BAB 19 (Devan Dijebak?)

Start from the beginning
                                    

Beruntung Herman sedang bersama kami saat ini. Pikirannya selalu jernih walau di saat-saat seperti ini.

Jujur aku tidak keberatan dengan saran ini, paling tidak aku bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi saat kesadaranku hilang.

Sempat aku melirik Jane yang berdiri tak jauh dari Raisa. Wajahnya terlihat tegang saat Herman mengutarakan sarannya.

"Kenapa? Takut? Mending kamu jujur saja sekarang," geram Raisa.

Rupanya bukan hanya aku yang sadar dengan perubahan raut wajah Jane.

"Benar itu, Jane. Kalau kamu yang salah, mending langsung saja kamu bicarakan," timpal Syahid.

"A—aku ng—nggak salah, kok. Devan yang salah," ujar Jane membela dirinya.

"Ya sudah, kalau kamu yakin sama ucapanmu itu, mari kita buktikan dengan visum." Herman kembali dengan sarannya tadi. "Hid, kamu sama Jane, biar aku sama Devan. Masalah ini harus kita selesaikan secepatnya," titah Herman pada Syahid.

Syahid hanya menuruti apa yang dikata Herman. Masing-masing di antara kami beranjak memasuki mobil.

"Tunggu!" Teriakan Jane menghentikan langkah kami.

"Ada apa lagi, Jane?" tanya Herman.

"Iya, aku yang salah! Aku yang sudah menjebak Devan dengan menambahkan obat per*ngs*ng di minuman Devan tadi. Aku sudah jujur soal masalah ini, please jangan mempanjang lagi," jelas Jane yang ketakutan.

"Aku bilang juga apa, si Jane ini yang salah. Aku kenal baik sama Mas Devan, begitu juga sama kalian yang lain. Anehnya kalian masih saja percaya sama si perempuan ini," tegas Raisa.

"Motifmu apa? Kita sudah lama nggak ketemu, acara ini dibuat untuk silaturahmi, bukan untuk masalah seperti ini," ucapku yang mulai kesal dengan pengakuannya.

"Kamu, Dev. Motifku itu kamu."

"Oh, susah move on, toh," sindir Raisa.

"Apa jangan-jangan karena kamu aku tolak lagi?" tanyaku selidik.

"I—iya, itu alasannya," ucapnya gugup.

Ya ampun, bukan tanpa alasan aku menolaknya. Rasa cintanya padaku sudah berubah menjadi rasa obsesi semenjak aku menikahi Marina. Itu sebabnya aku menolaknya.

Jangan tanyakan bagaimana aku mengetahuinya. Sebesar apa pun rasa cintamu pada seseorang, bukan berarti kita harus memiliki atau bahkan harus mencelakai pasangan mereka. Itu yang dilakukan Jane. Dulu, dia mencoba mencelakai Marina sebulan setelah kami menikah.

"Sudah jelas 'kan masalah ini? Kita pulang ke rumah masing-masing sekarang. Dev, kamu tetap sama Herman. Kamu Jane, urus saja dirimu sendiri. Kami pamit pulang," ucap Syahid yang terlihat kesal.

Mau tak mau, aku mengikuti arahan Syahid. Aku berjalan bersama dengan Herman, sedangkan Syahid bersama dengan istrinya.

"Man, bagaimana dengan mobilku?" tanyaku sebelum aku dan Herman masuk ke dalam mobil.

"Mobilmu itu urusan belakangan, dalam keadaan seperti ini jangan dulu pikirkan mobilmu itu."

"Apa? Kamu mau aku diamuk anakku nanti? Sudah cukup aku mengeluarkan banyak uang untuk membeli mobil, aku tidak mau nanti Wafa menerorku untuk membeli skincare-nya karena kulitnya menghitam terbakar sinar UV," jelasku panjang.

Tidak salah 'kan aku seperti ini? Harga skincare yang dipakai anakku itu bisa untuk biaya makan sebulan.

"Baiklah, akan aku suruh orang lain yang membawanya ke rumahmu. Tenang saja, Dev," balasnya.

****

Kami tiba di rumah saat hari menjelang magrib. Lama sekali kami berada di acara reunian.

"Papa!" teriak Wafa yang menyambut kedatangan kami.

Bergegas aku turun dari mobil Herman dan menghampirinya.

"Papa kenapa naik mobilnya Om Herman? Mobil Papa mana?" tanyanya.

"Mobil papa ban-nya kempes di jalan, jadi Om Herman yang mengantar papa pulang," ucapku agar Wafa tak semakin bertanya.

"Oh," jawabnya singkat.

"Sudah, sana pamitan dulu sama Om Herman," titahku.

Wafa menuruti apa yang aku bicarakan. Dia berjalan mendekati Herman lalu menyalami tangan sahabatku itu.

Aku masuk ke dalam rumah duluan, lalu disusul oleh Wafa yang berada di belakang.

Aku lelah, kejadian tadi sangat menguras tenagaku. Aku sangat ingin beristirahat sekarang.

"Wa, tolong buatkan papa air panas, Nak. Papa mau mandi dulu," ucapku meminta tolong.

"Okey, Bos!" jawab Wafa sigap sambil memberikan hormat padaku.

Senang Wafa tak bertanya banyak soal kenapa aku bisa telat kembali ke rumah. Acara reuni dimulai pukul 08.00, sedangkan aku baru kembali pukul 17.51. Ini terlalu lama untuk sekedar acara reunian semata.

****

Halo, semuanya.
Makasih udah mau baca cerita aku, makasih udah mau menghargai usaha aku dengan meninggalkan jejak, baik berupa votment, follow, share dan lainnya. 

Semoga tetap tinggal di cerita ini yah. 

Love you all ....

Ikuti saya di IG @syhnbahy__

PEMBACA GELAP MINGGAT!

TANPA PROMOSI!

TIDAK ADA PLAGIAT!

My Papa is Duda Keren (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now