Jeno, teman nongkrongnya datang dan membawa kopi kesukaan temannya itu.

“Eit ... duduk saja, udah aku bawakan, nih!” ucap Jeno menyodorkan cangkirnya ke arah Leon.

Setelah itu, suasana di kafe itu penuh dengan dialog dan candaan mereka hingga larut.

--oOo--

Pukul lima pagi, Rania sudah terjaga dari tidurnya. Ia ingat dengan apa yang diajarkan Leon kepadanya kemarin yaitu, keluar menghirup udara sejuk di pagi hari secara terbuka untuk menenangkan pikirannya.

Rania menurunkan kedua kakinya dari ranjang, ia melakukan peregangan otot sebentar, dan menarik napas. Kemudian ia menoleh ke arah kanannya, membuka lemari dan mencari pakaian untuk joging, ia memilih celana bahan panjang, dan jaket. Sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi.

Sejak pertama Rania pindah ke rumah ayah angkatnya, ia memiliki kehidupan berlebih. Setiap ia menginginkan sesuatu pasti akan di wujudkan ayahnya. Bagaimana tidak? Rania sudah dianggap sebagai anak tunggal Fardhan dan juga Fardhan pengusaha yang sukses yang sudah memiliki perusahaan sendiri.

Sudah lama Rania tidak mendapat sinar matahari di pagi hari secara langsung. Membuat kulitnya yang awalnya putih seperti susu menjadi kuning. Ia melihat ayahnya sedang berlari tidak jauh darinya. Kemudian Rania mencoba mensejajarkan jalannya dengan sang ayah.

“Hai, Ayah,” sapa Rania kepada ayahnya yang juga sedang joging.

“Kamu? Joging?” tanya Fardhan terheran-heran. Pasalnya, sudah hampir dua tahun Rania tidak pernah keluar rumah walaupun hanya ke halaman.

“Hmm .. aku hanya ingin jalan-jalan,” ucap Rania dengan sedikit mengangkat ujung bibirnya, tapi masih terlihat sangat manis, lubang kecil di kedua pipinya sedikit terlihat walau tak terlalu jelas.

Rumah itu memiliki halaman yang sangat luas, jadi Rania tidak perlu pergi ke pusat yang terlalu ramai. Hanya mereka berdua.

“Ayah, kapan jadwal pengobatanku lagi?” tanya Rania.

“Besok lusa, bagaimana sikapnya? Kamu suka, kan? Atau mau ganti dokter lagi? ” tukas Fardhan yang terdengar mengintimidasi.

“Bukan seperti itu, ayah. Aku hanya ingin bertanya,” jawab  Rania, kemudian berlari mendahului ayahnya.

--oOo--

Sore hari, suasana kelas terlihat hening. Semua mahasiswa sedang mengerjakan ujian mingguan. Leon menjawab semua pertanyaan dengan serius, dan tidak menggubris panggilan Ruka di belakangnya yang meminta jawaban. Bukan maksud Leon pelit, tapi ia hanya ingin membuat temannya itu tidak bergantung kepadanya.

Selepas ujian selesai semua mahasiswa keluar dari ruangan, termasuk Leon.

“Yon, kau ini. Kalau lagi ujian aja tuli,” ucap Ruka yang kesal.

“Aku tidak tuli, Cuma tidak ingin menengok.” Leon melangkah tidak memperdulikkan sumpah serapah teman di belakangnya.

Ruka tidak bisa marah terhadap Leon, ia pun berlari menyusul Leon.

Di saat kepalanya begitu berat karena ujian dan pekerjaannya, Leon membuka ponselnya dan menangkap sesuatu yang mengalihkan pikirannya pada wallpaper-nya, yang terdapat potret Leon dengan seorang gadis dan tersenyum ada kebahagiaan yang terukir di wajah mereka berdua.

“Kau merindukannya 'kan?” Leon terlonjak ketika mendengar suara di belakangnya. Sampai-sampai ia hampir menjatuhkan ponselnya. Ia berbalik dan mendapati dua temannya yang sudah menahan tawa.

Kemudian ia melotot ke arah mereka. “Untung saja aku tidak memiliki riwayat penyakit jantung, kalau tidak—”

“Kau sudah masuk ke rumah sakit atau bahkan meninggal dadakan,” sela Ruka yang kemudian disusul dengan tawa mengejek, dan duduk berdampingan dengan Leon.

“Hmm ... jujur saja, aku merindukannya, tapi ya seperti ini, dia harus mengerjakan tugas akhirnya di luar negri,” ujar Leon yang terselip raut kerinduan di wajahnya.

Revan menepuk pundak Leon, “Tenanglah! Kalian pasti ketemu lagi.”

To be continued

“Hidup di dunia ini hanya ada dua pilihan, antara berjalan mengikuti alur takdir, atau membuat jalan sendiri.”

--oOo--

Presented by Room Genre Romance,
yang diketuahi oleh uiulandd_

Judul: PRIVATE PSYCHOLOGIST
Penulis: alichyeon
Mentor: uiulandd_

FINAL PROJECT AWW GEN 1

Private Psychologist | SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now