BAB 12 (Guru Baru)

581 30 2
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri.  Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Yang gak tau cara menghargai usaha seseorang dan gak tau tata krama saat bertamu, tak usah baca cerita ini yah.  Makasih 😇

Follow IG: syhnbahy__

.
.
.

Hari ini kehidupanku dan Papa kembali normal. Meski tak semuanya. Diganggu bu Susi dan bu Yuni misalnya.

"Pa, antara bu Susi sama bu Yuni, Papa pilih mana?" tanyaku disela-sela istirahat hari minggu.

"Emang kenapa?"

"Nanya aja," balasku.

"Gak dua-duanya, puas?"

"Banget."

Tidak ada lagi jawaban Papa untuk anak labilnya ini.

Sebenarnya hal ini sudah aku pikirkan sudah dari beberapa bulan yang lalu. Di usia Papa yang masih kepala empat ini, sudah pasti masih membutuhkan pendamping hidup nantinya. Terlebih ketika akan beranjak menua.

"Wa, kalau papa punya pasangan baru kamu setuju, emang?" Pertanyaan Papa kali ini sedikit membuatku termenung.

Tak disangka memang.

"Kalau sesuai sih," balasku.

Walau sudah menyinggung hal ini dalam keseharian kami, namun ketika pembahasannya dalam keadaan santai seperti ini membuatku lebih banyak berpikir.

"Kalau sesuai gimana?"

"Ya, sesuai kriteria."

"Seperti siapa yang kamu mau?" tanya Papa lagi.

"Wawa nggak bisa bilang seperti siapa, Pa. Tapi yang pasti, orang itu mau nerima Wawa sebagai anak Papa. Banyak di luaran sana, orang-orang yang menikah dengan pasangan mereka yang sudah menduda atau menjanda, tapi nggak mau menerima kehadiran anak mereka," jelasku panjang.

"Kamu tau dari mana, Wa?" tanya Papa yang mungkin masih bingung bagaimana aku mendapatkan informasi seperti ini.

"Temanku, Pa. Ibunya janda, nikah sama pria lajang. Bukannya disayang, temanku malah dijadiin babu sama suami baru ibunya," ceritaku pada Papa.

"Astagfirullah! Terus teman kamu gimana?" tanya Papa.

"Yah, gitu. Ibunya nggak percaya sama dia, makanya sekarang dia milih untuk tinggal sama nenek dari pihak ayahnya. Karena waktu itu ibunya ditinggal meninggal sama ayahnya," jelasku lagi.

"Terus sekarang?"

"Sekarang keadaannya jauh lebih baik ketimbang tinggal sama ibunya, Pa," terangku. "Makanya Pa, kalau cari istri itu yang sayang juga sama aku," tambahku.

"Iya, nanti dicari yang sayang sama kamu," balas Papa.

"Pa, mau nanya dong."

"Apa?"

"Yang waktu Papa teleponan terus bilang 'saya yakin dia bakal senang sama calon ibu barunya' itu Papa bahas siapa, sih?" tanyaku iseng.

Siapa tau dijawab, 'kan?

"Hahahaha, kamu denger juga toh? Jangan bilang kalau kamu kepikiran sampai ke sana," ucap Papa yang masih tak bisa menahan tawa.

"Denger, sih. Kepikiran terus malah," jawabku.

"Hahahaha, kamu tau om Herman 'kan? Dia yang minta papa buat cari ibu baru buat anaknya," jawab Papa.

"Apa?! Papa cariin jodoh buat om Herman? Jodoh sendiri aja belum ketemu," ucapku sedikit terkejut.

My Papa is Duda Keren (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang