Part 14

36 10 0
                                    

Leon kembali setelah beberapa menit. Ia sengaja tidak terlalu lama di toilet. Namun, apa yang ia lihat sekarang? Gadis yang sebelumnya ia tinggalkan di kursi itu, sekarang tidak ada. Ke mana perginya Rania? Entah kenapa perasaannya tidak enak, apa yang terjadi?

“Apakah kalian melihat gadis yang sebelumnya duduk di sini?” tanya Leon kepada tiga pemuda yang duduk di tempat Rania.

“Maksudnya Rania? Kakak ini siapanya Rania?” jawab laki-laki yang duduk di tengah.

“Iya, kamu kenal dengannya?” tanya Leon seraya meremas ponselnya. Sekarang ia tengah menghubungi Rania. Namun, gadis itu malah meninggalkan ponselnya di kursi.

“Kami satu sekolah dulu, tadi aku coba dekati dia. Tapi dia kabur ketakutan,” jawab si laki-laki seraya tertawa. Disusul kedua temannya yang juga ikut tertawa.

Sebenarnya Leon ingin sekali menonjok tiga laki-laki itu. Apanya yang lucu? Kemarahan Leon memuncak tatkala laki-laki itu melanjutkan ucapannya, dan menceritakan kejadian beberapa menit lalu.

Leon menarik kerah kemeja yang dipakai laki-laki itu. Tangannya terarah ingin memukulnya. Namun ia hentikan karena itu malah membuang-buang waktu. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Rania?

Tak ingin berlama-lama, Leon mengambil ponsel Rania yang tengah dipegang oleh laki-laki yang duduk di sebelah kanan. Merebutnya dengan kasar dan pergi meninggalkan mereka.

“Di mana kamu, Ran?” gumam Leon. Langkahnya semakin cepat. Ia mencoba bertanya kepada orang-orang yang ia lewati, tapi mereka tidak ada yang tahu.

Leon mencoba menghubungi dua temannya untuk membantu mencari Rania. Mall itu sangat luas, jadi ia tidak bisa mencari sendirian.

Cukup lama, Ruka datang disusul oleh Revan. Leon yang sudah menunggu begitu lama di dekat pintu masuk langsung senang melihat kedatangan dua temannya. Dengan harapan kedua temannya itu dapat membantu.

“Bagaimana jika pengumuman saja?”Ruka memberi saran.

“Ide bagus, tapi apakah Rania akan tahu?” tanya Leon.

“Jika dia masih berada di sekitar sini, pasti akan mendengarnya,” ujar Revan. Kemudian mendahului kedua temannya, dan menuju ke ruang panggilan.

•●●•

“Maaf, Kak. Microfon di sini sedang dalam perbaikan. Mungkin sekitar dua jam lagi akan selesai,” ujar petugas itu.

Mendengar hal itu membuat harapan Leon untuk menggunakan pengumuan untuk mencari Rania, pupus. Ia tidak bisa menunggu selama itu untuk menemukan Rania. Ia ingin segera menemukan gadis itu. Ia benar-benar merasa bersalah dengan keadaannya.

Tak lagi ingin mengulur waktu pagi Leon memacu langkahnya, berlari mulai mencari Rania lagi.

“Kita berpencar!” ujar Leon samar-samar.

Mereka bertiga mulai berpencar. Tidak mungkin mereka mencari ke seluruh tempat, karena tempat itu benar-benar luas. Jadi, mereka hanya memilih tempat-tempat yang terlihat sepi. Firasat Leon Rania pasti berada di tempat-tempat yang jarang dijangkau orang-orang.

Leon mencari Rania di lantai dua, di tempat yang tidak jauh dari toilet. Kemudian sorot matanya menangkap tempat sepi di sana. Ia berpikir untuk mencari Rania di sebuah tangga darurat.

Awalnya ia menuruni beberapa anak tangga di sana. Namun, ia tidak juga menemukan gadis itu. Ia mengurungkan niatnya dan memilih lari, dan naik menuju atap.

--oOo--

“Rania ....”

Leon bergegas menghampiri gadis yang tengah menunduk seraya memeluk kedua lututnya. Gadis yang ia panggil malah mengeratkan tangannya enggan melihat Leon. Punggungnya gemetar, ia terlihat sangat ketakutan.

Private Psychologist | SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now