Bicycle - Jun

653 67 3
                                    

Halo semuanya~ Untuk request masih diproses ya~ Happy reading~

____________________________________

Langit yang berwarna kemerahan berada di atas kepalaku. Angin berhembus pelan, malu-malu membelai lembut kulitku. Sinar matahari tidak sepanas siang hari, udara sejuk membuat perjalanku sore ini terasa menyenangkan.

Jalanan yang dihiasi pemandangan pepohonan yang terpisah jarak cukup jauh. Di sisi jalan terdapat rerumputan pendek dengan beberapa bunga liar yang tumbuh di sana. Anak-anak bermain di tanah yang ada di sisi sungai jernih yang lebar namun dangkal. Suasana sore ini cocok untuk beristirahat ketika tubuh dan pikiran sudah mulai lelah.

Aku duduk di belakang sepeda dengan Jun yang sedang fokus menggowes sepedanya. Aku menatap punggungnya lamat-lamat, astaga rasanya aku ingin bersandar padanya. Aku mengalihkan pandanganku dan menatap wajahnya. Rambutnya yang diterpa angin bergerak perlahan, sorot matanya fokus menatap jalanan yang ada di depannya, rahangnya tegas.

Astaga, nikmat mana lagi yang kau dustakan Y/N? Pria tampan ini mau menunggumu berjam-jam hanya untuk mengantarkanmu pulang, siapapun di dunia ini pasti akan langsung salah paham jika diberikan perhatian seperti ini, tidak terkecuali diriku.

Aku tidak bodoh, remaja perempuan sepertiku juga paham bagaimana cara-cara yang dilakukan laki-laki yang berusaha mendekatinya. Akan tetapi, rasa percaya diriku yang hanya sekecil bola kelereng ini membuatku berusaha menghilangkan pikiran-pikiran itu. Aku tidak bodoh, tapi aku tidak seberani itu untuk mulai membuka diriku untuknya.

"Tadi... Ngepain aja?"

Suara Jun yang cukup kencang menyadarkanku dari lamunanku. "Seperti biasa, rapat persiapan acara pentas seni, lalu membahas tentang laporan guru-guru karena beberapa masalah," jawabku sambil memandangi anak-anak yang sedang bermain kejar-kejaran.

"Pasti melelahkan," balas Jun sambil tetap fokus pada kegiatannya saat ini.

Aku menatap Jun selama beberapa saat. "Kamu, kenapa menungguku? Aku tau loh kamu selalu melewatkan siaran kesukaanmu selama menungguku jika pulang terlambat" kataku.

Jun terdiam sesaat. "Kamu tidak bodoh, Y/N," hanya itu balasannya.

Aku berdecak, kesal karena jawabannya selalu seperti itu. Dia mahir memainkan kata-katanya, menggiringku pada suatu titik tapi tidak membiarkanku dengan mudah untuk sampai ke sana. Pada akhirnya aku hanya bisa berputar-putar di sekeliling poin yang ia maksud.

"Kalau kamu seperti ini Jun, kamu tidak akan mendapatkan yang kamu inginkan!"

"Tapi kamu ada di samping aku kok sekarang. Bagiku itu saja sudah cukup untuk sekarang," timpalnya sambil tersenyum.

Aku menghela nafas pelan, mataku menatap hamparan langit luas. "Jun, kita sudah saling mengenal sejak lama, meski baru akhir-akhir ini aku merasa ada perubahan. Walau kamu menungguku berjam-jam hanya untuk pulang bersama, walaupun kamu selalu mendengarkan racuan tidak jelasku sambil tetap tersenyum, walaupun kamu menggenggam tanganku saat kita nonton bioskop bersama, walau sudah sejelas itu juga aku masih tidak berani untuk mengambil kesimpulan apapun."

Mataku mulai berkaca-kaca. Aku menggigit bibirku pelan, berusaha menahan hasrat ingin menangis yang akan keluar sewaktu-waktu. "Kamu tahu aku dan kelemahanku, Jun. Kamu pasti paham kalau aku tidak punya rasa percaya diri sebesar itu untuk hal-hal seperti ini."

Berbicara sepanjang itu membuatku sedikit malu, tetapi jika aku tidak menjelaskannya kepada Jun, aku rasa kami akan terus seperti ini saja, bermain-main tanpa mengetahui arah kemana hubungan kami ini nantinya. Aku lelah berjalan seperti ini. Emosi dan perasaanku tidak sedalam samudera, mereka dapat sewaktu-waktu mengering tanpa kusadari, tanpa kuingini.

Jun tertawa pelan. Suaranya yang teduh menyapa telingaku. "Tentu saja aku paham. Aku sudah menaruh perhatianku padamu sejak lama Y/N, jauh sebelum kamu menyadari itu semua. Saat ini aku ingin membuatmu nyaman dengan perhatianku, sehingga nantinya kamu bisa lebih menghargai dirimu dan lebih percaya diri," jawabnya padaku.

Aku membisu, tidak yakin harus membalas apa untuk menimpali perkataannya. Keraguan semakin besar, bersamaan dengan rasa tidak percaya diri dan sebuah kelegaan. Kombinasi yang aneh, aku saja heran.

"Aku ingin kamu bisa menyayangi dirimu sendiri sebelum kamu bisa menyayangiku seperti pasangan-pasangan di luar sana Y/N," jelas Jun yang membuatku terkejut. "Kamu menilai dirimu seperti kerikil jalanan, padahal di mata orang-orang terdekatmu, di mataku, kamu adalah berlian yang indah dan berharga."

Aku menatap telinga Jun yang tidak dapat mulai memerah. Dia begitu manis, ucapannya memang keren tetapi tentu saja ia tidak dapat menyembunyikan sifat pemalunya dariku. Aku tersenyum lalu mengangguk pelan. "Baiklah, akan kucoba," gumamku pelan.

Suasana kembali hening. Perjalanan masih cukup jauh untuk sampai ke rumahku dan rumahnya. Jun masih semangat menggowes sepedanya yang aku rasa sangat berat karena ada aku di kursi belakang. Harap maklum Jun, beban negara dan beban keluarga yang bertransformasi menjadi onggokan daging inilah yang kau harus antar pulang sekarang. Keheningan cukup menyiksaku, terlebih karena selama ini baik aku dan dirinya selalu memiliki topik perbincangan yang bagus untuk didiskusikan.

Suatu ide menarik tiba-tiba muncul di kepalaku ketika netraku menatap punggung Jun kembali. Setelah berpikir keras dan menimbang-nimbang sebentar, aku rasa hal tersebut merupakan ide yang bagus untuk memberikan sedikit kejutan pada jantungnya. Akhirnya dengan perlahan dan menahan malu aku menyenderkan kepalaku di punggungnya.

Jun kaget. Ia langsung marah dan memprotes tindakanku yang katanya berbahaya karena membuatnya nyaris kehilangan keseimbangan. Aku terkekeh pelan, tetapi tetap menyandarkan kepalaku ke punggungnya.

Aku merasakan tubuh Jun yang tiba-tiba kaku. Apa dia grogi? Gemasnya~

Setelah beberapa saat, otot-otot tubuh Jun yang kaku kembali longgar.

"Jun, izin ya~" ucapku dengan nada jahil.

Jun yang baru saja ingin protes langsung kaku kembali seperti patung ketika aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan mendekapnya.

"Y/N-"

"Sama seperti kamu berusaha membuatku terbiasa dengan perhatian kamu, aku juga ingin kamu terbiasa dengan kelakuanku," balasku sambil tersenyum.

Jun berdecak. "Tidak seperti ini juga dong Y/N..." ucapnya menggerutu.

Aku tertawa, mengeratkan pelukanku, menghapus jarak di antara kami berdua. "Harus bisa," kataku padanya.

Lalu di sisa waktu perjalanan kami menuju ke tempat tujuan tanganku tetap melingkar di pinggangnya. Senyum merekah di bibirnya, membuatku tidak dapat menahan senyumku.

Sore hari yang indah ditemani dengan dia yang membuat hari-hariku terasa lebih indah. Detakkan jantungnya menjadi lagu penghiburku selama perjalanan ini. Aroma lembut yang menyapa penciumanku, bersamaaan dengan angin yang berhembus pelan membawa ketenangan dalam diriku.

Aku harap aku tidak membuatnya menunggu terlalu lama. Aku harap aku bisa lebih mencintai diriku sendiri dengan intensitas yang sama seperti bagaimana Jun mencintaiku selama ini. Dan aku harap ketika semua itu dapat kulakukan, aku tidak terlambat dan dapat meniti hidup yang unik bersamanya.

.

.

.

END

Maaf ya gais ceritanya singkat hehe~

Seventeen's ImaginesWhere stories live. Discover now