Part 22

36 9 0
                                    

Seorang laki-laki tengah berlari kecil di koridor salah satu universitas yang terletak di Bandung dengan sebuah buku besar di tangannya. Setelah beberapa menit berlari dari parkiran, kini ia sudah sampai di depan kelasnya. Laki-laki itu membuka pintu yang ada di depannya pelan, memastikan belum ada dosen yang masuk.

“Leon!” teriak seseorang yang duduk paling belakang.

Leon menghela napasnya lega. Pagi ini ia terlambat bangun, seingatnya setiap pelajaran Mr. Krist ia selalu terlambat. Entah karena apa.

Kemudian laki-laki itu berjalan menuju mejanya yang berada paling depan.

“Sudah mengerjakan tugas skripsi hari ini?” tanya Ruka yang sudah menghampiri Leon.

“Hmm,” gumam Leon seraya membuka bukunya.

“Lihat, dong! Aku belum selesai, dari kemarin sibuk,” pinta Ruka memelas.

Leon mendongak untuk melihat wajah temannya. “Sibuk apa?” tanyanya memastikan.

“Itu ....” Ruka menggaruk tengkuknya untuk mencari sebuah alasan yang tepat.

Plak!

Tepat sasaran, sebuah buku yang digulung melayang begitu saja ke kepala Ruka. Membuat laki-laki yang tengah berbicara itu, kini berbalik untuk melihat siapa pelakunya.

“Kebiasaan pake jurus TPOK,” ujar seseorang yang berada di belakang Ruka.

Mengenali sosok yang baru saja datang, Ruka menghela napas lega sembari mengusap dada beberapa kali. “Revan, aku kira seorang dosen,” ucapnya.

“Apa itu T—"

Belum sempat Leon menyelesaikan pertanyaannya, kedua temannya itu sudah menyahut secara bersamaan. “The Power Of Kepepet.”

Leon mengangguk paham dan ikut tertawa bersama kedua temannya. Pasalnya, apa yang dikatakan Revan memang benar, Ruka selalu mengandalkannya untuk mengerjakan tugas, dan selalu mengerjakan mendadak.

“Cepatlah sebelum Mr. Krist datang!” decak Ruka seraya merebut buku Leon paksa.

•○○○•

Setelah selesai pelajaran, Leon memilih duduk menyendiri di sebuah taman yang terletak di belakang Universitasnya. Laki-laki itu membolak-balikkan buku besar yang ada di depannya dengan mata yang bergerak searah dengan apa yang ia baca. Sesekali ia mencatatnya pada buku.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundak Leon lembut, bau parfum yang khas membuat laki-laki itu tersenyum dan berbalik melihat pemilik bau parfum itu.

“Aku tahu kamu pasti di sini,” ujar seorang gadis yang sudah duduk sejajar dengan Leon.

Leon menarik lengan kemejanya sedikit ke atas untuk melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. “Elvina, kamu belum pulang?”

“Belum, aku baru akan pulang dan melihat mobilmu masih berada di parkiran,” tukas Elvina.

Kemudian Leon menutup buku tebalnya dan beralih menatap gadis di sampingnya.“Sudah sore, mari pulang!” ajaknya.

“Padahal aku baru duduk,” ujar Elvina seraya mengerucutkan bibirnya.

Leon tersenyum melihat tingkah menggemaskan kekasihnya itu. Tangannya terulur untuk mengacak rambut gadis itu.

“Baiklah, kita duduk dulu di sini,” ucap Leon.

Elvina beranjak dari duduknya seraya menarik tangan Leon membuat laki-laki itu mengerutkan alisnya bingung. Bukankah gadis itu baru saja menolak untuk pulang? Kenapa sekarang dia menarik tangannya?

Private Psychologist | SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang