Part 10

33 11 0
                                    

Rania mundur beberapa langkah dari tempat semula ia berdiri. Sepertinya ia tidak bisa melakukan apa yang Leon minta, gadis itu membalikkan badannya dan pergi meninggalkan dokternya.

“Tunggu dulu, Ran ... ada apa?” tanya Leon seraya mencoba menyamai langkahnya dengan Rania yang semakin cepat.

“Aku hanya tidak ingin ke tempat itu,” sahut Rania.

“Baiklah, kamu mungkin berkata seperti itu. Tapi tingkahmu berbeda setelah melihat perempuan itu. Ada apa, bisa kamu menjelaskan sesuatu?” Leon menarik pelan pergelangan tangan Rania. Membuat gadis itu terpaksa menghentikan langkahnya, dan berbalik menghadap Leon. Mencoba menatap manik hitam milik dokternya itu.

“Kami pernah satu kelas, aku takut dia mengenaliku! Aku takut dia akan memperlakukanku seperti dulu,” jawab Rania menekan.

Leon melepaskan tangannya dari Rania. Menatap dengan sorot lembut, seakan-akan ia mengetahui dan mengerti bagaimana perasaan gadis itu.

“Oke-oke, aku akan mengantarmu ke mobil terlebih dahulu. Biarkan aku saja yang membeli makanan,” ujar Leon. Ia kemudian membawa Rania ke tempat mobilnya terparkir.

Selesai menenangkan Rania, Leon menyuruh Rania duduk di mobil untuk menunggunya.

“Kamu mau makan apa?” tanya Leon tengah berdiri di depan jendela mobil yang terbuka.

“Terserah saja,” sahut Rania.

Tangan Leon terulur untuk mengusap puncak kepala Rania, dan menyunggingkan sedikit senyum pada bibirnya. Membuat sedikit kenyamanan untuk gadis itu. Kemudian ia pergi meninggalkan Rania.

Rania menghela napasnya seraya melirik Leon yang semakin menjauh, jantungnya serasa tersengat sesuatu. Hanya melihat Laki-laki itu saja, rasa takutnya sedikit menghilang.

Ia meraih ponselnya yang berada di tas selempangnya, membuka aplikasi dan menampilkan sebuah lagu yang beberapa waktu lalau ia nyanyikan bersama Leon.

--oOo--

Leon melangkahkan kakinya memasuki tempat makan itu. Mengedarkan pandangannya mencari sosok gadis yang bernama Viana, tapi gadis itu sudah tidak ada di tempat yang tadi. Entah ke mana ia pergi.

“Untuk berapa orang?” ucap salah seorang pelayan.

“Tidak makan di sini, mau dibawa pulang,” ujar Leon.

“Oh. Baiklah, di sana tempat pemesanannya!” Pelayan itu menunjuk tempat di mana terdapat banyak orang sedang mengantri makanan.

“Terima kasih,” tukas Leon seraya berjalan meninggalkan sang pelayan.

Leon melihat dua temannya yang sedang berjalan ke arahnya dengan plastik di tangan mereka. Rejeki anak sholeh, baru saja Leon ingin mengeluh karena harus mengantri panjang. Ternyata teman-temannya sudah membelikan beberapa makanan untuknya dan Rania.

“Aku tadi melihat kalian kejar-kejaran. Ada apa?” ucap Ruka. Ia mengangkat satu alisnya, meminta penjelasan orang yang berada di depannya itu.

“Kita pergi dari tempat ini dulu, nanti aku jelaskan di perjalanan,” ujar Leon mengambil plastik di tangan Ruka, sebagai tanda terima kasihnya dan melangkah pergi dari tempat itu.

“Kamu ingat Viana?” tanya Leon tatkala mereka sudah berada di luar.

“Hmm, kenapa dengan dia?” Revan mulai penasaran apa yang akan Leon katakan.

Private Psychologist | SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang