Part 13

42 11 0
                                    

Sedari tadi Rania terus menatap gerbang rumahnya dari jendela kamar. Laki-laki yang ia tunggu selama beberapa menit ini, belum juga terlihat mobilnya. Apakah laki-laki itu lupa dengan ajakannya? Atau itu hanya perasaannya yang terlalu senang hingga membuat detik jam terasa sangat lama.

Gadis itu berdiri membuka tirai jendela kamarnya setelah mendengar suara gerbang rumah yang terbuka. Sorot matanya mulai berbinar melihat seorang laki-laki yang ia tunggu tengah berjalan melewati pekarangan rumahnya setelah turun dari mobil.

Tok ... tok ... tok

Suara ketukan pintu membuat gugup Rania yang  sedang berada di depan cermin. Sekarang ia sudah siap dengan pakaian santainya untuk pergi bersama dokternya.

“Kamu akan pergi bersama Leon?” tanya seorang pria paruh baya setelah Rania membuka pintu kamarnya. Ayahnya tengah berdiri di sana dengan alis yang tertaut.

“Ayah tidak mengizinkannya?” tanya Rania penasaran dengan ekspresi ayahnya.

“Bukan seperti itu. Kenapa kamu tidak bilang sendiri,” ujar Fardhan diiringi dengan senyuman.

“Aku tidak berani, Ayah.” Rania masih tertunduk seraya memainkan jari-jarinya.

“Cepatlah! Leon sudah menunggumu di bawah,” tukas Fardhan, tangannya terulur untuk mengusap rambut putrinya. “Jaga dirimu!”

Beberapa menit kemudian Rania sudah berjalan di depan rumahnya seraya mengekori dokternya.

“Masuklah!” ucap Leon, kemudian membukakan pintu mobilnya. Mempersilahkan gadis di belakangnya untuk masuk.

“Terima kasih,” seru Rania yang sudah duduk manis di dalam mobil Leon.

Dua insan yang berada di dalam mobil masih terdiam. Tidak ada yang berbicara, hanya suara radio mobil yang terdengar. Si sopir masih fokus mengendarai mobilnya, dengan seorang gadis di sampingnya yang juga sibuk dengan pemandangan sore di sekelilingnya.

“Kita akan pergi ke mana?” tanya Rania sekilas melirik Leon.

“Kita akan ke mall di kota. Tapi sebelum itu kita akan makan terlebih dahulu,” ujar Leon matanya tak lepas dari jalanan. “Sebentar lagi kita sudah sampai perbatasan menuju pusat kota.”

Beberapa menit kemudian, mobil yang dikendarai Leon sudah terparkir di depan gedung mall yang sangat besar. Rania tertegun tidak percaya ia sudah sampai sejauh ini. Ia tidak menyangka akan datang ke tempat seperti ini.

“Kenapa?” tanya Leon yang sudah membukakan pintu mobilnya untuk Rania.

“Tidak apa-apa,” ujar Rania.

Perlahan, tapi pasti—mereka berdua melangkahkan kakinya masuk ke dalam untuk mengelilingi mall. Kemudian Leon mengajak Rania untuk makan di sebuah tempat makan favoritnya di sana.

“Mas!” Leon mengangkat tangannya memanggil seorang laki-laki yang memakai seragam kerjanya.

“Mau pesan apa, Kak?” tanya pelayan itu.

Leon masih fokus membolak-balikkan buku menu. Ia bingung akan pesan apa untuk Rania. Ia bahkan tidak tahu makanan kesukaan gadis itu.

Laki-laki itu memilih acak makanan yang ada di buku menu. Pelayan itu kemudian pergi setelah mencatat semua pesanan Leon. Rania tidak tahu apa yang dipesan dokternya, apa pun itu pasti akan lezat.

Dua insan itu menunggu makanan siap dengan berbincang-bincang. Leon terus saja bertanya kepada Rania tentang keadaannya selama beberapa hari ini. Ia sangat lega ketika mendengar jawaban dari pasiennya itu bahwa ia sudah lebih baik dari sebelumnya.

Beberapa menit kemudian, seorang pelayan yang berbeda tengah berjalan membawa beberapa makanan ke meja Leon.

“Selamat menikmati!” ucap pelayan itu seraya menyajikan makanan yang ia bawa.

Private Psychologist | SUDAH TERBITHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin