Part 20

44 10 0
                                    

“Apa yang mau kamu omongin, Yon?”

Ruka menarik salah satu kursi untuk di duduki. Pagi ini, tiga sahabat itu tengah berada di sebuah kafetaria dekat apartemen Leon, laki-laki itu menyuruh dua sahabatnya datang untuk membicarakan suatu hal yang penting.

Leon yang tengah menyeruput kopi hangatnya beralih menatap Ruka yang sudah duduk manis di depannya.

“Ini tentang Rania,” keluh Leon seraya membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. “Gadis itu menyukaiku.”

“Ya, terus?” sela Revan.

“Pak Fardhan memintaku untuk menerima Rania. Dalam artian, menjalin hubungan dengannya,” ungkap Leon.

Ruka melebarkan matanya seraya menggelengkan kepalannya tidak percaya. Pasalnya, itulah yang ia takutkan kemarin ketika mendengar cerita Leon tentang laki-laki itu memberikan perhatian lebih kepada Rania.

“Ya, kan. Apa aku kata kemarin,” tukas Ruka. “Kaum hawa itu mudah baper, jika mendapat perhatian yang berbeda.”

Revan menyentil kepala Ruka dengan jemarinya. “Tapi itu salah Leon,” ujarnya.

“Hmm ... aku akui, aku yang salah di sini, bagaimana pendapat kalian? Jika aku tidak menuruti permintaan Pak Fardan. Aku takut Rania akan kembali seperti dulu, tapi jika aku menerima Rania, bagaimana dengan Elvina? Dia baru saja kembali dari luar negeri, aku tidak bisa menyakitinya,” ucap Leon sembari mendesis dengan tangan yang memijat pelipisnya. Ia benar-benar merasa sedang di fase kebingungan.

Laki-laki itu kemudian menundukkan kepalanya di meja dengan kedua tangan yang menutupi sebagian wajahnya.

“Menurut aku, kamu jalani saja dulu dengan Rania sampai gadis itu benar-benar sembuh,” saran Revan.

Mendengar saran konyol itu, tentunya membuat Leon mendongak untuk melihat wajah temannya. “Bagaimana dengan Elvina?” tanyanya.

“Kamu bisa memberitahukannya nanti seiring berjalannya waktu. Aku yakin dia gadis yang baik, pasti dia akan menerima alasanmu,” sahut Ruka menambahkan.

Mereka pun mengakhiri pembicaraan dengan Leon yang mengangguk mencoba menyetujui saran dari kedua sahabatnya. Leon tak mau ambil pusing lagi tentang masalah ini. Mungkin apa yang dikatakan mereka dapat membantunya tanpa menyakiti hati siapa pun, itulah yang Leon harapkan.

Leon beserta kedua sahabatnya bangkit dari tempat duduk masing-masing setelah mereka menghabiskan sarapan. Tiga laki-laki itu berjalan melewati beberapa pasang mata yang ada di kafetaria itu, yang tengah memandang mereka dengan tatapan sulit diartikan, seakan-akan mereka tengah memandang tiga jelmaan surga di pagi hari.

“Ruka, kamu yang ke kasir, gih!” ujar Leon seraya memberikan beberapa lembar uang.

“Aku lagi ... aku lagi,” decak Ruka. Walaupun sedikit kesal karena menjadi bahan suruhan, tapi laki-laki itu masih mau menuruti perintah Leon.

•○○○•

Jam empat sore, Leon baru menginjakkan kakinya di kediamannya. Laki-laki itu baru kembali setelah mengikuti kelas beberapa waktu lalu.

Leon melangkahkan kaki telanjangnya di atas karpet halus yang ada di apartemen setelah ia melepas sepatunya. Leon tertegun beberapa detik tatkala sorot matanya menangkap seorang gadis yang tengah terlelap di sofa abu-abunya. Gadis itu adalah Elvina kekasihnya. Laki-laki itu melupakan suatu hal, Elvina memiliki kunci cadangan apartemennya.

Leon mendekati gadis yang masih terlelap itu. Mengamati lekat-lekat paras Elvina, kedua sudut bibir Leon terangkat ke atas. Wajah Elvina sedikit berbeda dari satu tahun yang lalu ia melihatnya, kini gadis itu terlihat sedikit dewasa dari sebelumnya.

Private Psychologist | SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now